Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Labels

08 Oktober 2008

Hukum Nasional yang Islami

Oleh Moh. Mahfud M.D.
Mahfud MDSampai sekarang masih banyak warga Islam di Indonesia yang memperjuangkan pemberlakuan hukum Islam sebagai hukum formal, yakni berlaku berdasar penetapan negara sebagai peraturan perundang-undangan yang mempunyai bentuk tertentu.

Mereka beralasan, di dalam negara Pancasila yang berdasar Ketuhanan Yang Mahaesa, hukum Islam menjadi sumber hukum nasional. Selain itu, dikatakan bahwa pemberlakuan hukum Islam adalah keniscayaan prinsip demokrasi. Karena lebih dari 80 persen warga negara Indonesia beragama Islam, wajar saja jika melalui proses yang demokratis hukum Islam dijadikan hukum nasional.

Pandangan seperti itu sebenarnya tidak sejalan dengan mainstream pandangan kaum muslimin di Indonesia. Sebagian besar kaum muslimin di Indonesia, seperti yang ditunjukkan Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, tidaklah (sekurang-kurangnya tidak lagi) memperjuangkan berlakunya hukum Islam sebagai hukum resmi di Indonesia.

Justru yang diperjuangkan mereka ialah kebebasan dan perlindungan oleh negara bagi kaum muslimin dan umat beragama lain untuk melaksanakan ajaran agama masing-masing.

Dalam pandangan demikian, kaum muslimin bebas menjalankan ajaran hukum Islam dalam lapangan keperdataan tanpa diwajibkan oleh negara. Sedangkan dalam lapangan hukum publik, tunduk pada hukum nasional yang bersifat unifikatif (berlaku sama untuk semua warga negara meskipun agamanya berbeda-beda).

Dalam lapangan hukum publik seperti hukum tata negara, hukum pidana, hukum tata pemerintahan, hukum lingkungan hidup, dan sebagainya, yang berlaku bukanlah hukum agama tertentu. Pandangan inklusif seperti itu merupakan konsekuensi dari pilihan kita mengenai hubungan antara negara dan agama yang dirajut dalam apa yang kita sebut sebagai negara Pancasila.

Negara Pancasila bukanlah negara agama dan bukan negara sekuler, tetapi juga bukan negara yang "bukan-bukan." Hukum adalah pelayan masyarakatnya dan sistem hukum Pancasila adalah landasan pelayanan hukum terhadap masyarakat yang berfalsafah Pancasila.

Sebagian umat Islam Indonesia telah pernah memperjuangkan secara demokratis melalui parpol-parpol Islam untuk menjadikan Islam sebagai dasar negara dan menjadikan hukum Islam sebagai hukum nasional yang formal. Sebagian umat Islam telah memperjuangkan "formalisasi Islam" itu melalui Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 1945, melalui Konstituante 1956-1959, dan melalui MPR 1999-2002.

Namun, perjuangan yang telah ditempuh secara demokratis itu gagal karena tidak semua umat dan tokoh Islam menyetujuinya. Sebagian besar umat dan tokoh Islam sendiri memilih hukum nasional yang inklusif. Yakni, hukum nasional yang menyatukan ide hukum semua agama dan subsistem kemasyarakatan yang ada di Indonesia. Dengan menerima hukum yang inklusif seperti itu, umat Islam tidak harus menjadi murtad karena, misalnya, meninggalkan ajaran-ajaran Islam.

Kaum muslimin Indonesia tetap dapat menjalankan perintah agama Islam melalui hukum-hukum nasional yang inklusif. Apalagi, apa yang disebut hukum Islam yang diperjuangkan oleh sebagian umat Islam itu hanyalah fiqh yang tak lain merupakan hasil ijtihad fuqaha'.

Dengan menerima berlakunya hukum nasional yang inklusif, umat Islam dapat melaksanakan ajaran Islam tanpa halangan apa pun, bahkan dapat membuat fiqh sendiri yang khas Indonesia.

Ada kaidah ushul fiqh yang biasa dipakai dalam penerimaan atas hukum inklusif itu, yakni maa laa yudraku kulluhu laa yutraku kulluhu. Jika tidak dapat mengambil seluruhnya, jangan tinggalkan seluruhnya. Jika sudah memperjuangkan secara demokratis untuk memberlakukan hukum Islam sebagai hukum formal nasional tetapi gagal, berjuanglah melalui sisa peluang yang tersedia, yakni melaksanakan hukum Islam secara inklusif sebagai produk demokrasi.

Dalil lain yang juga sering dipakai adalah al'ibrah fil Islaam bil jawhar laa bil madzhar, patokan dasar dalam perjuangan Islam adalah substansinya dan bukan simbol-formalitasnya. Substansi ajaran Islam dalam bidang hukum dan konstitusi misalnya perintah tentang penegakan keadilan, kejujuran, pemimpin yang amanah, perlindungan HAM, demokrasi, dan sebagainya.

Dengan dalil ini, setelah tak berhasil memperjuangkan konstitusi dan hukum Islam secara formal dan kemudian untuk tunduk pada hukum nasional yang inklusif, umat Islam harus memperjuangkan nilai-nilai substansi ajaran Islam sehingga konstitusi dan hukum nasional itu menjadi konstitusi dan hukum yang islami.

Yang harus diperjuangkan oleh umat Islam sekarang bukanlah berlakunya hukum Islam, melainkan berlakunya hukum yang islami. Hukum Islam cenderung formal-simbolik, sedangkan hukum islami lebih menekankan pada substansi yang memuat makna-makna substantif ajaran Islam.

Hasil ijtihad jumhur ulama di Indonesia dan ulama di banyak belahan dunia menyimpulkan bahwa pilihan atas hukum nasional yang inklusif atau hukum yang bukan formal-simbolik Islam, tetapi bersubstansi islami, tidaklah berdosa; malah dianjurkan. Ini dimaksudkan agar kaum muslimin dapat hidup berdampingan, membangun kalimatun sawaa (kesamaan pandangan tentang hukum dan masalah-masalah kemasyarakatan) dengan kaum agama lain dengan menyumbangkan substansi hukum Islam dalam pembangunan hukum nasional.

Dengan demikian, meskipun secara formal hukum nasional kita bukanlah hukum Islam, secara substansial hukum nasional kita merupakan hukum nasional yang islami atau berwatak Islam karena memuat nilai-nilai keadilan, amanah, kejujuran, demokrasi, perlindungan HAM atau fitrah, dan sebagainya yang merupakan nilai-nilai substantif ajaran Islam. Di sini pula letak arti bahwa hukum Islam merupakan sumber hukum nasional sebagai bahan pembuatan hukum dan bukan hukum formal nasional itu sendiri.

*Moh Mahfud M.D., Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta

(Jawa Pos, Kamis, 04 September 2008)

25 Agustus 2008

PENDIDIKAN PEREMPUAN DALAM PEMIKIRAN RAHMAH EL-YUNUSIYAH

DALAM PEMIKIRAN RAHMAH EL-YUNUSIYAH

(Drs. H. Hamruni, M.Si)


Abstraksi:

PAI SMPN 21 PADANG-Rahmah el Yunusiyah adalah sosok pembaharu dalam pendidikan Islam bagi kaum perempuan di Minangkabau. Pada usianya yang relatif muda, 23 tahun, Rahmah el-Yunusiyah telah mendirikan lembaga pendidikan khusus bagi kaum perempuan, yaitu Diniyah School Putri (1923 M.) guna memberikan pendidikan bagi kaum perempuan Minang pada masa itu. Rahmah el-Yunusiyah tidak pernah memasuki suatu lembaga pendidikan secara tetap, baik sekolah gubernemen maupun pendidikan elementer tradisional, surau. Poisinya sebagai tokoh pembaharu pendidikan Islam bagi perempuan di Minangkabau didasarkan pada kemampuannya menciptakan pendidikan modern menurut modelnya sendiri, yang disesuaikan dengan kebutuhan kaum perempuan saat itu. Konsep pendidikannya mencakup pendidikan formal umum dan agama, latihan berbagai keterampilan yang produktif, dan pendidikan akhlak yang secara eksplisit didasarkan pada agama Islam dan secara implisit kepada adat.


A. PENDAHULUAN

Tumbuh dan berkembangnya sekolah keagamaan atau madrasah di Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan tumbuh dan berkembangnya ide-ide pembaharuan pemikiran di kalangan umat Islam. Di permulaan abad ke 20 timbul beberapa perubahan pemikiran bagi umat Islam Indonesia dengan memasukkan beberapa ide-ide pembaharuan. Ada beberapa faktor pendorong timbulnya ide-ide pembaharuan tersebut: Pertama, adanya kecenderungan umat Islam untuk kembali kepada Al-Quran dan Al-Hadits. Kecenderungan itu dijadikan titik tolak dalam menilai kebiasaan agama dan kebudayaan yang ada. Ide pokok dari keinginan kembali kepada Al-Quran dan Al-Hadits ini dalam rangka menolak taklid. Kedua, timbulnya dorongan perlawanan nasional terhadap penguasa kolonial Belanda. Ketiga, usaha yang kuat dari orang-orang Islam untuk memperkuat organisasinya di bidang sosial ekonomi, baik untuk kepentingan mereka sendiri maupun untuk kepentingan masyarakat. Keempat, dorongan berikutnya berasal dari pembaharuan pendidikan Islam. Karena cukup banyak orang dan organisasi Islam yang tidak puas dengan metode tradisional dalam mempelajari Al-Quran dan studi agama. Pribadi-pribadi dan organisasi Islam pada awal abad ke-20 berusaha untuk memperbaiki pendidikan Islam baik dari segi metode maupun isi.

Sejarah membuktikan bahwa setiap pemikiran akan berkembang dalam masyarakat bila didukung oleh beberapa faktor : Pertama, ketokohan orang yang membawa ide; kedua, kekuatan ide yang dikembangkan bersifat rasional dan argumentative; ketiga, momentum sejarah yang memberi peluang bagi berkembangnya ide tersebut, atau dengan kata lain ide tersebut sesuai dengan kebutuhan zaman; keempat, literatur yang memuat ide–ide yang dipasarkan secara meluas; kelima, para pengikut atau murid si pembawa ide yang banyak berguru dengannya, yang secara langsung atau tidak langsung turut mengembangkan ide tersebut; keenam, ide yang dimunculkan bersifat baru dan aktual sehingga menarik untuk dijadikan bahan kajian; ketujuh, berkembangnya sebuah ide tidak lepas dari forum-forum ilmiah seperti forum-forum seminar, kajian-kajian, dan studi ilmiah lainnya. Juga yang paling berpengaruh pada abad informasi sekarang ini adanya media publikasi dan media massa yang turut memperluas jaringan transformasi ide.

Pembaharuan, seperti yang telah dipahami selama ini, adalah upaya atau aktivitas untuk merubah kehidupan dari keadaan-keadaan yang sedang berlangsung kepada keadaan baru yang hendak diwujudkan. Harun Nasution menyebutkan kata pem-baharuan sama dengan modernisasi. Pembaharuan dalam Islam pada tingkat doktrin, sumber-sumber pokok ajaran Islam, khususnya Al-Quran, memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada ummat untuk mengembangkan berbagai konsep dalam kehidupan. Selanjutnya dilakukan reinterpretasi dan rekonstektualisasi secara terus menerus sesuai dengan perubahan sosial dan tantangan zaman.

Lazimnya sebuah proses sejarah, pembaharuan dalam Islam diarahkan pada upaya-upaya pembangkitan masyarakat muslim dalam proses ortodoksi ajaran-ajaran Islam. Para pembaharu melihat bahwa gerakan pembaharuan dalam bidang pendidikan ini sangat urgen dengan kondisi masyarakat. Aspek lain adalah kedatangan bangsa luar yang menjajah Nusantara, yaitu Belanda dengan mendirikan sekolah-sekolah yang berbasis sekuler. Hal ini menimbulkan sistem pendidikan yang dualistik, antara sekolah pemerintah dan lembaga pendidikan yang didirikan ummat Islam.

Dalam memahami dan menjelaskan proses pembaharuan ini ada beberapa konsep (teori) yang dijadikan landasan dan kerangka berpikir. Pertama, konsep “Challenge and Respons” (Tantangan dan Respon) yang dikemukakan Arnold J. Toynbee. Menurut Toynbee bahwa setiap gerak sejarah timbul karena adanya rangsangan untuk melakukan reaksi dengan menciptakan tanggapan dan melakukan perubahan-perubahan. Kedua, teori Feminisme yang berkaitan dengan pendidikan yaitu teori poststrukturalis dan postmodernisme . Teori ini pada dasarnya mengeritik dan mendekonstruksi filsafat yang berpihak pada fondasionalisme dan absolutisme, di mana pendidikan yang sangat berpusat pada laki-laki (male–centered) tidak dipertanyakan lagi atau sudah dianggap wajar.

Pembahasan tentang konsep Rahmah el-Yunusiah mengenai pendidikan bagi perempuan sangat relevan dengan kedua teori tersebut, karena upaya pembaharuan pendidikan yang dirintisnya tidak lepas dari situasi pendidikan Islam di Minangkabau pada masa itu yang masih tertutup dalam masalah perempuan, serta pandangan umum masyarakat Minangkabau terhadap marginalisasi peran perempuan . Dalam hal ini Rahmah melihat adanya ketidaksetaraan perempuan dengan laki-laki yang disebabkan karena mereka tidak mendapatkan kesempatan belajar yang sama.

B. BIOGRAFI RAHMAH EL-YUNUSIYAH

Rahmah el-Yunusiyah lahir di sebuah rumah gadang jalan Lubuk Mata Kucing, Kanagarian Bukit Surungan, Padang Panjang pada hari jum’at tanggal 29 Desember 1900 M, bertepatan dengan tanggal 1 Rajab 1318 H, dari keluarga Syekh Muhammad Yunus dan Rafi’ah. Terlahir sebagai anak terakhir dari lima bersaudara yaitu Zainuddin Labay (1890-1924 M), Mariah (1893-1972 M), Muhammad Rasyad (1895-1956 M), dan Rihanah (1898-1968 M). Namun Rahmah masih mempunyai saudara lain ibu, yaitu Abdus Samad, Hamidah, Pakih Bandaro, Liah, Aminuddin, Safiah, Samihah dan Kamsiah.

Ayah Rahmah el-Yunusiyah, Syekh Muhammad Yunus adalah seorang ulama besar di zamannya. Syekh Muhammad Yunus (1846-1906 M) menjabat sebagai seorang Qadli di negeri Pandai Sikat dan pimpinan Tarekat Naqsabandiyah al-Khalidiyah. Selain itu Syekh Muhammad Yunus juga ahli ilmu falak dan hisab. Ia pernah menuntut ilmu di tanah suci Mekkah selama 4 tahun. Ulama yang masih ada darah keturunan dengan pembaharu Islam yang juga seorang tokoh Paderi Tuanku Nan Pulang di Rao.

Adapun ibunda Rahmah el-Yunusiyah yang biasa disebut Ummi Rafi’ah, nenek moyangnya berasal dari negeri Langkat, Bukittinggi Kabupaten Agam dan pindah ke bukit Surungan Padang Panjang pada abad XVIII M yang lalu. Ummi Rafi’ah masih berdarah keturunan ulama, empat tingkat diatasnya masih ada hubungan dengan mamak Haji Miskin, sang pembaharu gerakan Paderi. Ummi Rafi’ah yang bersuku Sikumbang adalah anak keempat dari lima bersaudara. Ia menikah dengan Syekh Muhammad Yunus saat berusia 16 tahun, sedangkan Syekh Muhammad Yunus berusia 42 tahun.

Dari silsilah keturunan Rahmah el-Yunusiyah nampak bahwa ia berasal dari keturunan ulama. Dalam usia enam belas tahun ia menikah dengan seorang alim dan mubaligh bernama Haji Bahauddin Lathif dari Sumpur Padang Panjang. Perkawinan ini tidak berlangsung lama, hanya enam tahun, pada tahun 1922 keduanya bercerai atas kehendak kedua belah pihak dan selanjutnya menganggap sebagai dua orang bersaudara.

Dari perkawinan ini Rahmah tidak mempunyai anak. Sejak perceraian tersebut, ia tidak bersuami lagi. Rupanya hal ini memberi faedah kepadanya sendiri, sehingga ia dapat menempatkan seluruh hidupnya kepada perguruan yang didirikannya. Ia berpulang ke rahmatullah pada hari Rabu tanggal 9 Zulhijjah 1388 Hijriah atau tanggal 26 Februari 1969 pada pukul 19.30 di rumahnya sendiri di Padang Panjang. Jenazahnya dikuburkan di perkuburan keluarga disamping rumahnya yang juga di samping perguruan yang ia dirikan. Setiap orang yang melewati rumah dan perguruannya akan dapat melihat nisan kuburannya di pinggir jalan Lubuk Mata Kucing.

Rahmah el-Yunusiyah berasal dari keluarga taat dalam masalah keagamaan. Kondisi inilah nantinya yang akan berpengaruh pada pembentukan pribadi Rahmah. Ia menjadi orang yang cinta mendalami ajaran-ajaran agama serta memiliki perhatian sangat besar terhadap kondisi masyarakat pada masanya khususnya kalangan kaum wanita. Karena itu pendidikan yang diperoleh Rahmah pada prinsipnya banyak dari keluarganya sendiri yang memang sangat menaruh perhatian pada masalah-masalah keagamaan.

Syekh Haji Muhammad Yunus, ayah dari Rahmah telah meninggal dunia pada tahun 1906 M., ketika itu Rahmah masih kanak–kanak sehingga ia tidak banyak mendapatkan pendidikan dari ayahnya. Ia dibesarkan oleh ibu dan diasuh oleh kakaknya yang telah berumah tangga. Sejak kecil, Rahmah tidak pernah bersekolah di Sekolah Dasar (Sekolah Desa, Sekolah Gubernemen) yang memang telah ada juga di Minangkabau pada masa kanak-kanaknya dulu. Meskipun begitu, ia banyak belajar dari lingkungannya. Pada usia enam tahun beliau mulai belajar membaca Qur’an kepada Engku Uzair gelar Malim Batuah, salah seorang dari murid Syekh Haji Muhammad Yunus. Ketika usianya delapan tahun, Rahmah dituntun tulis–baca huruf latin oleh kakaknya Zainuddin Labay dan Muhammad Rasyad yang pernah belajar di Sekolah Desa. Umi Rafi’ah, ibunya juga ikut mengajari Rahmah berhitung dengan angka–angka Arab (angka Melayu). Kepandaian membaca dan menulis ini, kemudian hari sangat menolongnya dalam menambah ilmu pengetahuannya, karena ia termasuk salah seorang anak yang senang membaca.

Sejak usia dini Rahmah aktif mengunjungi pengajian–pengajian yang sangat banyak diadakan di lingkungan masyarakat sekitarnya. Pada saat itu telah ada di lingkungan masyarakat Minangkabau sekitar delapan surau yang melakukan kegiatan pengajian secara bergiliran dari satu surau ke surau yang lain. Dengan cara demikian ia banyak memperoleh pengetahuan agama dan memilih guru-guru yang dapat memuaskan hatinya. Walaupun usianya masih sangat muda untuk mengikuti pengajian tersebut, namun bagi Rahmah mengunjungi pengajian ini nampaknya merupakan kesenangan tersendiri pula bagi dirinya.

Setelah Diniyah School yang didirikan kakaknya pada tanggal 10 Oktober 1915 berdiri, ia ikut belajar di perguruan ini. Ia banyak memperoleh pengetahuan praktis yang berkenaan dengan pergaulan, terutama pergaulan antara murid-murid perempuan dan laki-laki serta watak manusia yang berbagai ragam. Dahulunya ia jarang atau tidak diperkenankan bergaul dengan anak-anak laki-laki, tapi setelah ia bersekolah di perguruan ini, ia dapat bergaul dengan murid laki-laki. Ia dapat bertukar fikiran dengan mereka baik mengenai hukum Islam, sosial, budaya dan pergaulan (muamalah). Dari pengenalan berbagai macam watak manusia ini ia mulai menyadari dirinya dan keadaan masyarakat lingkungannya, terutama masyarakat wanita, yaitu mereka yang tidak memperoleh kesempatan menuntut ilmu sebagaimana yang dialaminya.

Selama ia menjadi siswa Diniyah School, ia dapat menuntut ilmu dengan baik dan dengan kecerdasannya Rahmah mendorong dirinya untuk bersikap kritis, tidak puas dengan sistem koedukasi pada Diniyah School yang kurang memberikan penjelasan terbuka kepada siswa puteri mengenai persoalan khusus perempuan. Rasa ketidak-puasannya ini dibicarakan dengan tiga temannya sesama wanita, yaitu Rasuna Said dari Maninjau, yang kemudian hari namanya diabadikan sebagai Pahlawan Nasional, Nanisah dari Bulaan Gadang Banuhampu, dan Jawana Basyir (Upik Japang) dari Lubuk Agung. Mereka berempat bersepakat untuk membentuk kelompok belajar. Rahmah mengajak ketiga temannya ini untuk menambah ilmu agama secara mendalam di luar perguruan di antaranya di Surau Jembatan Besi.

Bagi Rahmah pengajian dan pelajaran yang diterimanya di surau ini pun, juga belum memuaskan hatinya, karena banyak masalah-masalah yang berkaitan dengan wanita yang ditanyakannya tidak memperoleh jawaban yang memuaskan sebagaimana yang dialaminya di Diniyah School. Karena itu Rahmah akhirnya meminta kepada Syekh Abdul Karim Amrullah untuk berkenan memberikan pengajian secara privat di rumahnya di Gatangan. Di sini ia memperdalam pengajian mengenai masalah agama dan wanita, di samping itu juga ia mempelajari bahasa Arab, fiqih dan ushul fiqih. Ia baru merasakan adanya kepuasan dan telah menemukan apa yang dicarinya selama ini.

Semangat Rahmah dalam mempelajari ilmu selain agama dan bahasa Arab, terus berkobar. Sekitar tahun 1931-1935, ia mengikuti kursus ilmu kebidanan di RSU Kayu Tanam dan mendapat izin praktek / ijazah bidan dari dokter. Dalam bidang kebidanan ini ia juga mendapat bimbingan yang mula-mula diberikan dari kakak ibunya Kudi Urai, seorang bidan yang menolong kelahiran dirinya dan Sutan Syahrir (Mantan Perdana Menteri RI). Selain itu, ia belajar ilmu kesehatan dan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) dari enam orang dokter yang juga gurunya dalam kebidanan: dokter Sofyan Rasyad dan dokter Tazar di rumah sakit umum Kayu Tanam (mendapat izin praktek dan ijazah dengan kedua dokter ini), dokter A. Saleh di RSU Bukittinggi, dokter Arifin dari Payakumbuh, dan dokter Rasjidin dan dokter A. Sani di Padang Panjang. Untuk mendalami praktek kebidanan dan ilmu kesehatan ini ia belajar sambil praktek di RSU Kayu Tanam.

Rahmah juga belajar gimnastik (olahraga dan senam) dari seorang guru pada Meisjes Normal School (sebuah pendidikan guru) di Guguk Malintang yaitu Mej. Oliver (nona Olvier). Kemudian ia juga mempelajari cara bertenun tradisional, yakni: bertenun dengan menggunakan alat tenun bukan mesin yang pada masa itu banyak dilakukan oleh masyarakat Minangkabau. Ia mendatangi beberapa pusat pertenunan rakyat seperti Pandai Sikat, Bukittinggi dan Silungkang.Ilmu bertenun ini ia lengkapi dengan belajar jahit-menjahit. Kedua ilmu ini yakni: bertenun dan jahit-menjahit dimasukkannya kedalam kurikulum perguruannya. Mengenai ilmu–ilmu umum seperti ilmu hayat, ilmu alam, ilmu bumi dan lainnya, ia pelajari sendiri dari buku. Kemudian semua ilmu yang ia peroleh dengan kursus atau belajar sendiri ini ia ajarkan kepada murid–muridnya, kelak setelah ia mendirikan sekolah Diniyah Puteri tahun 1923.

Tempaan pengalaman kehidupan telah membentuk kepribadian Rahmah menjadi seorang yang tabah, penuh toleransi dan teguh pendirian, serta berkeimanan yang kuat, akidah yang tangguh dan ketakwaan yang kokoh. Untuk mewujudkan cita–citanya dan bila menghadapi kesulitan, dia semakin bertaqarrub dan meningkatkan diri kepada Allah dengan melakukan Sholat Tahajjud dan bermunajat di kesunyian malam.

Demikianlah dilihat dari usaha Rahmah menuntut ilmu, nampak bahwa hal tersebut merupakan menifestasi dari ketidakpuasannya terhadap pengetahuan yang diperolehnya dalam masalah kewanitaan. Ia juga merasa kecewa melihat kaumnya tidak bisa memperoleh pendidikan yang memadai sebagaimana yang dialaminya. Padahal Rahmah meyakini pentingnya peranan pendidikan sebagai salah satu jalan untuk mengangkat derajat kaum perempuan.

C. PENDIDIKAN PEREMPUAN

Perempuan, dalam pandangan Rahmah el-Yunusiyah, mempunyai peran penting dalam kehidupan. Perempuan adalah pendidik anak yang akan mengendalikan jalur kehidupan mereka selanjutnya. Atas dasar itu, untuk meningkatkan kualitas dan memperbaiki kedudukan perempuan diperlukan pendidikan khusus kaum perempuan yang diajarkan oleh kaum perempuan sendiri. Dalam hal ini perlu adanya upaya untuk meningkatkan kemampuan kaum perempuan, baik di bidang intelektual, kepribadian ataupun keterampilan.

Ketika Ia mendirikan gedung perguruannya pada tahun 1927 dan mengalami kekurangan biaya penyelesaian gedung tersebut, ia menolak bantuan yang diulurkan kepadanya dengan halus dan bijaksana. Ia ingin memperlihatkan kepada kaum laki-laki bahwa wanita yang selama ini dipandang lemah dan rendah derajatnya dapat berbuat sebagaimana laki-laki, bahkan bisa melebihinya. Maka secara diplomatis Rahmah mengatakan:

“Usul ini sangat dihargakan oleh pengurus dan guru-guru sekaliannya, akan tetapi buat sementara golongan perempuan (puteri) akan mencoba melayarkan sendiri pencalangnya sampai ke tanah tepi dan mana kala tenaga putri tidak sanggup lagi menyelamatkan pencalang itu, maka dengan sepenuh hati pengharapan guru-guru dan pengurus akan memohonkan kembali usul-usul engku-engku sekarang, kepada engku-engku yang menurut kami patut kami menyerahkan pengharapan kami itu”.


Tampaknya pikiran Rahmah el-Yunusiyah setengah abad yang lalu sejalan dengan pendapat kaum wanita dewasa ini yaitu: “membangun masyarakat tanpa mengikutsertakan kaum wanita adalah sebagai seekor burung yang ingin terbang dengan satu sayap saja. Mendidik seorang wanita berarti mendidik seluruh manusia ”.

D. CITA-CITA PENDIDIKANNYA

Dengan berdirinya Diniyah Putri pada 1923, sang pendiri, Rahmah el-Yunusiyah, memperluas misi kaum modernis untuk menyediakan sarana pendidikan bagi kaum perempuan yang akan menyiapkan mereka menjadi warga yang produktif dan muslim yang baik. Ia menciptakan wacana baru di Minangkabau, dan meletakkan tradisi baru dalam pendidikan bagi kaum perempuan di kepulauan Indonesia. Diniyah Putri adalah akademi agama pertama bagi putri yang didirikan di Indonesia.

Anak–anak perempuan dan perempuan dewasa mungkin saja mendapat dorongan untuk mengaji Al-Qur’an dan shalat; tetapi tidak seperti kaum laki–laki, mereka memiliki sedikit peluang untuk dapat melek aksara Melayu --yang menjadi bahasa nasional Indonesia--, atau Belanda, --sebagai bahasa pendidikan modern--. Rahmah el-Yunusiyah percaya bahwa kaum perempuan membutuhkan model pendidikan tersendiri yang terpisah dari laki–laki, karena ajaran Islam memberikan perhatian khusus kepada watak dan peran kaum perempuan dan mereka membutuhkan lingkungan pendidikan tersendiri di mana topik–topik ini bisa dibicarakan secara bebas.

Rahmah merasa bahwa pendidikan bersama (campuran) membatasi kemampuan kaum perempuan untuk menerima pendidikan yang cocok dengan kebutuhan mereka. Rahmah ingin menawarkan kepada anak–anak perempuan pendidikan sekuler dan agama yang setara dengan pendidikan yang tersedia bagi kaum laki–laki, lengkap dengan program pelatihan dalam hal keterampilan yang berguna sehingga kaum perempuan dapat menjadi anggota masyarakat yang produktif.

Tujuan akhir Rahmah adalah meningkatkan kedudukan kaum perempuan dalam masyarakat melalui pendidikan modern yang berlandaskan prinsip–prinsip Islam. Ia percaya bahwa perbaikan posisi kaum perempuan dalam masyarakat tidak dapat diserahkan kepada pihak lain, hal ini harus dilakukan oleh kaum perempuan sendiri. Melalui lembaga seperti itu, ia berharap bahwa perempuan bisa maju, sehingga pandangan lama yang mensubordinasikan peran perempuan lambat laun akan hilang dan akhirnya kaum perempuan pun akan menemukan kepribadiannya secara utuh dan mandiri dalam mengemban tugasnya sejalan dengan petunjuk agama. Berulangkali Rahmah memohon petunjuk kepada Allah perihal cita–citanya itu, sebagaimana tertuang dalam doanya yang ditulis di buku catatannya:

Ya Allah Ya Rabbi, bila ada dalam ilmu-Mu apa yang menjadi cita–citaku ini untuk mencerdaskan anak bangsaku terutama anak-anak perempuan yang masih jauh tercecer dalam bidang pendidikan dan pengetahuan, ada baiknya Engkau ridhai, maka mudahkanlah Ya Allah jalan menuju cita–citaku itu. Ya Allah, berikanlah yang terbaik untuk hamba-Mu yang lemah ini. Amin.

Adapun cita – citanya dalam bidang pendidikan ialah : “Ia sangat ingin melihat kaum wanita Indonesia memperoleh kesempatan penuh menuntut ilmu pengetahuan yang sesuai dengan fitrah wanita sehingga dapat diamalkan dalam kehidupan sehari–hari dan mendidik mereka sanggup berdiri sendiri di atas kekuatan kaki sendiri, yaitu menjadi ibu pendidik yang cakap dan aktif serta bertanggung jawab kepada kesejahteraan bangsa dan tanah air, dimana kehidupan agama mendapat tempat yang layak”

Selanjutnya cita–cita pendidikannya ini ia rumuskan menjadi tujuan perguruan Diniyah Putri yang didirikannya, yaitu: “Melaksanakan pendidikan dan pengajaran berdasarkan ajaran Islam dengan tujuan membentuk putri yang berjiwa Islam dan Ibu Pendidik yang cakap, aktif serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air dalam pengabdian kepada Allah subhanahu wa ta’ala”.

Melihat tekad dan kemauan keras adiknya itu, Labay mendukung cita–citanya. Kemauan yang keras membaja ini ia pegangi dari ayat Al-Qur’an surat Muhammad ayat 7 yang artinya: “Hai orang–orang yang beriman , jika kamu menolong Allah, maka Allah akan menolong kamu pula”. Begitu yakinnya ia akan janji Allah ini sehingga selalu dijadikannya pegangan dalam berbuat kebajikan.

Dalam meningkatkan harkat dan martabat perempuan lewat pendidikan ini, Rahmah mendasarkan argumennya kepada hadis yang menyatakan bahwa menuntut ilmu adalah kewajiban bagi semua muslim, laki–laki maupun perempuan. Bunyi hadis ini, kata Rahmah, sering dikutip di hadapan saya oleh laki–laki maupun perempuan Minang sebagai bukti bahwa kaum perempuan muslim diperintahkan oleh Tuhan untuk menuntut ilmu, dan cara terbaik untuk melaksanakan ini adalah dengan masuk sekolah.

Cita–cita dan gagasan Rahmah el-Yunusiyah tentang pentingnya pendidikan bagi kaum perempuan mungkin dipengaruhi oleh pengalaman dan capaian pendidikannya sendiri. Meskipun Rahmah hanya sempat mengecap pendidikan dasar di Padang Panjang, studinya yang mendalam terhadap agama adalah sesuatu yang tidak lazim bagi seorang perempuan pada awal abad kedua puluh di Minangkabau. Ia memperoleh pendidikan melalui pengaturan khusus dengan beberapa ulama modernis yang terkemuka, dalam pola kaum muda di zamannya. Selain itu, Rahmah belajar kerumahtanggaan dengan seorang bibi maternal, dan mempelajari soal kesehatan dan pemberian pertolongan pertama di bawah bimbingan enam orang dokter kelahiran India. Ia belajar senam dengan seorang guru Belanda di Sekolah Menengah Putri di Padang Panjang. Pada dasarnya Rahmah memperoleh pendidikan atas inisiatifnya sendiri, pada saat pendidikan formal bagi kaum perempuan hanya tersedia bagi segelintir orang.

Gagasan Rahmah untuk mendirikan pendidikan bagi kaum perempuan sempat dirundingkannya dengan teman–temannya di Persatuan Murid-murid Diniyah School (PMDS) yang ia pimpin, merekapun menyetujui dan mendukung gagasan itu. Maka pada tanggal 1 November 1923, sekolah itu di buka dengan nama Madrasah Diniyah lil al–Banat, dipimpin oleh Rangkayo Rahmah el–Yunusiyah, yang oleh murid–muridnya dari angkatan tiga puluhan akrab dipanggil “ Kak Amah”. Murid angkatan pertama terdiri dari kaum ibu muda berjumlah 71 orang, dengan menggunakan Mesjid Pasar Usang sebagai tempat belajar. Pada waktu itu proses belajar berlangsung dengan sistem halaqah, dan hanya mempelajari ilmu–ilmu agama dan gramatika bahasa Arab.

E. PERKEMBANGAN MADRASAH DINIYAH PUTERI

Dalam perkembangan selanjutnya, sekolah ini menerapkan sistem pendidikan modern yang mengintegrasikan pengajaran ilmu–ilmu agama dan ilmu–ilmu umum secara klasikal, serta memberi pelajaran ketrampilan. Meskipun demikian, ilmu–ilmu agama tetap menjadi pelajaran pokok dan merupakan kekhususan sekolah ini; karenanya dapat dibedakan dengan sekolah Dewi Sartika dan Maria Walanda yang lebih menitikberatkan pada pelajaran kejuruan dan keputrian.

Untuk menarik minat masyarakat, baik kaum intelektual maupun kaum adat (golongan yang sangat kuat memegang faham kuno:bahwa perempuan tidak perlu bersekolah), dan khususnya kaum ibu, maka sekolah ini menggunakan tiga macam perkataan yang menjadi satu yaitu: Dinijah School Poeteri, dengan nama yang spesifik tersebut masyarakat menjadi tertarik dan pada masa penjajahan jepang dipopulerkan dengan nama “Sekolah Diniyah Puteri”, sedang pada masa sekarang dikenal dengan “Perguruan Diniyah Putri ” Padang Panjang. Nama ini juga sekaligus sebagai perlambang pembaharuan pendidikan agama Islam untuk wanita, sehingga semua pihak dan golongan masyarakat yang ingin maju pendidikan anak gadisnya ke perguruan ini.

Pemakaian kata “Diniyah” dalam nama “Diniyah School Putri”, selain untuk memberikan pernyataan bahwa dalam sekolah ini dididik dan diajarkan ajaran–ajaran Agama Islam, juga ia membawakan pengertian bahwa Diniyah School Putri dari Rahmah el-Yunusiyah adalah adik dari “Diniyah School” dari Zainuddin Labay, sebagaimana Ibu Rahmah itu sendiri adalah adik dari Engku Zainuddin.

Pada permulaan berdirinya perguruan ini banyak dicemooh. Di antara ejekan yang dilontarkan yang sangat menusuk hati adalah apakah mungkin orang perempuan bisa mengajar dan menjadi guru, coba lihat mereka mengepit buku, tidak ke dapur. Ejekan dan sindiran yang bermacam–macam itu tidak menggoyahkan kemauan dan cita–cita Rahmah, bahkan ejekan dan cemoohan itu dijadikannya pendorong yang kuat dan menebalkan keyakinannya serta menjadi cambuk untuk berusaha lebih giat lagi.

Menurut Rahmah bahwa masyarakat bisa baik melalui rumah tangga sebab rumah tangga adalah tiang masyarakat dan masyarakat tiang negara. Wanita adalah tiang rumah tangga, selain Adam, tiap manusia dilahirkan oleh wanita. Sebab itu ia menginginkan melalui pendidikan, setiap wanita menjadi ibu yang baik dalam rumah tangga, masyarakat dan di sekolah.

Tujuan ini akan dapat dicapai bila kaum wanita mendapat pendidikan khusus dengan sistem tersendiri. Ia melihat bahwa hukum agama sangat erat sangkut pautnya dengan seluk beluk kewanitaan. Maka ia berkesimpulan perlu ada sebuah lembaga pendidikan khusus untuk anak-anak perempuan.

Sudah menjadi kenyataan umum pada waktu itu. bahwa yang mendirikan dan menyelenggarakan dunia pendidikan adalah kaum pria. Di Pulau Jawa misalnya semua pesantren didirikan oleh kaum pria. Apalagi pada masa itu adat sangat kuat di Minangkabau. Tapi Rahmah el-Yunusiyah dapat menunjukkan kepada masyarakat dan kepada dunia, bahwa wanita dapat berbuat sebagaimana halnya kaum pria. Visi Rahmah tentang peran perempuan adalah peran dengan beberapa segi: sebagai pendidik, pekerja sosial demi kesejahteraan masyarakat, teladan moral, muslim yang baik dan juru bicara untuk mendakwahkan pesan-pesan Islam. Sebelum Rahmah mempeloporinya dengan bepergian dan berpidato dalam rangka mengumpulkan dana, kaum perempuan tidak pernah berpidato dalam acara–acara keagamaan atau adat dihadapan para pendengar yang bercampur antara laki – laki dan perempuan.

Pandangan yang berkembang di Minangkabau pada masa itu adalah bahwa secara moral tidak pantas, bahkan haram, bagi seorang perempuan berpidato di depan hadirin di mana terdapat kaum laki-laki. Pada tahun 1930 Muhamadiyah, sebuah organisasi modernis, mampu menegosiasikan dikeluarkannya fatwa yang menyatakan bahwa perempuan tidak secara eksplisit dilarang berpidato di depan hadirin yang mencakup kaum laki-laki. Bahkan pada tahun 1980-an, tidak banyak perempuan yang memberikan ceramah di depan pendengar yang bercampur antara laki-laki dan perempuan di masjid-masjid kota Minangkabau untuk pertemuan mingguan. Namun di Jakarta perempuan lebih sering memberikan ceramah di depan pendengar campuran serta tampil di radio dan televisi.

Meskipun perempuan tidak ikut ambil bagian dalam pidato pada acara yang formal atau khutbah dalam acara keagamaan di depan pendengar campuran, mereka memiliki kekuasaan yang jelas dalam upacara-upacara adat. Seraya mendahului argumen-argumen yang di kemukakan kaum feminis nasionalis dewasa ini, dengan adanya gerakan dan kegiatan berorientasi modernis yang dipelopori oleh Rahmah El-Yunusiyah, kaum perempuan Minangkabau tampil sebagai juru bicara agama dan didorong untuk merealisasikan potensi mereka sepenuhnya sebagai muslim, yang modelnya tampaknya terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadits. Sebagaimana tercantum dalam QS. At-Taubah: 71, yang artinya:

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh mengerjakan yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar,mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesunguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”


F. SEKOLAH-SEKOLAH YANG DIDIRIKAN

Perjuangan Rahmah el-Yunusiyah dalam usaha meningkatkan pendidikan untuk kaum perempuan tidak hanya dengan mendirikan sekolah untuk kaum perempuan yang berprinsip pada agama Islam (Al-Qur’an dan Hadits), yaitu pada tanggal 1 November 1923, Ia meresmikan berdirinya perguruan yang dicita–citakannya. Mula-mula perguruan ini bernama al-Madrasah Diniyah lil Banat (sekolah agama untuk anak-anak wanita) kemudian diubah menjadi Diniyah School Putri. Setelah Indonesia merdeka nama perguruan dipopulerkan dengan nama Perguruan Diniyah Putri Padang Panjang.

Zainuddin Labay begitu singkat mendampingi Rahmah dalam mengelola Diniyah School Putri. Dia wafat pada 10 Juli 1924, ketika usia sekolah itu belum genap 9 bulan. Banyak pihak yang menyangka setelah Labay wafat sekolah itu tidak akan berusia lama. Namun sebaliknya, Rahmah mampu memimpin dan mengembangkannya secara mandiri dengan semangat pembaharuan pendidikan yang diletakkan Labay. Karenanya Deliar Noer memandang Rahmah sebagai penerus cita–cita Labay. Secara bertahap Rahmah membenahi sistem pengajaran Diniyah School Putri, baik dari segi kurikulum maupun metode. Di samping itu dengan segala kekuatan yang dimiliki ia mengupayakan pengadaan sarana dan prasarana pendidikannya.

Pada tahun 1925, ia merencanakan membangun gedung sendiri yang dapat menampung seluruh murid. Sebelum rencana tersebut dapat terlaksana, Padang Panjang dan sekitarnya ditimpa gempa bumi (28 Juni 1926) yang menghancurkan bangunan-bangunan termasuk gedung sekolah dan asramanya. Namun musibah tersebut tidak mematahkan tekad Rahmah dan teman-temannya untuk memulai kembali usahanya. Setelah 45 hari sesudah gempa ia bersama-sama dengan majelis guru dan dibantu oleh murid-murid Thawalib School Padang Panjang, kembali secara gotong royong mendirikan beberapa rumah bambu diatas sebidang tanah wakaf dari ibunya, Ummi Rafi’ah, dengan atap daun rumbia berlantaikan tanah. Setelah rumah bambu Ini berdiri, kemudian dijadikan rumah darurat untuk memulai kembali kegiatan perguruanya.

Pengumuman disebarkan ke seluruh daerah asal murid, bahwa perguruan Diniyah Putri akan memulai kembali dan kepada orang tua dipersilahkan untuk menyerahkan kembali anak-anaknya untuk dididik. Sambil pelajaran dimulai perguruan darurat ini terus membenahi dirinya menurut kemampuan yang ada. Oleh para orang tua murid didirikanlah satu komite penyelamat perguruan ini untuk mencari dana guna membangun kembali gedung yang telah runtuh itu.

Di samping mendirikan Diniyah School Putri, ia pun mendirikan Menyesal School, yaitu sekolah pemberantasan buta huruf di kalangan ibu-ibu rumah tangga. Sekolah ini didirikan pada tahun 1925 dan berlangsung selama tujuh tahun yaitu sampai tahun 1932. Kemudian sekolah ini tidak dilanjutkan. Untuk menyebarluaskan cita-cita pendidikannya, ia mengadakan perjalanan berkeliling ke daerah Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jambi dan Semenanjung Malaya (tahun 1928 dan tahun 1934).

Pada tahun 1935 ia mendirikan tiga buah perguruan putri di Batavia (Jakarta), yaitu di Kwitang, Jatinegara, dan di Tanah Abang. Pada masa pendudukan Jepang, perguruan tersebut tidak dapat di teruskan. Menjelang berakhirnya penjajahan Belanda di Indonesia, Rahmah sempat pula mendirikan empat buah lembaga pendidikan putri baru lainnya sebagai pengganti lembaga pendidikan terdahulu. Pada tahun 1938 ia mendirikan Yunior Institut Putri, sebuah sekolah umum setingkat dengan Sekolah Rakyat pada masa penjajahan Belanda atau Vervolgschool, Islamitisch Hollandse School (HIS) setingkat dengan HIS (Hollandsch Inlandse School), yaitu sekolah dasar dengan bahasa pengantar bahasa Belanda, sekolah DAMAI (Sekolah Dasar Masyarakat Indonesia) dan Kulliyatul Mu’allimin El Islamiyah (KMI), sekolah Guru Agama Putra pada tahun 1940. KMI Putra ini didirikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan guru–guru agama putra yang banyak didirikan oleh masyarakat di Sumatera Barat. Pada zaman Jepang keempat lembaga pendidikan putri tersebut tidak dapat diteruskan.

Pada tahun 1947 ia kembali mendirikan empat buah lembaga pendidikan agama putri dalam bentuk lain, yaitu Diniyah Rendah Putri (SDR) lama pendidikannya tujuh tahun, setingkat dengan Sekolah Dasar enam tahun yang didirikan oleh pemerintah, Sekolah Diniyah Menengah Pertama Putri Bagian A Tiga Tahun (DMP Bagian A), Sekolah Diniyah Menengah Pertama Bagian B Lima Tahun (DMP Bagian B), dan Sekolah Diniyah Menengah Pertama Bagian C Dua Tahun (DMP Bagian C). Tiga buah sekolah yang disebut terakhir setingkat dengan Sekolah Menengah Pertama ( SMP ) dengan bidang studi agama dan bahasa Arab menjadi mata pelajaran pokok.

Selain sekolah–sekolah tersebut di atas pada tahun 1964, Rahmah mendirikan Akademi Diniyah Putri yang lama pendidikannya tiga tahun. Tanggal 22 November 1967 Akademi ini dijadikan Fakultas Dirasat Islamiyah dan merupakan fakultas dari Perguruan Tinggi Diniyah Putri. Fakultas ini “diakui” sama dengan Fakultas Ushuluddin Institut Agama Islam Negeri (IAIN) untuk tingkat Sarjana Muda.

Untuk mencapai tujuannya Rahmah menganut sistem pendidikan terpadu, yaitu : memadukan pendidkan yang diperoleh dari rumah tangga, pendidikan yang diterima sekolah dan pendidikan yang diperoleh dari masyarakat di dalam pendidikan asrama. Dengan sistem terpadu ini, teori ilmu pengetahuan dan agama serta pengalaman yang dibawa oleh masing–masing murid dipraktekkan dan disempurnakan dalam pendidikan asrama di bawah asuhan guru–guru asrama.

Kurikulumnya terdiri dari kelompok bidang studi agama, bahasa Arab, ilmu pengetahuan dan kelompok bidang studi ini di orientasikan kepada pembentukan pribadi muslimah dan kualitas diri. Dewasa ini lembaga pendidikan yang dikelola oleh para penerusnya adalah Sekolah Diniyah Menengah Pertama Bagian B dan C, Kulliyatul Mu’allimat el- Islamiyah dan perguruan Diniyah Putri. Seperti sekolah–sekolah Islam kontemporer lainnya di Sumatera Barat, Diniyah Putri menawarkan tiga ijasah: satu miliknya sendiri, satu untuk pendidikan sekolah umum, dan satu pendidikan Islam yang diakui oleh pemerintah. Sehingga siswa-siswa memenuhi syarat untuk masuk ke universitas umum maupun universitas Islam.

Di lingkungan Diniyah Putri, corak saling melengkapi antara adat dan Islam ditekankan. Dalam perspektif yang didukung oleh kaum modernis Minang, tatanan sosial dan adat membentuk tatanan moral yang dilegitimasikan oleh Islam. Dalam tatanan suci ini ,adat dan Islam dipandang menyatu bukan dari segi yang spesifik, melainkan dari segi kandungan dan semangatnya. Rahmah mengutamakan bidang pendidikan di atas kepentingan lainnya, meskipun di kemudian hari ia juga berkiprah di dunia politik. Atas dasar ini ia menempatkan sekolah secara independen, bebas dari afiliasi dengan ormas atau orpol manapun. Setahun sebelum Muhammadiyah memasuki Minangkabau, Diniyah School Putri diajak bergabung dengan organisasi sosial–keagamaan dan disarankan agar namanya diganti dengan Asyiyah School atau Fatimiyah School. Namun saran tersebut tidak di terima oleh para guru diniyah School Putri.

Independensi sekolah ini juga ditunjukkan saat diselenggarakan permusyawaratan besar guru-guru agama Islam se-Minangkabau yang ada di bawah Permi di padang panjang pada tahun 1931. Wakil dari guru Diniyah School Putra maupun Putri yang datang sebagai pendengar dan tidak memberi respons; tidak ada seorang pun dari guru-guru sekolah ini yang duduk di Dewan Pengajaran Permi yang bertugas untuk menyatukan pelajaran sekolah-sekolah Islam. Sebagai pemimpin Permi, Mukhtar Lutfi mempertanyakan hal tersebut. Rahmah pun mengemukakan pendapatnya, “Biarkan perguruan ini terasing selama-lamanya dari partai politik, dan tinggalkanlah ia menjadi urusan dan tanggungan orang banyak (umum), sekalipun umum itu dalam aliran politiknya bermacam warna dan ragam, tapi untuk perguruan dan penanggung jawab atasnya haruslah mereka itu satu adanya” .

Lebih jauh independensi sekolah ini juga ditunjukkan Rahmah ketika dia menolak upaya penggabungan sekolah-sekolah Islam di Minangkabau oleh Mahmud Yunus. Seperti diketahui, pada tahun 1930-an ini pembaharuan sekolah agama berkembang pesat, namun tidak ada keseragaman program atau buku standar yang digunakan. Melihat keadan ini Mahmud Yunus alumni Universitas Cairo yang saat itu menjadi Direktur Normal School, ingin menerapkan konsep pembaharuan pendidikannya dan memprakarsai pembentukan Panitia Islah al-Madaris al- Islamiyah Sumatera Barat. Namun Rahmah tetap teguh pada pendirian independensi sekolahnya, maka ia menolak keras ide itu.

Menurutnya, lebih baik memelihara satu saja tapi terawat daripada bergabung tapi porak poranda. Diniyah School pun tidak akan terikat dengan keputusan permusyawa-ratan itu. Kondisi sekolah-sekolah agama tersebut masih seperti semula hingga 1936, yakni setelah konferensi seluruh organisasi berhasil dalam standarisasi sekolah-sekolah agama kaum muda. Berhadapan dengan politik kolonialisme pemerintahan Belanda, Rahmah memilih sikap nonkooperatif dalam memperjuangkan kelangsungan sekolah yang dipimpinnya. Atas dasar sikap ini, ia menolak bekerja sama dengan Belanda termasuk dalam hal pemberian subsidi yang berulangkali ditawarkan. Subsidi pemerintah kolonial akan membuat dirinya terikat, dan mengakibatkan keleluasan pemerintah kolonial mempengaruhi pengelolaan program pendidikan Diniyah School Putri ini. Kondisi seperti itu telah di alami Adabiyah School yang pada tahun 1915 menerima subsidi pemerintah kolonial.

Dengan tegas dan bijaksana Rahmah menyatakan bahwa perguruannya akan berusaha dengan kekuatan sendiri menanggulangi berbagai kesulitan yang dihadapi. Independensi sekolah ini sangat dikhawatirkan oleh pemerintah kalau di kemudian hari akan melahirkan tokoh-tokoh pejuang yang militan, sebagaimana yang pernah dilakukan surau-surau dalam mencetak tokoh-tokoh pembaharu dan pejuang perang paderi. Sikap independen dan nonkooperatif tersebut, di samping menggambarkan ciri khas kepriba-diannya yang gigih, juga merupakan respons terhadap situasi politik saat itu demi kelangsungan visi sekolahnya. Begitu pula organisasi kependidikan dan gerakan yang diprakarsainya, praktis visi yang sama : seperti “Perikatan Guru-Guru Agama Putri Islam” (PGAPI) yang didirikan pada tahun 1933 untuk menghimpun guru-guru yang tidak bergabung dengan Dewan Pengajaran Permi. Kemudian “Komite Penolakan Ordonansi Sekolah Liar” (1933) didirikan untuk menentang kebijaksanaan pemerintah kolonial yang memberlakukan Ordonansi Sekolah Liar (1932) di Sumatera Barat.

Pada mulanya Diniyah Putri muncul sebagai tantangan terhadap adat, dalam hal ini kaum perempuan ingin melangkah melampaui urusan rumah tangga. Dengan menggapai peran-peran diluar rumah yang dapat didukung oleh penafsiran kaum modernis terhadap Islam, oleh karena itu kaum perempuan memperluas cakrawala, jaringan, dan kemampuan mereka untuk berpartisipasi di dalam wacana muslim dan nasionalis yang lebih luas. Kaum perempuan Minang memiliki strategi alternatif, selain yang disuarakan oleh Diniyah Putri menyangkut soal bagaimana menjadi Seorang Muslim dan seorang Minang. Namun demikian Diniyah terus memperlihatkan keinginan untuk menghadapi isu-isu kontemporer yang relevan bagi kaum perempuan dan masyarakat.

Bentuk realisasi dari pemikiran pendidikan Rahmah el-Yunusiyah adalah berupa pendirian sekolah–sekolah bagi perempuan. Hal ini merupakan tanggapan dari situasi pada masa itu dan sejalan pula dengan teorinya Arnold J. Toynbee yaitu : “Challenge and Respons”. Sedangkan tujuan pendidikannya untuk mencerdaskan kaum perempuan agar pendidikan pada masa itu tidak berpusat pada laki–laki, dengan demikian hal ini sejalan dengan teori Feminisme, yaitu teori poststrukturalis dan postmodernisme.

Rahmah mengakui peran perempuan sebagai ibu dan pendidik anak-anak mereka, seperti yang dibicarakan dalam wacana muslim kontemporer, baik di Minangkabau maupun di pusat-pusat intelektual Muslim di Indonesia seperti Jakarta. Rekonsiliasi antara peran-peran ini dengan tuntutan kehidupan kontemporer adalah tema yang popular dan menonjol dalam wacana kaum muslim di Indonesia dewasa ini, karena meningkatnya jumlah kaum perempuan yang terdidik dan berasal dari kelas menengah yang mencari kerja dan karier membuat mereka meninggalkan rumah sepanjang hari.

Peran isteri dan ibu sangat disanjung tinggi oleh para intelektual muslim perempuan seperti Dr. Zakiah Daradjat, psikolog kelahiran Minangkabau, perempuan sebagai isteri dan ibu dipandang oleh para intelektual Muslim perempuan sebagai sangat penting bagi pemeliharaan tatanan moral yang menempatkan keluarga sebagai basisnya dan bagi upaya penyiapan pendidikan dan perkembangan moral anak-anak mereka. Dalam hal ini pendidikan Islam telah berperan sebagai alat bagi kaum perempuan Minangkabau untuk mengkonfrontasikan pesan-pesan gender Islam dalam adat yang berbeda dan berupaya menegosiasikan antara keduanya.

F. PENUTUP

Rahmah el Yunusiyah adalah sosok pembaharu dalam pendidikan Islam bagi kaum perempuan di Minangkabau. Ia dilahirkan pada tanggal 29 Desember 1900 M di kota Padang Panjang. Pada usianya yang ke 23 tahun Rahmah el-Yunusiyah telah mendirikan lembaga pendidikan Khusus bagi kaum perempuan, yaitu Diniyah School Putri (1923 M.) dalam rangka meningkatkan tingkat pendidikan kaum perempuan Minang pada masa itu. Dengan masa pendidikan yang tidak sistematik dan relatif sangat pendek, Rahmah el-Yunusiyah tidak pernah memasuki suatu lembaga pendidikan secara tetap, baik sekolah gubernemen maupun pendidikan elementer tradisional, surau. Jika kemudian menjadi tokoh pembaharu pendidikan Islam bagi perempuan di Minangkabau, tidak lain berkat usaha dan kerja kerasnya dalam mendalami suatu ilmu. Selain tekun membaca, ia pun memiliki wawasan baca yang cukup luas. Rahmah el-Yunusiyah telah menciptakan pendidikan modernis menurut modelnya sendiri, yang disesuaikan dengan kebutuhan kaum perempuan mencakup pendidikan formal umum dan agama, latihan berbagai keterampilan yang produktif, dan pendidikan akhlak yang secara eksplisit didasarkan pada agama Islam dan secara implisit kepada adat.

Kiprah dan pemikiran Rahmah el-Yunusiyah dalam pembaharuan pendidikan Islam di Minangkabau bisa dilihat dengan adanya pendirian Diniyah School Putri (1923). Sebagai penunjang perguruan Diniyah School Putri Rahmah el-Yunusiyah juga mendirikan beberapa sekolah perempuan lainnya, yaitu : Menyesal School (1925), Yunior Institut Putri (1938), Islamitisch Hollandse school (1940), Kulliyatul Mu’allimin El-Islamiyah (1940), kemudian di tahun 1947 ia mendirikan Sekolah Diniyah Rendah Putri dan Sekolah Diniyah Menengah Pertama Putri. Kemudian tahun 1964 Rahmah juga mendirikan Akademi Diniyah Putri.

Usaha-usaha yang dijalankan Rahmah el-Yunusiyah membuka dan mendirikan berbagai macam sekolah tersebut telah menempatkannya sebagai salah satu ulama wanita yang berpengaruh saat itu, khususnya di Padang Panjang dan Minangkabau pada umumnya, sehingga pantas dijuluki sebagai pelopor pendidikan perempuan di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA


Abdullah, Taufik.

1985 Sejarah Lokal di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

_________

1988 Sekolah dan Politik Gerakan Kaum Muda di Sumatera Barat (1927-1933). Padang: Unand.

_________

1998 Jalan Baru Islam Memetakkan Paradigma Mutakhir Islam Indonesia. Bandung: Mizan.

Daya, Burhanuddin.

1995 Gerakan Pembaharuan Pemikiran Islam Kasus Sumatera Thawalib. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.

Edward, dkk.

1981 Riwayat Hidup dan Perjuangan 20 Ulama Besar Sumatera Barat. Padang: Islamic Centre.

Hamka.

1976 Sejarah Umat Islam, Jilid IV. Jakarta: Bulan Bintang.

__________

1982 Ayahku Riwayat Hidup DR. H. Abdul Karim Amrullah dari Perjuangan Kaum Agama di Sumatera. Jakarta: Umminda.

__________

1985 Islam dan Adat Minangkabau. Jakarta: Pustaka Panjimas.

Hasbullah.

1999 Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Lintas Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Hurgronje, C. Snouck.

1992 Kumpulan Karangan Snouck Hurgronje, Terjemahan Sudarso Soekarno. Jakarta: INIS.

Mansoer, M.D., dkk.

1970 Sejarah Minangkabau. Jakarta: Bhratara.

Martamin, Mardjani.

1981 Sejarah Pendidikan Daerah Sumatera Barat. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

__________ .

1977 Sejarah kebangkitan Nasional Daerah Sumatera Barat. Jakarta: P&K.

Martinilis.

1995 Skripsi Rahmah El Yunusiyah Tokoh Perjuangan dan Politik di Sumatera Barat, Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah. Jakarta: t.p.

Munawaroh, Junaidatul.

2000 Rahmah El Yunusiyah Pelopor Pendidikan Perempuan, dalam Ulama perempuan Indonesia; editor Jajat Burhanuddin, (Jakarta : PT.Gramedia Pustaka utama bekerjasama dengan PPIM IAIN Jakarta.

Nasution, Harun.

1978 Islam Di Tinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid II. Jakarta: UI Press.

__________

1995 Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta : Bulan Bintang.

Nata, Abuddin, dkk.

2001 Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga – Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Grasindo.

Noer, Deliar.

1996 Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900 – 1942. Jakarta: LP3ES.

Nuraida.

1990 Rahmah El-Yunusiyah Dalam Perspektif Sejarah Perjuangan Wanita di Indonesia. Skripsi Sarjana Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta: t.p.

Rasyad, Aminuddin.

1978 Rahmah El Yunusiyah, Kartini dari Perguruan Islam, dalam “Manusia dalam Kemelut Sejarah.” Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial. Jakarta.

__________.

1982 Perguruan Diniyah Puteri Padang Panjang 1923-1978: Suatu Studi Mengenai Perkembangan Sistem Pendidikan Agama. Disertasi PPS IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta: t.p.

__________

1991 Hj Rahmah El Yunusiyah dan Zainuddin Labay El Yunusy Dua Bersaudara Tokoh Pembaharu Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Pengurus Perguruan Diniyah Puteri Padang Panjang Perwakilan Jakarta.

Shaleh, Isnaniah.

1978 Peringatan 55 tahun Diniyah Putri Padang Panjang, (Jakarta : Ghalia Indonesia.

__________

1988 Riwayat Hidup Dua Tokoh Pendidikan Miinangkabau Zainudin Labay dan Rahmah El Yunusyyah. Padang: PD. Grafika.

Steen Brink, Karel, A.

1994 Pesantren Madrasah Sekolah Pendidikan Islam dalam Kurun Waktu Moderen. Jakarta: LP3ES

Sumardi, Mulyanto.

1978 Sejarah Singkat Pendidikan Islam di Indonesia (1945-1975). Jakarta: Darma Bakti.

Suminto, Aqib.

1985 Politik Islam Hindia Belanda. Jakarta: LP3ES.

Suryanegara, Ahmad Mansur.

1995 Menemukan Sejarah Wacana Pergerakan Islam di Indonesia. Bandung: Mizan.

Wijaya, Cece.

1992 Upaya Pembaharuan Dalam Pendidikan dan Pengajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Yunus, Mahmud.

1971 Keringkasan Sejarah Islam di Minangkaba. Jakarta: Al-Hidayah.

__________

1995 Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta : Mutiara Sumber Widya.

Zuhairini, dkk.

1986 Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Departemen Agama.

Kelompok Majalah dan Ensiklopedi


Ensiklopedi Islam di Indonesia, 1993, Jilid 2. Jakarta: Departemen Agama.

Jurnal Bahasa, Peradaban dan Informasi Islam, Vol I, No.1 Juli-Des 2000. Yogyakarta: Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga.

Jurnal Ilmu dan Kebudayaan, Ulumul Qur’an, No. 4, vol III, 1992.

Jurnal Perempuan Edisi 23 th. 2002. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan.

Panji Masyarakat no.637. 21-28 Feb 1990.

/source:

http://uin-suka.info/ejurnal/



23 Agustus 2008

Hukuman Mati: Antara Bom Bali dan Balinine

PAI SMPN 21 PADANG-Australia menganggap ”jijik” hukuman mati. Kecuali hanya diterapkan pada Amrozi dkk. Bukan warganya. Pandangan diskriminatif Australia terhadap hukum

oleh: Heru Susetyo *

ImageSenin 11 Agustus 2008, Stephen Smith, Menteri Luar Negeri Australia, menjumpai Menteri Luar Negeri Hasan Wirayudha di Jakarta. Salah satu tujuannya adalah melobi pemerintah Indonesia untuk memberikan pengampunan (clemency) terhadap tiga terpidana mati warga negara Australia yang tersangkut kasus Narkoba di Bali pada tahun 2005 yang terkenal dengan julukan The Bali Nine.

Uniknya dalam kesempatan yang sama Menlu Australia tersebut tidak membahas sama sekali perihal hukuman mati terhadap tiga terpidana mati bom Bali (Amrozi, Imam Samudera dan Mukhlas) yang kini tengah menanti eksekusi mati setelah pelbagai upaya hukum mentok. Alias, pemerintah Australia seperti rela Amrozi cs harus dieksekusi mati.

Dalam wawancaranya dengan Sydney Morning Herald (10/8-08) Smith mengatakan, ” ketika warga Australia di luar negeri dihukum karena melakukan kejahatan kemudian dipidana mati, maka kami akan melakukan upaya representasi atas nama warga negera Australia. Namun, ketika hukuman tersebut dijatuhkan kepada non warga Australia, maka kami akan melakukan penilaian secara kasuistik.” Lalu, ia juga akan menentukan apakah akan melakukan representasi secara sendirian atau bergabung dengan negara-negara lain di level regional ataupun multilateral. Menilik sikap tersebut, jelas bahwa pemerintah Australia, menunjukkan sikap diskriminatif dan standar ganda dalam memandang hukuman mati.

The Bali Nine dan Schapelle Corby

Masih ingat kasus the Bali Nine? sembilan orang penyelundup Narkoba (heroin) seberat 8.3. kg seharga Empat Juta Dollar Australia yang ditangkap di Denpasar, Bali pada 17 April 2005. Mereka menjadikan Bali sebagai tempat transit sebelum bertolak ke Australia. Empat orang ditangkap di bandara, satu di dalam pesawat, empat lagi di dalam sebuah bungalow di Bali. Mereka berusia amat muda, 18 hingga 28 tahun, masing-masing adalah Andrew Chan, Myuran Sukumaran, Scott Rush, Marthin Stephens, Matthew Norman, Michael Czugaj, Si Ye Chen, Tach Duc Thanh Nguyen, dan Renae Lawrence.

Pengadilan Negeri Denpasar, Pengadilan Tinggi Bali dan Mahkamah Agung mengganjar hukuman sembilan orang ini secara bervariasi. Semula di tingkat pengadilan negeri dua orang (Andrew Chan dan Myuran Sukumaran) dijatuhi hukuman mati dan tujuh lainnya dijatuhi hukuman seumur hidup. Belakangan di tingkat banding dan kasasi hukuman berubah menjadi satu orang lagi dijatuhi hukuman mati (Scott Rush), dua tetap dihukum seumur hidup, dan empat lagi dikurangi hukumannya menjadi dua puluh tahun penjara.

ImageDan untuk itulah Menlu Australia Stephen Smith datang ke Jakarta. Guna melobby pemerintah RI via Menlu Hasan Wirayudha untuk tidak mengeksekusi mati ketiga terpidana mati tersebut.

Hukuman mati untuk terpidana narkoba di Indonesia bukanlah hal yang aneh. Telah diatur dalam UU tentang Psikotropika No. 5 tahun 1997 dan UU Narkotika No. 2 tahun 1997. Dan telah banyak pula warga negara lain maupun warga negara Indonesia yang dihukum mati, dieksekusi mati, ataupun tengah menanti eksekusi mati.

Intervensi pemerintah Australia ini bukan kali ini saja. Sebelumnya kita mengenal kasus Schapelle Leigh Corby. Corby adalah gadis warga negara Australia yang ditangkap di Bandara Ngurah Rai Bali pada 8 Oktober 2004 karena di dalam tasnya terdapat 4,2 kg mariyuana. Corby dinyatakan melanggar pasal 82 ayat (1) huruf (a) UU No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika. Jaksa menuntutnya hukuman seumur hidup dan dengan denda 100 juta atau subsider enam bulan kurungan (Koran TEMPO, 23 April 2005).

Persidangan Corby mendapat perhatian khusus pemerintah Australia, bahkan Canberra minta Jakarta tidak menghukum mati Corby. Beberapa hari sebelum sidang Corby, tampak lilitan pita warna hijau muda di pohon-pohon pinus sepanjang jalan di depan gedung Pengadilan Negeri Denpasar. Pita ini sebagai tanda dukungan moral kepada terdakwa. Kendati, berbagai pihak di Bali, antara lain Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat) Bali, meminta terdakwa agar dijatuhi hukuman mati (Koran TEMPO, 23 April 2005).

Di Australia, dukungan mengalir deras kepada Corby. Beberapa situs dibuat di internet untuk mendukung penolakan hukuman mati kepada Corby antara lain

www.dontshootschapelle.com, www.schapelle.com dan lain-lain. Mereka menyerukan penggunakan pita berwarna kuning (yellow ribbon) untuk diikatkan di kotak surat (letterbox), pagar, pohon, mobil, sepeda maupun handphone.

Tidak sekedar menolak hukuman mati, merekapun menolak buruknya kondisi penjara di Bali sekiranya Corby dihukum penjara. Mereka yakin bahwa Corby tidak bersalah (innocent) dan bahwa mariyuana yang ditemukan di tasnya adalah bukan miliknya melainkan diletakkan oleh orang yang tidak bertanggungjawab. Dari angket yang disebar kepada 133.627 jiwa, sebanyak 133.533 (99.94%) meyakini bahwa Corby Innocent, dan hanya 84 jiwa (0.06%) saja yang berpendapat bahwa Corby bersalah (www.dontshootschapelle.com).

Ketakutan terhadap eksekusi mati oleh dua belas anggota regu tembak (firing squad) terhadap Corby begitu menghantui publik Australia. Suster Susan Connelly, seorang biarawati Sydney, mengatakan bahwa hukuman mati melalui regu tembak adalah menjijikkan dan barbar dan sangat mengherankan bahwa masih terjadi pada saat ini. Apalagi warga Australia menjadi subyek hukuman tersebut (catchnews, 24 April 2005).

Entah karena tekanan dari Australia atau tidak, belakangan memang Pengadilan Negeri Denpasar tidak menjatuhkan hukuman mati ataupun seumur hidup kepada Corby. Ia hanya dijatuhi hukuman 20 tahun penjara. Di tingkat Pengadilan Tinggi hukumannya bahkan dikurangi menjadi 15 tahun penjara. Barulah di tingkat kasasi MA hukumannya kembali bertambah menjadi 20 tahun penjara. Adilkah? Sebagian pihak memandang sangat tidak adil. Karena ancaman hukuman pada pasal yang dijatuhkan kepada Corby adalah hukuman mati dan ia terbukti dalam sidang peradilan secara sengaja dan melawan hukum membawa 4.2 kilogram ganja. Alias, suatu kejahatan yang amat berat dan serius. Apakah ini karena Corby adalah warganegara Australia maka hukumannya relatif ringan?

Inkonsistensi Bom Bali dan Bali Nine

Satu adagium utama dalam ilmu hukum adalah setiap orang bersamaan kedudukannya dalam hukum (equality before the law) dan keadilan (justice) adalah tujuan utama dari hukum. Keadilan harus ditegakkan tanpa pandang bulu, tanpa melihat suku, agama, ras, gender, status sosial dan ekonomi, kelompok politik dan afiliasi tertentu. Persis seperti ungkapan populer yang pernah disampaikan Rasulullah Muhammad SAW : ”Sekiranya Fathimah binti Muhammad SAW mencuri maka aku sendiri yang memotong tangannya”.

Negeri Australia telah menghapuskan hukuman mati dalam sistem hukum pidana di negerinya. Keikutsertaan mereka dalam berbagai konvensi HAM Internasional dan pandangan mereka bahwa hukuman mati bertentangan dengan kemanusiaan membuat mereka menolak hukuman mati. Suatu pandangan yang sah-sah saja dan harus dihargai. Namun, ketika Australia memandang secara berbeda hukuman mati terhadap Bali Nine dan terhadap tiga terpidana mati kasus Bom Bali (Amrozi, Mukhlas, dan Imam Samudera) yang turut menewaskan 88 warga negara Australia, tentunya ini adalah sikap yang tidak adil, ambivalen, dan diskriminatif

Hal ini terjadi juga dalam kasus Saddam Hussein. Hukuman mati telah dihapuskan di sebagian negara bagian di Amerika Serikat (AS) dan juga di seluruh negara anggota Uni Eropa. Namun toh Amerika Serikat dan Uni Eropa bersikap pasif ketika Saddam dieksekusi mati awal tahun 2007 silam. Padahal. Penangkapan dan pengadilan Saddam berlangsung karena peran AS dan sekutunya.

Terlepas bahwa Saddam Hussein memang layak dijatuhi hukuman mati, sejatinya amat mudah bagi AS dan sekutu untuk mencegah hukuman mati terhadap Saddam. Sama mudahnya bagi mereka untuk mengubah hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup. Apabila mereka menghendaki, sedari awal pengadilan terhadap Saddam dapat dengan mudah diintervensi.

Selama ini AS dan negara-negara Eropa Barat adalah promotor utama rezim hak asasi manusia internasional (international human rights law). Deklarasi HAM Universal 1948 dan ratusan konvensi hukum internasional lainnya dilahirkan dan dipromosikan oleh AS dan negara-negara Eropa Barat.

Termasuk tentang penghapusan hukuman mati. Instrumen regional tentang HAM di Amerika maupun Eropa, seperti tersebut di atas, telah menghapuskan hukuman mati. Mereka mempromosikan penghapusan hukuman mati karena berpotensi melanggar hak hidup, hak manusia yang paling asasi. Namun, di sisi lain, mereka membiarkan pengadilan Iraq mengeksekusi mati Saddam Hussein.

Dalam kasus Bom Bali dan Bali Nine, semestinya pemerintah Australia harus bersikap adil. Mengapa mereka tidak berkeberatan terhadap vonis mati untuk Amrozi, Imam Samudra maupun Mukhlas dalam kasus Bom Bali namun amat berkeberatan dengan pidana mati terhadap tiga dari sembilan anggota Bali Nine? Apakah ini karena pandangan bahwa kasus narkoba adalah lebih serius dari terorisme? Apakah membawa 8.3 kg heroin seperti kasus Bali Nine dan 4.2 kg ganja dalam kasus Corby adalah perkara yang sederhana? Bukankah narkoba dan psikotropika adalah juga pembunuh ribuan anak bangsa dan telah menghancurkan masa depan jutaan lainnya di seluruh dunia?

Menilik inkonsistensi di atas, sepertinya Australia harus kembali belajar pada asas utama dalam sistem common law maupun HAM yang mereka anut. Bahwasanya setiap orang adalah berkedudukan sama di hadapan hukum (equality before the law), setiap orang mempunyai hak atas hidup (right to live) dan mempunyai akses yang sama terhadap keadilan (justice).

Dalam kasus Bali Nine ataupun Bom Bali pilihannya sekarang adalah menjatuhkan hukuman mati untuk kedua kasus tesebut atau tidak sama sekali. Jika hukuman mati dianggap bertentangan dengan HAM atau tidak manusiawi maka tak perlu dieksekusi mati. Tapi jika dipandang layak dieksekusi mati, maka penjatuhannya pun tidak boleh diskriminatif. Hanya untuk kelompok tertentu saja. Jangan sampai terjadi keadilan hanya terjadi pada satu kaum dan menimbulkan ketidakadilan bagi kaum lainnya.

Penulis adalah Mahasiswa Program Doktor Human Rights & Peace Studies Mahidol University, Staf Pengajar Tetap Fakultas Hukum UI – Depok

13 Agustus 2008

Kegelisahan Spiritual Manusia

Oleh Riwayat
Allah berfirman: "Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu Barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam Keadaan buta".(QS.Taha:123-1240).

Bermula ketika Adam dan Hawa diusir dari surga, dan dari situ kehidupan manusia mengalami babak baru, kehidupan yang penuh dengan intrik, kehidupan yang mengelisahkan, mengerikan, pembunuhan, permusuhan sesama mereka. Permusuhan, pembunuhan sesama mereka terjadi akibat tidak menjadikan Al-Quran sebagai pedoman, tidak menjadikan wahyu sebagai dasar hidupnya. Sehingga yang terjadi adalah kebebasan jiwa dan hati tanpa kendali. Keinginan menjadi pengganti Ilahi dalam dirinys, sehingga kesesatan membayang danmerasuk dalam jiwa dan hatinya.dan pada akhirnya kesengsaraan dating dengan tiba-tiba dalam jiwanya,meronta dan melawan jiwanya kalah karena tertutupi oleh ketamakan terhadap duniawi.

Kesesatan akan menyelimuti hati dan jiwa manusia ketika ia membuang wahyu darai hidupnya, menjual petunjuk dengan kesesatan, sehingga yangtinggal hanya penyelasan dan keresahan.memang Allah telah memberikan sinyal bahwa yang selamat dan mendapat petunjuk adalah yang selalu dekat dan menggunakan petunjuk dari-Nya, sedangkan yang tidak menggunakan petunjuk dari Allah akan sesat. Dan yang lebih berbahaya adalah akan diberikan kehidupan yang sempit, manusia yang telah berpaling dari aturan Allah akan diberi kehidupan yang sempit kehidupanya yang menghinakan, menyengsarakan dan mengelisahkan.

Manusia menjadi gelisah, kegelisahan yang meresahkan hati dan jiwa. Hatinya merana, meraung dalam kehampaan dan kesunyian spiritual dalam dirinya. Tangis dan raungan hanya bergema dalam jiwa tertutup oleh nafsu duniawi yang telah menjadi raja dan berkuasa dalam dirinya. Kegeloisahan demi kegelisahan singgah silih berganti dengan variasi yang menyedihkan hati dan mengiris jiwa. Gelisah dan gundah menjadi selimut dalam keseharian.

Kesemua penyebab kegelisahan tersebut adalah karena hati yang sunyi dari nilai- nilai transenden, nilai-nilai ketuhanan. Banyak manusia terjebak dalam kehidupan yang menjauhkan dirinya dengan realitas nyata kehidupan manusia. Realitas tersebut adalah pengabdian tulus kepada Allah dengan jalan bekerja untuk dunia dan akherat. Bekerja adalah bagian dari realitas kehidupan manusia. Bekerja bukan hanya untuk dunia, tetapi juga untuk akheratnya.”Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”(QS.Al-Qsshshas:77)

Banyak manusia yang terjebak dalam rutinitas kehidupan dunia dan melupakan adanya kehidupan akherat. Mungkin secara lisan ia telah mengakuai bahwa akherat ada, surga neraka mengetahui, tetapi dari segi asplikasi manusia banyak yang miskin amal kebaikan, malanya hanya untuk dunia,amalnya hanya untuk memperoleh kehidupan keduniaan, sehingga hidup kekal di akherat menjadi hilang dalam konsep jiwanya.ketika manusia telah kehilangan konsep hidupnya, kehilangan makan hakiki kehidupan yang sebenarnya maka manusia akan terjebak dalam kubangan kehidupan semu dunia. Berawal dari sini manusia mulai meninggalkna kehidupan yang sebenarnya kehidupan hakikinya.

Kegelisahan demi kegelisahan singgah dalam hatinya, keresahan mulai timbul menyelimuti jiwanya, hatinya mulai resah gelisah gundah gulana, pada saat itu manusia mulai merasakan betapa menjemukan kehidupan ini. Hidup baginya menjadi sangat membosankan.untuk menghilangan kebosanannya mereka lewati dengan hura-hura,pesta-pesta, mabuk-mabukan, dugem dan menyukai kehidupan malam. Tetapai kesemua kesengan semu yang ia coba lakukan untuk menghilangankan kegundahan ahati tidak membri efek kebahagiaan dalam jiwanya. Jiwanya bukan menjadi senang, damai, tenteram ,tetapikegelisahan yang makin mendera, jiwanya makin menderita. Kesengsaraan jiwanya makin menjadi. Semua kesenangan yang ia coba tawarakan kepada hatinya tidak mampu memberi efek jera, efek ketentraman dalam jiwanya.

Jiwanya mengalami kekeringan, kerontang oleh nilai- nilai keagamaan, sehingga jiwanya menjadi haus akan nilai- nilai ibadah,nilai dzikir.hatinya rindu akan lantunan dzikir, lidahnya ingin dibasahi dengan lafaz-lafaz pengaungan kepada sang Khaliq, tetapi semua diredamnya dengan kesenangan duniawi yang semu. Hatinya

Yang meronta-ronta dibiarkan merana, dibiarkan sirna berbagai keinginan untuk dekat kepada sajad dienyahkan dalam kehidupannya,sajadah tinggal ajadah, Al-Quran tinggal tulisan dan pajangan , tasbih hanya menjadi penghuni etalase. Ia tidak lagi merasakan indahnya suara adzan, adzan sudah menjadi sesuatu yang tidaklagimampu menentramkan hati, adzan tidak lagi mengetarkan hatinya, menggerakkan hatinya untuk mengambil wudhu dan munajat kepada Allah. Melihat AlQuraseperti melihat onggokan buku-buku usang yang membosankan, melihat sajadah seprti kain bekas yang tidak berbekas, melihat tasbih seperti tali untuk mengikat kambing sembelih. Melihat mesjid seprti melihat gudang yang menakutkan.

Malam baginya seperti siang siang seperti malam, benar salah, baik buruk baginya tidak ada beda, yang ada bagi merelka adalah dunia dan segala kesenangan jiwanya, kesenangan semu, kesenangan yang sunyi dari Ilahi, sunyi dari nurani. Kesenangan yang hampa seperti udara, tanpa makna dan rasa. Kesemuan menjadi selimut keseharian, kesemuan menjadi bagian dari kehidupan, aharapannya hanya yang kelihatan,yang tampak dari panca indera, sedangkan harapan masa depan terkubur dalam-dalam oleh keinginan keduniawian, sehingga mata batin menjadi hilang tanpa bekas. Kesengsaraan jiwa mulai menimpa hati, kebahagiaan mulai ditampakkan di permukaan kehidupannya, ia mencoba mendustai kata hati, ia berusaha mengelabui banyak orang dengan penampilan yang sepertinya bahagai, tentram tetapi sebenarnya hatinya, jiwanya gelisah yang amat sangat. Seperti tersengat aliran listrik yang dahsyat. Melumat hati dan jiwanya, kegelisahan keresahan mencabik jiwanya seperti tercabik cabik oleh taring srigala.

Jiwa tercabik oleh kehidupan dunia obat mujarabnya adalah kembali mengingat Allah, kembali mengingat makna kehidupan ini.mulai menyadari akan hakekat hidup di dunia, dan meperbanyak dzikir kepada Allah sang pemilik ketenraman, kedamaian, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang. Jiwa yang selalu dekat kepada Allah, hati yang selalu terpaut dengan Allah yang akan mendapatkan kekayaan hati, kekayaan jiwa, sehingga hati dan jiwanya tidak gersang, tetapi sebaliknya hatinya menjadi kebun yang subur dengan berbagai tanaman yang indah, kesuburan itu, tanaman indah itu adalah hakekat dari ketenangan, ketentraman jiwa dan hati manusia tatkala menyatu dengan Tuhan-Nya.

05 Agustus 2008

Allah SWT, Maha Berkehendak Atas Apa Yang Wujud

PAI SMPN 21 Padang-Kehendak Tuhan (al-Iradah al-Ilahiyah) adalah suatu ungkapan tentang ketetapan Allah terhadap suatu perbuatan dengan tidak akan melupakannya, maka tujuan dan maksud untuk mewujudkan itu disebut.

Pada bagian ini, kita akan membicarakan masalah Kehendak (Iradah). Dimana masalah ini menjadi suatu polemik yang cukup serius. Karena masalah ini pula, sehingga terjadi kevakuman. Oleh karena itu, insya Allah kami ingin menjelaskan persoalan ini secara rinci.

Kehendak secara hakiki dan makna yang dapat dipahami adalah kesepakatan jiwa untuk melakukan perbuatan ketika terwujudnya kekuatan emosional. Lalu di dalam kekuatan imajinasi terdapat sesuatu yang menggerakkan untuk melakukan pekerjaan tersebut karena adanya sesuatu yang disenangi atau ditakuti. Akan tetapi definisi seperti ini mustahil bagi Dzat Sang Pencipta, Allah SWT Dengan demikian, Kehendak Tuhan (al-Iradah al-Ilahiyyah) adalah suatu ungkapan tentang ketetapan Allah terhadap suatu perbuatan dengan tidak akan melupakannya. Maka tujuan dan maksud untuk mewujudkan sesuatu itu disebut Kehendak. Dan pada hakikatnya hal itu bisa diartikan sebagai munculnya suatu perbuatan dari kekuatan, sehingga menjadi suatu perbuatan.

Sementara telah dibuktikan dengan dalil, bahwa Allah SWT Maha Mengetahui, Dia Yang menciptakan alam semesta, dan sudah kita kukuhkan, bahwa alam ini akan selalu butuh kepada-Nya. Hal itu juga telah kita sepakati, sekalipun mereka menyebutnya sebagai sebab (illat), tapi mereka telah menetapkan, bahwa alam tidak akan eksis tanpa Sang Pencipta. Dia juga Maha Mengetahui alam ini. Sedangkan Ilmu-Nya tentang hal-hal yang Dia ketahui, baik yang telah terjadi, sedang dan bakal terjadi adalah satu cara dan bentuk yang tidak akan berubah. Dia tidak akan bodoh dan juga tidak akan lupa.

Ilmu, bila dikaitkan dengan-Nya maka Ilmu itu sebelum pekerjaan dan juga setelahnya untuk selama-lamanya. Kemudian Ilmu bila dikaitkan dengan apa yang bakal terjadi dari sisi apa yang diketahui, maka obyek yang diketahui dibedakan menjadi apa yang telah dan bakal terjadi. Sementara yang bakal terjadi tetap berada dalam kekuatan, sedangkan yang sudah terjadi telah keluar menjadi suatu pekerjaan. Akhirnya yang berubah adalah kondisi obyek yang diketahui, dan bukan Ilmu-Nya.

Ini adalah kaidah yang cukup sempurna bila Anda memahami tingkatan ini. Apabila ditetapkan demikian, maka segala yang ada dalam "Kekuatan" Iradah-Nya adalah yang bakal terjadi. Maka Allah SWT adalah Maha Berkehendak untuk mewujudkan sesuatu, dari sisi, bahwa Dia-lah Yang mensistematisasi seluruh sebab yang berlaku sesuai dengan Ilmu-Nya. Oleh karena itu, segala sebab akan sesuai dengan apa yang telah Dia ketahui, sehingga kehendak secara mutlak dalam bahasan ini dapat diartikan, bahwa apa yang dikehendaki itu telah diketahui. Sementara sistem analogi akan menyatakan, bahwa segala yang dikehendaki itu sudah diketahui. Lalu segala yang diketahui akan berjalan sesuai dengan apa yang Dia kehendaki, dan segala yang Dia kehendaki akan berjalan sesuai dengan Ilmu Allah SWT.

Apabila dibenarkan, bahwa Ilmu merupakan sebab dari yang Dia kehendaki di dalam "Kekuatan" Iradah-Nya, maka apa yang dilakukan akan mengikuti apa yang ada di dalam "Kekuatan", sedangkan masalahnya sudah jelas. Sehingga apa yang keluar telah menjadi perbuatan, maka kejadian (perbuatan) itu menunjukkan adanya ketetapan Allah terhadap kejadian tersebut. Sedangkan ketetapan tersebut adalah yang dituntut dengan Kehendak yang mengikut pada Ilmu.

Kalau ada pertanyaan, "Lalu apakah yang diketahui itu terbatas atau tidak?".

Kami jawab, "Pertanyaan ini butuh rincian terlebih dahulu. Maka si penanya harus menambahkan, bahwa yang terbatas adalah obyek yang diketahui. Maka suatu keharusan secara rasional, bahwa obyek yang diketahui itu dalam lingkup, sedangkan apa yang ada dalam suatu lingkup tentu terbatas, sementara yang terbatas tentu ada batas akhir. Dengan demikian obyek yang diketahui adalah berada dalam batas, baik obyek pengetahuan tersebut berada dalam Kekuatan Iradah atau sudah keluar menjadi pekerjaan. Dengan demikian, seluruh alam dalam lingkup lingkaran yang kesembilan dan seluruh yang ada di dalamnya, dari berbagai jenis, macam dan individu adalah terbatas dalam Ilmu Allah SWT".

Kalau masih terus ditanya, "Ini dapat kita terima, akan tetapi sekarang pertanyaannya, apakah Sang Pencipta Maha Mengetahui tentang sesuatu yang tidak terbatas atau tidak?".

Maka kita jawab, "Ini adalah pertanyaan yang mustahil, dilihat dari sisi tersebut, sebab seluruh obyek yang diketahui adalah terbatas, maka pertanyaan seperti ini sangat melenceng dari kebenaran".

Kalau misalnya ditanya, "Apakah bisa dikatakan, ilmu layak membatasi terhadap apa yang tidak terbatas ataukah tidak?".

Kami jawab, "Ilmu itu sendiri tidak dapat diterangkan dengan sifat seperti itu, kecuali bila dikaitkan dengan obyek yang diketahui. Kalau tidak, maka ciri khusus yang dimiliki oleh Ilmu itu tidak benar, tapi kalau dikaitkan dengan obyek yang diketahui, maka obyek tersebut akan terbatas. Dengan demikian, hanya dapat dikatakan satu cara, bahwa Ilmu itu qadim yang berkaitan, bahwa alam-alam saling berurutan, sehingga kalau dikaitkan dengan alam itu sendiri akan terbatas. Akan tetapi apabila keterbatasan itu dikaitkan dengan Ilmu Allah yang Qadim tentu tidak benar, sebab Ilmu-Nya itu tidak dapat dikatakan terbatas atau tidak terbatas. Ini merupakan sumber kesalahan. Dan barangkali bagi orang yang tidak memahami hakikat masalah akan mengira, kalau obyek yang diketahui itu terbatas, tentu Ilmu Allah juga terbatas. Jauh sekali mereka mampu memahami hakikat sebenarnya. Sementara yang dapat dikatakan terbatas adalah obyek yang diketahui, dilihat dari sisi ia dapat dibatasi, sehingga sebagian besar para ahli ilmu kalam berpendapat, bahwa cara itu tidak dapat dikatakan terbatas atau tidak. Lalu bagaimana dengan Ilmu Sang Maha Pencipta SWT?.

Sebab Ilmu Allah bukan dari sisi sifat baru ('aradl) atau jauhar. Maka bagaimanapun persoalannya, istilah terbatas atau tidak adalah bila dikaitkan dengan obyek yang diketahui dan tidak dikaitkan dengan Ilmu. Hal itu tidak mengurangi Kekuasaan Allah, dan juga tidak dapat dikatakan bahwa Dia tidak kuasa".

ADMINISTRASI DAN SUPERVISI PENDIDIKAN ISLAM

Oleh: Riwayat


PAI SMPN 21 Padang-
1. Jawaban Soal Nomor Satu

Administrasi, manajemen, leadership, human relation dan man merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.integr Dalam arti kesemu term tersebut tidaka dapat dipisahakn kesemua iu harus terintegrasi. Kata administrasi secara bahasa berasal bahasa latin yaitu terdiri dari kata ad yang berarti ke atau kepada. Sedangkan ministrasi sama artinya dengan serve dalam bahasa Inggris yang mempunyai arti melayani, membantu dan mengarahkan. Dengan demikian kata administrasi dapat diartikan sebagai membantu, menolong dan menggerakkan semua kegiatan untuk mencapai tujuan. Menurut Asnawir secara sempit administrasi dapat diartikan sebagai tata usaha yaitu kegiatan tulis menulis di kantor yang dilakukan secara sistematis, meliputi kegiatan menerima, mencatat, mengagendakan, mengolah menggandakan, mengirim dan menghimpun, menyelenggarakan dokumentasi dan kearsipan, menetapkan system kerja dan standarisasi dalam kerja, serta mengadakan harmonisasi kerjasama antara personil yang ada dalam suatau organisasi.
Pendapat pakar tentang administrasi hampir ada kesamaan, seperti pendapat Suharsimi Arikunto, administrasi adalah usaha bersama sekelompok manusia untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efesien dengan menggunakan segala dana dan daya yang ada. Sedangkan Sondang P. Siagian menyatakan bahwa adminsitrasi pendidikan adalah keseluruhan proses pelaksanaan dari keputusan yang telah diambil dan dalam pelaksanaannya dilakukan oleh lebih dari dua orang , hal tersebut dilakukan untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Asnawir administrasi pendidikan merupakan aplikasi dari ilmu administrasi dalam kegiatan pembinaan, pengembangan dan pengendalian usaha-usaha pendidikan yang diselenggarakan dalam wujud kerjasama sejumlah orang dengan menggunakan segala sarana dan prasarana yang ada baik moral maupun material dan spiritual guna mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efesien. Dari kutpan tersebut dapat dipahami bahwa administrasi pendidikan merupakan usaha untuk mewujudkan ketetapan yang telah disepakati dengan cara yang feketif efesien, dilakukan secara bersama sesuai dengan unit keraj masing-masing. Di sisi lain, administrasi merupakan usaha mengatur, mengendalikan, mengerakkan. Dari pengertian ini dapat dicermati bahwa administrasi merupakan kerja manajemen, dengan demikian inti dari administrasi adalah manajemen. Administrasi dikatakan sebagai inti dari manajemen karena dalam melaksanakan manajemen selalu berhubungan dengan manajemen itu sendiri. Dengan demikian dapat dinayatakan bahwa ketika administrasi tidak ada manajemen maka administrasi tidak akan jalan. Dengan demikian manajemen menentukan hasil dari tujuan administrasi tersebut. Jika tidak ada manajemen yang baik maka administrasi tidak tidak akan berjalan dengan baik, karena pada dasarnya dalam melaksanakan tugas-tugas administrasi membutuhkan manajemen yang baik dan benar sesuai dengan kaidah yang ada.
Berbicara manajemen tidak akan lepas dari kepemimpinan, sebab dalam manajemen terkandung sikap, tingkah laku, perkataan dan perbuatan dan kegiatan yang berhubungan dengan kepemimpinan. Membicarakan manajemen akan selalu terkait dengan kegiatan memimpin. Memimpin identik dengan kegiatan mengendalikan,mengelola dan mempengaruhi seseorang untuk berbuat. Melakukan manajerial dalam pendidikan Islam berarti melakukan perbuatan yang mencerminkan sikap dan tindakan yang mengacu kepada kepemimpinan.

Secara bahasa manajemen berasal dari kata manage yang berarti mengurus,mengatur, melaksanakan, mengelola. Sedang menurut Asnawir manajemen berasal dari kata managio yang berarti pengurusan atau managiare yang berarti melatih dalam mengatur langkah-langkah. Secara bahasa manajemen mengandung arti kerja aktif yang bertanggungjawab, tidak sekedar untuk mengatur diri tetapi juga mengandung unsur sosial untuk memberikan pendidikan manajemen kepada orang lain, terutama kepada bawahannya.
Dari arti secara bahasa tersebut dapat dipahami bahwa manajemen merupakan kerja aktif, lawannya adalah pasif, dengan demikian manajemen adalah aktifitas aktif untuk mencapai sesuatu. Jika dalam sebuah organisasi tidak ada gerak aktif yang terus menerus dan terarah, maka organisasi tersebut belum terdapat manajemen yang baik.
Alam raya yang besar dan luas ini, tentu ada yang mengaturnya, kalau tidak ada yang mengatur mustahil alam ini berjalan secara teratur, terarah, tersusun secara rapi. Adanya alam bergerak secara teratur dan tertata rapi pasti ada yang mengerakkan dan menyusun serta mengendalikannya. Yang mengatur dan mengendalikannya adalah Yang Maha mengatur,Maha Mengerakkan yaitu Allah swt. “Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.”

Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah Swt selalu mengatur makhluk-Nya, tiada henti, secara terus-menerus mengatur dan mengurus segala ciptaan-Nya. Artinya adalah Allah selalu aktif, Allah selalu aktif mengatur makhluk ciptaan-Nya. Hal ini memberikan pelajaran kepada makhluk-Nya. Dalam ayat lain Allah berfirman: “Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.”

Dari ayat tersebut dapat diambil pengertian bahwa mengatur dalam Islam cenderung mengambil kata dari dabbara yang artinya mengatur. Hal ini diperkuat oleh pendapat Ramayulis bahwa hakekat manajemen adalah al-tadbir yang berarti pengatur, kata ini menurut Ramayulis kata al-tadbir mempunyai derivasi dari kata Dabbara artinya mengatur. Dalam ayat lain Allah mempertanyakan, siapakah yang mengatur segala urusan di alam raya dan isinya ini. Pertanyaan tersebut seolah membangunkan pikiran dan otak manusia untuk mempelajari ilmu Allah tentang manajemen alam raya ini. Paling tidak manusia dapat mencotoh manajemen yang dilakukan Allah, meskipun tidak akan pernah manusia mencapai manajemen yang dilakukan Allah, tetapi paling tidak manusia dapat berbuat yang terbaik dalam manajemen sesuai dengan kodrat kemanusiaannya. Allah Berfirman: Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang Kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?" Maka mereka akan menjawab: "Allah". Maka Katakanlah "Mangapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?"

Dari ayat tersebut memperjelas pada hakekatnya manajemen berasal dari Allah, dikatakan berasal dari Allah karena sebelum manusia mengenal kata manajemen-Allah telah lebih dahulu melakukan aktifitas manajerial terhadap semua ciptaan-Nya. Dengan demikian kata manajemen secara hakekat adalah berasal dari Allah, hal ini dapat dipahami dari kekuasaan Allah dalam mengatur alam raya beserta isinya.
Sedangkan manajemen menurut bahasa akan dikemukakan beberapa pendapat, menurut Hersey dan Blanchard manajemen adalah kerjasama melalui orang atau kelompok untuk mencapai tujuan. Dari kutipan tersebut dapat dipahami bahwa manajemen adalah sebuah kerja tim yang berusaha untuk mewujudkan impian dan cita-cita bersama, cita-cita dan impian bersama diwujudkan dengan kerjasama dalam tim yang saling mendukung satu dengan lainnya dalam wadah organisasi yang sama.
Menurut Ramayulis manajemen adalah sebuah proses pemanfaatan segala sumber daya melewati orang lain dengan cara bekerjasama. Dari pengertian ini dapat dicermati bahwa manajemen selalu membutuhkan orang lain dalam proses pencapaian tujuan bersama, artinya dalam manajemen membutuhkan orang lain dalam pencapaian tujuan. Dengan demikian manajemen memerlukan kerjasama lebih dari satu orang dalam rangka proses pencapaian keinginan bersama. Hal ini dapat juga dipahami dari pendapat Frederick Winslow Taylor, bahwa “management is knowing exactly what you want to do and then seeing that they do it in the best and cheapest way” dari pendapat Frederick W. Taylor tersebut dapat dipahami bahwa dalam manajemen mengandung unsur kepemimpinan, pemimpin yang mempunyai konsep yang jelas, kemudian berusaha merealisasikan konsepnya melalui bawahannya.
Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa manajemen adalah suatu proses kegiatan aktif satu dengan lainnya dalam sebuah organisasi, lembaga dalam rangka mewujudkan keinginan dan tujuan bersama. Dengan demikian manajemen pendidikan adalah suatu proses kerjasama aktif dalam sebuah lembaga pendidikan dalam rangka mencapai tujuan lembaga pendidikan. Kerjasama tersebut berdasarkan keimanan kepada Allah, serta kerjasama untuk mencapai ridho Allah. Sehingga segala usaha aktif bersama-sama untuk mencapai tujuan terlaksana dan terarah dalam bingkai keimanan. Karena pada dasarnya Allah menyuruh bekerjasama dalam kebaikan. “dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.”

Dari ayat tersebut dapat diambil pemikiran bahwa manajemen dalam pendidikan Islam lebih mengedepankan kerjasama aktif dengan orang lain, baik di dalam lembaga pendidikan maupun di luar lembaga. Kerjasama tersebut dibingkai dengan semangat ridhoi Allah, semangat kerjasama tim untuk mencapai tujuan Pendidikan Islam yang bernuansa keilahian. Manajemen Pendidikan Islam dalam arti tersebut membedakannya dengan manajemen lain, karena manajemen dalam pendidikan Islam berdasarkan Al-Quran dan Hadis Nabi Muhammad Saw.
Manajemen Pendidikan Islam berdasarkan Al-Quran dan Hadis. Dasar ini menjadi pembeda dengan manajemen lain, manajemen di luar lembaga Pendidikan Islam hanya berdasarkan pemikiran para tokoh manajemen dan idiologi negara tempat lembaga itu berada. Sedangkan manajemen Pendidikan Islam tidak terkait dengan idiologi negara. Ketidakterkaitan manajemen pendidikan Islam dengan idiologi negara karena pada dasarnya manajemen Pendidikan Islam tidak mempunyai kaitan langsung, manajemen Pendidikan Islam menyatu dengan nilai nilai ajaran Islam itu sendiri. Dengan demikian dasar manajemen Pendidikan Islam tidak akan pernah bercampur dengan idiologi manajemen lain, karena semangat manajemen Pendidikan Islam berdasarkan Al-Quran dan Hadis Nabi Muhammad Saw. Di sisi lain, manajemen Pendidikan Islam lebih mengedepankanp kerjsama yang saling menguntungkan untuk mencapai tujuan bersama, karena kerjasama yang dilakukan berdasarkan nilai-nilai kebaikan yang barometernya adalah keridhoan Allah, yang akhir semua tujuan kerjasama tersebut adalah nilai takwa di sisi Allah swt.
Uraian tersebut jelaslah bahwa dalam manajemen erat kaitannya dengan kepemimpinan, dengan adanya kepemimpinan yang baik maka kualitas manajerial akan dianggap baik dan berkualitas. Hal ini mengindikasikan bahwa ketika manajemennya baik dan berkualiats, maka secara langsung mempunyai hubunganyang erat dengan tingkat kualitas kepemimpinan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa manajemen terkait dengan kepemimpinan. Maka dapat diambil pokok pikiran bahwa inti dari manajemen adalah kepemimpinan.
Kepemimpinan akan berjalan dengan baik ketika ada hubungan baik antara atasan dengan bawahan, antara sesama karyawan. Pemimpin yang baik, apabila hubungan sudah terjalin dengan baik maka kepemimpinan seseorang akan baik. Sebaliknya jika hubungan antar sesama tidak baik, maka kepemimpinannya akan tidak baik. Dari hal ini dapat dicermati bahwa hubungan sesama manusia menetukan baik tidaknya dan berhasil tidaknya seorang manajer. Hubungan dimaksud tentu terkait hubungan antara aatasan dengan bawaha dan sebaliknya serta hubungan antara pemimpin dengan pihak diluar kepemimpinannya. Hubungan akan baik jika ada komunikasi yang baik dan efektif. Komunikasi akan baik jika penyampaiannya baik dan dapat dipahami dan dimengerti oleh lawan bicara. Dengan demikian komunikasi merupakan jembatan penghubung antara satu individu dengan individu lain, antara pemimpin dengan anak buahnya. Dapat juga diistilahkan meminjam istialh Asnawir-bahwa komunikasi adalah “olinya” pergaulan. Maksudnya adalah jika komunikasi lancar maka pergaulan juga akan lancar. Hubungan antara atasan dan bawah akan terbangun dengan jika atasan memberi perhatian yang baik sesuai dengan kebutuhan dan prestasi yang diperoleh oleh bawahannya.
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mempunyai rasa empati terhadap bahawannya. Sikap ini hendaknya dimiliki oleh pemimpin dalam rangka menjaga hubungan baik dengan karyawannya. Dengan adanya rasa empati dan mau mendengar kesulitan bawahan di mungkinkan seorang pemimpin berbuat yang terbaik utnuk karyawannya. Di sisi lain, karyawan tersebut juga akan berbuat yang terbaik untuk kemajuan organisasinya. Rasa empati yang tulus akan menyejukkan bagi bawahan. Setelah bawahan merasa aman dan terlindungai maka keadaan ini akan menjadi modal yang hebat bagi pemimpin terutama dalam mengefektifkan berbagai program dan perintah kepada bawahannya.
Dalam hubungannya dengan sama manusia yang sangat perlu menjadi perhatian adalah sikap salaing menghormatai,menghargai, yang kesemua itu dalam islam termasuk bagian dari akhlak mulia. Dengan demikian untuk mendapatkan hubungan baik dengan sesama manusia kuncinya adalah bersikap dan bertingkah laku muliaatau berakhlak mulia. Dengan akhlak yang baik, maka seseorang akan mampu bergaul dengan sesama manusia tanpa ada halangan apapun. Di sisi lain, seorang pemimpin yang ingin suskses dalam hubungannya dengan bawahan hendaknya mempertajam kecerdasan intelektual, emosional dan kecerdasan spiritual, dengan memaksimalkan ketiga kecerdasan tersebut maka peluang besar akan didapatkan oleh seoran pemimpin dalam hubungannya dengan bawahan dan dan pihak lainnya.
Kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual hendaknya menjadi bagian dalam diri seorang pemimpin, sehingga dengan adanya kecerdasan tersebut ia mampu melakukan hubungan yang baik dengan semua kalangan. kalau hal tersebut ada dalam diri seorang pemimpin maka, maka pemimpin tersebut masuk pada jajaran manusia unggul. Dengan mencemati uraian tersebut dapat dipahami bahwa inti human relation terletak pada manusia itu sendiri, jika manusia mampu membawa diri, dan mampu mengasah diri menjadi manusia unggul, manusia paripurna, maka human relation akan berjalan dengan baik, adanya human relation berjalan baik karena adanya manusia. Manusia dalam kontek ini adalah manusia yang mempunyai kualitas. Kualitas manusia dapat ditingkatkan dengan pendidikan.
Dengan demikian alur pemikiran yang dapat dikemukakan adalah bahwa inti dari administrasi adalah manajemen, dan inti dari manajemen adalah kepemimpinan, sedangkan inti dari kepemimpinan adalah human relation, dan intidari human relation adalah man/ manusia.

“The Six M” Menurut George R Terry

“The six M” harus di kuasai oleh para manajer atau yang akan menjadi manajer. Keenam hal tersebut harus dikuasai dan dilakukan oelh seorang administrator. Jika hal tersebut tidak dilakukan maka akan terjadi kemandekan dan kemunduran dalam organisasi yang di pimpinnya. Di sisi lain tujuan yang ingin dicapai tidak sesuai dengan aharaan karena tidak mendayagunakan keenam hal tersebut. Untuk itu perlu seorang manajer memahami dan mengetahu keenam hal tersebut agar dalam melakukan manajerial tidak menagalami gangguan, dan tujuan organisasi tercapai sesuai keinginan.
Untuk memahami kenam hal tersebut akan uraikan sebagai berikut. Pertama, seorang pemimpin harus mampu mengatur manusia (Man). Seorang pemimpin dituntut untuk mampu mempengaruhi dan mengatur bawahannya. Dengan demikian perlu seorang pemimpin memahami psikologi manusia, psikologi massa, komunikasi masa. Dengan bekal pengetahuan tersebut diharapkan seorang manajer atau calon manajer mampu mengatur bawahannya. Di sisi lain, agar pemimpin mampu mengatur dirinya, pemimpin harus mempunyai pengetahuan dan belajar secara terus menerus, sehingga kalau terjadi Sesutu masalah seoarng pemimpin mampu memberikan solusi yang tepat. Manusia dalam kehidupannya dipengaruhi oleh situasi dan kondisi dan domestic.
Sebagai makhluk di ala mini sudah pasti manusia akan dipengaruhioleh lingkungannya, situasi yang mengitarinya, disisi lain manusia juga dipengaruhi leh situasi dan kondisi yang ada pada dirinya sendiri. Tidak itu saja manusia juga dipengaruhi oleh situasi domestic, situasi dalam negeri. Kesemua pengaruh tersebut sedikit banyak akan memberi pengaruh dalam diri seseorang, pekerjaannya pun akan terpengaruh jika kondisi seseorang sedang sakit, situasi lingkungan tidak aman, atau situasi domestic tidak aman, sudah tentu semua itu akan memberi dampak kurang baik terhadap kaulitas kerja.sebagai pemimpin yang arif dan bijak hendaknya menyadari bahwa kondisi anak buahnya setiap saat akan berubah sesuai dengan pengaruh yang ada disekitarnya. Kedua, materi pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu mengelola materi yang dimilikinya, menjaga, memelihara dan kalau perlu memperbaiki, dan bila perlu kalau ada yang sudah usang diganti dengan yng baru.
Mengelola materi yang dipunyai merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh seorang manajer. Ketiga, mampu mengelola perelatan. Seorang manajer yang hebat dan berkualiats mengetahui makna dan manfaat dari mesin, peralatan elektronik, visual, audio,computer, dan elektronik lainnya. Adanya peralatan tersebut sangat membantu mempermudah kerja karyawan dan bahkan dirinya dalam mengatur anak buahnya. Adanya alat elektronik memperingan tugas-tugas manusia. Meskipun benda mati mesinmesin tersebut membutuhkan perawatan dan peremajaan. Adanya perawatan dan peremajaan akan memungkinkan kerja manajerial dan aktifitas lainnya akan terbantu dan terlaksana sesuai harapan, di sisi lain, adanya alat yang baru dan canggih akan mempercepat kerja, kerja menjadi efektif dan efesien.
Keempat, pemimpin atau manajer harus mempunyai banyak metode dalam mengatur dan memrintah adank buahnya, dalam manjerialnya seorang manajer hndaknya tidak hanya terfokus kepada satu metode, tetapi iedalnya seorang manajer harus memiliki sebanyak mungkin metode, atau cara-cara menghadapi bawahannya. Pemimpin atau manajer yang baik adalam manajer yang kaya metode. Manajer harus mempunyai banyak metode untuk memotivasi anak buahnya. Adanya banyak metode dalam memberi motivasi, maka kemungkinan berhasil lebih besar.untuk manajer hendaknya menjadi ruh pengerak jalanya organisasi yang dipimpinnya.
Kelima, manajer harus mampu megelola keuangan. Mengelola keuangan penting, pentingnya mengelolan keuangan Agar penggunaan unag sesuai dengan alokasi yang telah disepakati dan direncanakan.jika uang tidak dikelola dengan baik, maka jalannya sebuah sebuah organisasi akan terganggu. Manajer yang tidak mampu mengelola keuangan dengan baik aan terjebak kepada penyelewengan dan penyalahgunaan keuangan oleh bawahan.dan pada akhirnya manajer akan rugi sendiri. Di sisi lain, ketika uang tidak dikelola dengan baik, maka segala pendaan yang mungkin timbul dariperencanaan sebelumnya tidak adapat terpenuhi karena tidak ada anggaran untuk itu.
Keenam, manajer harus mampu mengelola pasar, manajer hendaknya mengetahui dunia marketing. Mengelola pasar menjadi bagin penting bagi pemimpin dalam ranga menjual produk yang dibuatnya. Pemimpin yang tidak memahami pasar akn selalu merugai, pemimpin sebuah institusi jika tidak mampu menjual produk dari institusinya amak institusi yang ia pimpin tidak akan dikenal orang bahkan dianggap tidak ada. Dengan demikian seorang pemimpin harus mampu menjual produk yang ia buat sekaligus mampu mencari celah market yang baik untuk kelangsungan institusi yang ia pimpin. Market identik dengan menjual jasa atau produk, kalau dalam pendidikan bagaimana pendidikan itu dikenal dan diakui sebagai institusi yang mampu menampung aspirasi dan kebutuhan masyarakat.
Pentingnya Guru dan pelaksana pendidikan mengetahui administrasi pendidikan karena dengan adanay adminsitrasi maka guru dan pelaksana pendidikan akan focus dalam bekerja, dengan adanya administrasi mereka dapat bekerja secara terarah, tersusun dan terencana. Dengan adanya administrasi guru dan orang-orang yagn terkait di dalamnya mampu mengetahui dan mengukur tingkat keberhasilan merekadalam bekerja dan berbuat dalam pengelolaan pendidikan. Keuntungan yang akan didapat diantaranya adalah dapat memberi arah kerja yang jelas sehingga memotivasi guru dan pengelola focus terhadap usaha untuk mencapai tujuan. Di sisi lain dengan mengetahui adminsitrasi pendidikan, guru dan pelaksana pendidikan dapat merencanakan berbagai hal yang dibutuhkan dalam menunjang keberhasilan tujuan pendidikan, lebih dari itu setelah proses pelaksanaan berjalan, kegiatan tersebut dapat diukur tingkat keberhasilan dan kegagalannya. Manfaat lainnya adalah untuk meningkatkan efesiensi dan efektifitas kerja dan operasional pendidikan dalam rangka mencapai tujuan.

2. Jawaban Soal Nomor Dua
Sentralisasi adalah seeluruh wewenang terpusat pada pemerintah pusat. Daerah tinggal menunggu instruksi dari pusat untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan yang telah digariskan menurut UU. Menurut ekonomi manajemen sentralisasi adalah memusatkan semua wewenang kepada sejumlah kecil manager atau yang berada di suatu puncak pada sebuah struktur organisasi. Sentralisasi banyak digunakan pemerintah sebelum otonomi daerah. Kelemahan sistem sentralisasi adalah dimana sebuah kebijakan dan keputusan pemerintah daerah dihasilkan oleh orang-orang yang berada di pemerintah pusat sehingga waktu untuk memutuskan suatu hal menjadi lebih lama.
Desentralisasi pendidikan yang berimplikasi pada otonomi sekolah ternyata mendapat tafsiran yang cukup beragam, baik dari kalangan birokrat pendidikan, praktisi pendidikan, maupun para stakeholders. Bahkan, di daerah rintisan manajemen berbasis sekolah (MBS) yang didanai UNESCO-Unicef pun ada multitafsir tentang otonomi sekolah. Padahal di situ dikembangkan pilar-pilar MBS yang muaranya pada otonomi sekolah. Ada beberapa tafsir yang dapat diidentifikasi dari pemahaman masyarakat terhadap otonomi sekolah. Pertama, tafsir yang cukup elegan karena berangkat dari pemahaman teoretis, yang didukung oleh sejumlah analisis para pakar pendidikan mengenai pentingnya otonomi sekolah. Tafsir ini melahirkan kinerja kepala sekolah dan guru serta Komite Sekolah yang benar-benar mengagumkan. Kepala sekolah dan guru dapat bersinergi secara cantik dengan Komite Sekolah. Bahkan, karena kepiawaian kepala sekolah dan Komite Sekolah, mereka dapat menggerakkan partisipasi masyarakat terhadap pendidikan. Kedua, tafsir yang masih setengah hati. Otonomi sekolah yang digulirkan seluas-luasnya ditangkap oleh sebagian birokrat dan praktisi pendidikan sebagai sesuatu yang utuh. Dalam beberapa hal otonomi sekolah sudah berjalan, tetapi dalam hal lain masih belum. Evaluasi belajar pada semester pertama yang diserahkan sepenuhnya kepada sekolah, misalnya, ternyata masih diadakan dengan model kelompok. Artinya, ada satu kecamatan menyelenggarakan evaluasi dengan soal yang sama, ada pula yang satu gugus. Alasannya untuk meringankan biaya pelaksanaan evaluasi belajar.
Desentralisasi adalah pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan kebijakan kepada manajer atau orang-orang pada level bawah pada suatu suatu organisasi. Pada sistem pemerintahan yang terbaru tidak lagi menerapkan sistem pemerintahan sentralisasi, melainkan sistem otonomi daerah atau otda yang memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengambil kebijakan yang tadinya diputuskan seluruhnya oleh pemerintah pusat. Kelebihan sistem ini adalah sebagian keputusan dan kebijakan yang ada di daerah dapat diputuskan di daerah tanpa campur tangan pemerintah pusat. Namun kekurangan dari sistem ini adalah pada daerah khusus, euforia yang berlebihan dimana wewenang itu hanya menguntungkan pihak tertentu atau golongan serta dipergunakan untuk mengeruk keuntungan para oknum atau pribadi. Hal ini terjadi karena sulit dikontrol oleh pemerinah pusat.
Desentralisasi pendidikan suatu keharusan Rontoknya nilai-nilai otokrasi Orde Baru telah melahirkan suatu visi yang baru mengenai kehidupan masyrakat yang lebih sejahtera ialah pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia, hak politik, dan hak asasi masyarakat (civil rights). Kita ingin membangun suatu masyarakat baru yaitu masyarakat demokrasi yang mengakui akan kebebasan individu yang bertanggungjawab. Pada masa orde baru hak-hak tersebut dirampas oleh pemerintah. Keadaan ini telah melahirkan suatu pemerintah yang tersebut dan otoriter sehingga tidak mengakui akan hak-hak daerah. Kekayaan nasional, kekayaan daerah telah dieksploitasi untuk kepentingan segelintir elite politik. Kejadian yang terjadi berpuluh tahun telah melahirkan suatu rasa curiga dan sikap tidak percaya kepada pemerintah. Lahirlah gerakan separtisme yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, desentralisasi atau otonomi daerah merupakan salah satu tuntutan era reformasi. Termasuk di dalam tuntutan otonomi daerah ialah desentralisasi pendidikan nasional.
Ada tiga hal yang berkaitan dengan urgensi desentralisasi pendidikan yaitu pembangunan masyarakat demokrasi, pengembangan sosial capital, dan peningkatan daya saing bangsa ( H.A.R Tialar, 2002). Desentralisasi adalah suatu sistem sebagai proses otoritas pengambilan keputusan untuk fungsi tertentu dan kuasa yang didelegasikan dari pusat ke daerah atau dari penguasan tertinggi kepda penguasa yang lebih rendah'. Karenanya, ada suatu pengertian suatu mengubah power-base berhubungan kepada konsep desentralisasi. bagaimanapun, desentralisasi menyiratkan kekuasaan digeser kepada unit ' paling rendah' yang mana, di dalam kasus pendidikan, biasanya mempertimbangkan perguruan tinggi atau sekolah, apalagi di perguruan tinggi atau sekolah individu, kuasa mungkin dijaga oleh prinsip dengan tidak ada kuasa diserahkan lain di institusi itu.
Desentralisasi bermaksud menyerahkan kekuasaan kepada daerah, berpindahnya pengambilan keputusan bidang pendidikan dan kekuasaan berhubungan dengan pengambilan dari pusat kepada kepada pemerintah daerah; memahami desentralisasi dalam praktek melalui identifikasi dan pertimbangan dari studi kasus in ternasional yang berbeda berdebat hubungan antara peningkatan sekolah dan otonomi kelembagaan. variasi terminologi pada hakekatnya dihubungkan untuk melihat hasil dari desentralisasi itu sendiri. menurut Alisjahbana menyatakan bahwa desentralisasi pendidikan ini secara konseptual dibagi menjadi dua jenis. Pertama, desentralisasi kewenangan di sektor pendidikan. Desentralisasi lebih kepada kebijakan pendidikan dan aspek pendanaannya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Kedua, desentralisasi pendidikan dengan fokus pada pemberian kewenangan yang lebih besar di tingkat sekolah. Konsep pertama berkaitan dengan desentralisasi penyelenggaraan pemerintahan dari pusat ke daerah sebagai bagian demokratisasi. Konsep kedua lebih focus mengenai pemberian kewenangan yang lebih besar kepada manajemen di tingkat sekolah untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Dua hal ini mungkin sekali pelaksanaannya tergantung situasi kondisinya. Walaupun evaluasi mengisyaratkan belum optimalnya pendidikan Indonesia di bawah kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tersebut, yakni masih berkisar pada tataran desentralisasi pendidikan dengan model pertama, yang merupakan bagian dari desentralisasi politik dan fiskal (financing terhadap pendidikan regional), akan tetapi peningkatan kualitas proses belajar mengajar dan kualitas dari hasil proses belajar mengajar tersebut diharapkan juga berlangsung.
Untuk itulah partisipasi orang tua, masyarakat, dan guru sangat penting untuk mereformasi pendidikan ini, selain memecahkan masalah finansial melalui langkah-langkah yang diformulasi pemerintah baik pusat maupun daerah. Reformulasi konsep pendidikan dan rekonstruksi fondasi pendidikan nasional, utamanya menyangkut hak-hak pendidikan masyarakat dan nilai-nilai dasar pendidikan saat ini mutlak untuk dipikirkan (rethinking) dan direaktualisasi.
Salah satu konsepnya adalah Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang mulai diimplementasikan pada sekolah-sekolah dasar dan menengah di beberapa provinsi, mungkin juga konsep pendidikan "masyarakat belajar" bagi masyarakat akademis seperti digagas Murbandono Hs (1999) yang menurutnya bukanlah utopia. Dengan demikian dalam konteks ini, kebijakan otonomi daerah (melalui diterbitkannya UU No. 32 tahun 2004 dan UU No.33 tahun 2004) dan desentralisasi pendidikan dalam rangka perbaikan pendidikan ini sangat perlu dan mendesak. Berhubung keran demokrasi dan demokratisasi begitu membahana pada masa reformasi sekarang ini, maka reformasi pendidikan mutlak bagi bangsa ini dan dapat segera diwujudkan menyusul semakin pentingnya sektor pendidikan dijadikan prioritas utama pembangunan, dimana pembiayaan dan kewenangan menjadi focus utama dalam reformasi pendidikan tekait dengan desentralisasi pendidikan di era otonomi daerah saat ini.

Pengelolaan pendidikan yang baik akan menghasilkan Indonesia yang baru. Desentralisasi pendidikan merupakan suatu keharusan jika kita ingin cepat mengejar ketertinggalan dari bangsa lain. Melalui pendidkan yang demokratis akan melahirkan masyarakat yang kritis dan bertanggung jawab. Masyarakat yang demokratis akan mampu menciptakan masyarakat madani yaitu masyarakat yang berbudaya tinggi yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan yang mana sangat menghargai hak-hak asasi manusia. Desentralisasi pendidikan perlu dijaga dari kemungkinan terjadi hal-hal negatif seperti desentralisasi kebablasan, misalnya penyerahan tanggung jawab pendidikan kepada daerah for the sake of autonomy. Apabila penyerahan wewenang tersebut hanyalah sekadar memindahkan birokrasi pendidikan dan sentralisasi pendidikan di tingkat daerah, maka desnralisasi tersebut akan mempunyai nasib yang sama sebagaimana yang kita kenal pada masa orde baru.
Dekonsentrasi merupakan gabungan antara sentralisasi dengan desentralisasi, dengan demikian segalakegiatan desentralisasi dan sentralisasi digabung dalam konsep dekonsentrasi. Antara pusat dan daerah secara bersama-sama melakukan adminsitrasi, pusat dan daerah sama-sama melakukan pengelolaan administrasi.

Otonomi menurut UU no 22/1999 tentang otonomi daerah adalah pelimpahan wewenang kepada daerah untuk mengurusi daerahnya ssesuai dengan UU dalam kerangka NKRI. Menurut ekonomi Manajemen dalam otonomi daerah pengambilan keputusan-keputusan dipangkas, cukup di tingkat daerah sehingga menghemat energi dan biaya. Berdasarkan pada UU no 22/1999, prinsip-prinsip pelaksanaan otonomi daearah sebagai sebagai berikut:
1. Pelaksanaan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek-aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah.
2. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggungjawab.
3. Pelaksanaan otonomi luas berada pada daerah tingkat kabupaten dan kota, sedangkan pada tingkat propinsi otonomi terbatas.
4. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara, sehingga tetap terjaga hubungan yang serasi antar pusat dan daerah serta antar daerah.
5. Pelaksanaan otonomi daerah harus meningkatkan kemandirian daerah otonom, dan karenanya dalam wilayah kabupaten dan kota tidak ada lagi wilayah administrasi.
6. Kawasan khusus yang dibina oleh pemerintah seperti atau pihak lain seperti Badan otorita, kawasan pelabuhan, kawasan pertambangan, kawasan kehutanan, kawasan perkotaan baru, kawasan wisata dan semacamnyaberlaku ketentuan peraturan daerah otonom.
7. Pelaksanaan otonomi daerah lebih meningkatkan peranan dan fungsi legislatif daerah, baik sebagai fungsi legislasi,fungsi pengawas maupun sebagai fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintah daerah.
8. Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi dalam kedudukan sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan tertentu yang dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah.
9. Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan tidak hanya dari pemerintah daerah kepada desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan tugas tersebut kepada yang memberi tugas.
Kelemahan sentralisasi
Kelemahaa Sentralisasi dalah administrasi bersifat ororiter, terjadi penyeragam pendidikan, organisasi berjalan kaku, terjadi komunikasi yang berbelit-belit, terjadi pengawasan secara sentral, sehingga ada ekmungkinan menghalangi kreatifitas daerah. Kelemahan otonomi adalah sebagai berikut: persepsi yang tidak sama tentang kewenangan, pembentukan lembaga daerah yang tidak proprosioanl dengan kegiatan dan kewenangannya, penempatan personel cenderung mengarah kedaerahisme dan tidak berdasarkan kualitas dan profesionalisme, tidak tercermin prioritas pembangunan pendidikan sumber daya propinsi, kabupatendan kota.
Kelemahan desentralisasi,
1. Meningkatnya kesenjangan anggaran pendidikan antara daerah,antar sekolah antar individu warga masyarakat.
2. Keterbatasan kemampuan keuangan daerah dan masyarakat (orang tua) menjadikan jumlah anggaran belanja sekolah akan menurundari waktu sebelumnya,sehingga akan menurunkan motivasi dan kreatifitas tenaga kependidikan di sekolahuntuk melakukan pembaruan.
3. Biaya administrasi di sekolah meningkat karena prioritas anggarandi alokasikan untuk menutup biaya administrasi, dan sisanya baru didistribusikan ke sekolah.
4. Kebijakan pemerintah daerah yang tidak memperioritaskan pendidikan, secara kumulatif berpotendsi akan menurunkan pendidikan.
5. Penggunaan otoritas masyarakat yang belum tentu memahamisepenuhnya permasalahandan pengelolaan pendidikan yang pada akhirnya akan menurunkan mutu pendidikan.
6. Kesenjangan sumber daya pendidikan yang tajam di karenakan perbedaan potensi daerah yang berbeda-beda. Mengakibatkan kesenjangan mutu pendidikan serta melahirkan kecemburuan sosial.
7. Terjadinya pemindahan borok-borok pengelolaan pendidikan dari pusat ke daerah.
Keuntungan Desentralisasi, Sentralisasi dan Dekosentrasi
Diantara keuntungan desentralisasi adalah pelaksaan pendidikan dana pengajaran dapat disesuaikan dengan keadaan daerah dan kebutuhan setempat, adanya persaingan yang sehat anatar daerah atau wilayah, sehingga masing-masin terpicu untuk berlomba meningkatkan kualitas pendidikan di daerah masing-masing, kepala sekolah, guru dan pelaksana pendidikan akan bekerja sebaik mungkin. Keuntungan sentralisasi adalah adanya kejelasan tugas dan wewenang dalam pengelolaan administrasi pendidikan, gmulai dari penentuan kebijakan, perencanaan, penentuan struktru dan personalia, urusan kepegawaian penyelenggaraan pembangunan sekolah, penentuan kurikulum, penyelenggaraan ujian, dan lain sebagainya. Keuntungan dekonsentrai sama dengan keuntungan yang ada pada dsentralisasi dan sentralisasi, karena konsep dekosentrasi merupakan gabungan dari konsep sentralisasi dan desentralisasi.

Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat
Undang-undang Republik Indonesia no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional tentang peran serta masyarakat dalam pendidikan yang tertuang pada pasal 54 ayat (1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profisi, pengusaha dan organisasi kemasyarakatan dalam menyelenggarakan dan pengendalian mutu pada satuan pendidikan. Ayat (2) masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber pelaksanaan dan pengguna hasil pendidikan.
Demikian pula pendidikan berbasis masyarakat sebagaimana yang tertuag pada pasal 55 ayat (1) masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan non formal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial dan budaya untuk kepentingan masyarakat ayat (2) penyelenggaraan pendidikan berbasis mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standard nasional pendidikan. Ayat (3) Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggaraan, masyarakat, pemerintah, pemerintah daerah dan / atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; ayat (4) lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan tekhnis, subsidi dana dan sumbe daya lain secara adil dan merata dari pemerintah dan / atau pemerintah daerah.
Dalam pelaksanaan konsep pendidikan berbasis masyarakat (PBM) tersebut ada tiga pokok catatan yang perlu menjadi perhatian penerapan tersebut di madrasah. Pertama, kemampuan ekonomi masyarakat pendukung madrasah masih lemah. Kedua, madrasah terutama madrasah swasta, di naungi oleh yayasan yang acap kali berkultur sangat kaku dan cenderung otoriter. Yayasan berlaku sebagai pemegang otoritas dalam pengelolaan madrasah dalam arti yang luas. Ketiga, para pengelola madrasah kurang memahami secara mendalam dan luas peran serta fungsi mereka. Jelas bahwa mau tidak mau, keterlibatan masyarakat menjadi hal yang tidak dapat di nafikan, bahkan keterlibatan mereka menjadi sangat penting demi kemajuan sekolah. Karena peran masayarakat sangat penting dalam pendidikan.
Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat merupakan impelementasi dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat (Sihombing, U., 2001). Dari konsep di atas dapat dinyatakan bahwa Pendidikan Berbasis Masyarakat adalah pendidikan yang dikelola oleh masyarakat dengan memanfaatkan fasilitas yang ada di masyarakat dan menekankan pentingnya partisipasi masyarakat pada setiap kegiatan belajar serta bertujuan untuk menjawab kebutuhan masyarakat. Konsep dan praktek PBM tersebut adalah untuk mewujudkan masyarakat yang cerdas, terampil, mandiri dan memiliki daya saing dengan melakukan program belajar yang sesuai kebutuhan masyarakat.
Dengan demikian tenaga pendidikan (pihak-pihak terkait) harus melakukan akuntabilitas (pertanggungjawaban) kepada masyarakat. Menurut Sagala, S., 2004 akuntabilitas dapat mengembangkan persatuan bangsa serta menjawab kebutuhan akan pendidikan bagi masyarakat. Pengembangan akuntabilitas terhadap masyarakat akan menumbuhkan inovasi dan otonomi dan menjadikan pendidikan berbasis pada masyarakat (community based education). Untuk mewujudkan output pendidikan yang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat dibutuhkan pendidikan yang bermutu. Apabila kita lihat mutu pendidikan di negara kita saat ini masih menghadapi beberapa problematika. Salah satu problematika pendidikan di Indonesia adalah keterbatasan anggaran dan sarana pendidikan, sehingga kinerja pendidikan tidak berjalan dengan optimal. Persoalan tersebut menjadi lebih komplek jika kita kaitkan dengan penumpukan lulusan karena tidak terserap oleh masyarakat atau dunia kerja karena rendahnya kompetensi mereka.
Mutu dan hasil pendidikan tidak memenuhui harapan dan kebutuhan masyarakat atau mempunyai daya saing yang rendah. Indikator yang menunjukkan rendahnya mutu hasil pendidikan kita adalah kepekaan sosial alumni sistem pendidikan terhadap persoalan masyarakat yang seharusnya menjadi konsen utama mereka, Salah satu platform penting lain yang juga diadopsi dalam rangka reformasi Pendidikan nasional adalah pengembangan Pendidikan berbasiskan Masyarakat ( Community Based Education). Tujuan pengembangan platform Pendidikan berbasis Masyarakat ini, adalah sebagai berikut (1) membantu pemerintah dalam mobilisasi sumber daya manusia setempat dan dari luar serta meningkatkan peranan Masyarkat untuk mengambil bagian lebih besar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi Pendidikan disemua jenjang, jenis dan jalur Pendidikan (2) Mendorong perubahan sikap dan persepsi Masyarakat terhadap rasa kepemilikan sekolah, tanggung jawab kemitraan, toleransi dan kesediaan menerima sosial budaya. (3) Mendukung inisiatif pemerintah dalam meningkatkan dukungan Masyarkat terhadap sekolah, khususnya orang tua dan anggota Masyarkat lainnya melalui kebijakan desentralisasi. (4) Mendukung peranan Masyarakat mengembangkan inovasi kelembagaan untuk melengkapi, meningkatkan, dan mensinergikan dengan peran sekolah, dan untuk meningkatkan mutu dan relevansi, membuka kesempatan lebih besar dalam memperoleh Pendidikan. Implementasi Pendidikan Berbasis Masyarakat Lembaga Pendidikan berbasis Masyarakat pada jalur pendidikan formal dan non formal dapat memperoleh bantuan teknis, Subsidi dana dan Sumber daya lain yang tata cara mengenai bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lainnya tersebut diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri. (1) Bantuan teknis, yaitu penyelenggaraan pendidikan formal dan nonformal berbasis masyarakat dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat berupa bantuan tenaga ahli serta pendidikan atau pelatihan pendidik dan tenaga kependidikan. (2) Subsidi dana penyelenggaraan pendidikan formal dan nonformal berbasis masyarakat yang bersumber dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah berupa biaya operasi. (3) Sumber daya lain dalam penyelenggaraan pendidikan formal dan nonformal berbasis masyarakat dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat berupa pengadaan pendidik dan tenaga kependidikan, saran dan prasarana.

Konsep Manajemen Berbasis Sekolah(MBS)
Manajemen berbasis sekolah pada intinya adalah memberikan kewenangan terhadap sekolah untuk melakukan pengelolaan dan perbaikan kualitassecara terus menerus. Dapat juga dikatakan bahwa manajemen berbasis sekolah pada hakikatnya adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan (stakeholder) yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Tujuan MBS adalah untuk mewujudkan kemerdekaan pemerintah daerah dalam mengelola pendidikan. Dengan demikian peran pemerintah pusat akan berkurang. Sekolah diberi hak otonom untuk menentukan nasibnya sendiri. Paling tidak ada tiga tujuan dilaksanakannya MBS peningkatan efesiensi, peningkatan mutu, peningkatan pemerataan pendidikan. Dengan adanya MBS diharapkan akan memberi peluang dan kesempatan kepada kepala sekolah, guru dan siswa untuk melakukan inovasi pendidikan. Dengan adanya MBS maka ada beberapa keuntugan dalam pendidikan yaitu, kebijakan dan kewenangan sekolah mengarah langsung kepada siswa, orang tua dan guru, sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal, pembinaan peserta didik dapat dilakukan secara efektif, dapat mengajak semua pihak untuk memajukan dan meningkatkan pelaksanaan pendidikan.
Kurikulum Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan(KTSP).
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kebijakan ini berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23/2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dan Peraturan Menteri No. 22/2006 tentang Standar Isi
untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Pada tahun 2010 seluruh
sekolah harus sudah melaksanakan KTSP. Pelaksananan KTSP secara penuh
diharapkan mulai tahun ajaran 2007.
Permendiknas KTSP ditandatangani pada 23 Mei 2006 dan berlaku bagi sekolah
standar nasional maupun sekolah nasional berstandar internasional. Perlu ditegaskan bahwasanya standar pendidikan tidak sama dengan kurikulum. Standar nasional itu meliputi delapan hal, yaitu standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Kini masing-masing sekolah
bisa membuat silabus, kurikulum, dan indikator-indikatornya sendiri, bahkan kepala dinas tidak boleh ikut campur dalam pengembangan KTSP sekolah.
Beberapa ciri terpenting dari KTSP adalah sebagai berikut. Pertama, KTSP
menganut prinsip fleksibilitas. Setiap sekolah diberi kebebasan menambah empat jam pelajaran tambahan per minggu, yang bisa diisi dengan apa saja baik yang wajib atau muatan lokal. Namun fleksibilitas ini mesti diimbangi dengan potensi sekolah masingmasing serta pemenuhan standar isi seperti digariskan Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP). Standar adalah kualitas minimum yang mesti dicapai. Sementara itu, potensi adalah tersedianya SDM dan (pra)sarana yang memadai untuk menyelenggarakan pelajaran tambahan itu. Kedua, KTSP membutuhkan pemahaman dan keinginan sekolah untuk mengubah kebiasaan lama yakni kebergantungan pada birokrat. Peluang bagi sekolah untuk mengurus sendiri tidak hanya untuk manajemen sekolah, tetapi juga rutinitas akademis. Ini perlu waktu lama, karena selama ini sekolah
terbiasa diatur oleh pemerintah. KTSP dikembangkan melalui beberapa hal, antara lain sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, kondisi
sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik. Ketiga, guru kreatif dan siswa aktif. Kurikulum 1994 menghendaki guru lebih kreatif, namun aktivitas guru sebatas mengajarkan apa yang sudah ditetapkan dalam kurikulum. Sementara dalam Kurikulum 2004 atau Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), siswa dituntut lebih kreatif. Guru harus bisa "memaksa" siswa untuk memberi feedback dalam setiap pembelajaran. KTSP
menggabungkan keduanya. Wajar jika mereka yang belum sempat melaksanakan
KBK mendapat kesulitan dalam melaksanakan KTSP.
Keempat, KTSP dikembangkan dengan menganut prinsip diversifikasi. Artinya,
dalam kurikulum ini standar isi dan standar kompetensi lulusan yang dibuat
BSNP itu dijabarkan dengan memasukkan muatan lokal, yakni lokal provinsi,
lokal kabupaten/kota, dan lokal sekolah.Dengan demikian, sekolah akan
berperan sebagai makelar kearifan lokal. Kegagalan kurikulum selama ini
antara lain karena penyeragaman dari Sabang sampai Merauke, padahal
masing-masing daerah berbeda potensinya, sehingga kurikulum nasional tidak
operasional. Dengan kata lain, melalui KTSP diharapkan adanya keseimbangan
antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Kelima, KTSP sejalan dengan konsep desentralisasi pendidikan dan manajemen berbasis sekolah (school-based management). Komite sekolah kini harus bersama guru dalam mengembangkan kurikulum. Selama ini guru patuh pada petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan yang disiapkan oleh birokrat Depdiknas. Sekolah dapat bermitra dengan berbagai pemangku peran (stakeholders) pendidikan, seperti industri, kerajinan, pariwisata, petani, nelayan, dan organisasi atau profesi lainnya. Para pemangku peran ini lazimnya lebih merasakan tantangan dunia sekitar yang memerlukan respon kurikuler.
Keenam, KTSP tanggap terhadap perkembangan iptek dan seni. Inilah tantangan abad sekarang ini. Tanpa antisipasi cerdas terhadap perkara ini,
kurikulum menjadi lunglai mengahadapi teknologi yang serba canggih ini. Walhasil, KTSP berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik dan lingkungan, relevan dengan kebutuhan dan kehidupan, menyeluruh dan berkesinambungan, dan mestinya sejalan dengan prinsip belajar sepanjang hayat.
Ketujuh, KTSP beragam dan terpadu. Walaupun sekolah diberi otonomi dalam pengembangannya, ujung-ujungnya ada ujian nasional(UN) juga. Seyogyanya
tidak ada persoalan bagi sekolah karena yang diujikan adalah kompetensi dasar. Dalam semangat desentralisasi pendidikan, UN penting demi pemetaan kemampuan, bukan penentu kelulusan siswa. Biarkan sekolah menentukan kriteria kelulusan masing-masing, yakni dengan menggabungkan hasil UN dengan ujian sekolah masing-masing.
Perlu ditegaskan bahwa ada sejumlah fungsi UN, antara lain: (1) diagnosis,
yakni untuk mengetahui 'penyakit' yang diderita anak didik untuk menentukan resep yang paling mujarab, (2) diferensiasi, yakni membeda-bedakan kelompok siswa demi penentuan kebijakan yang layak ditempuh, dan (3) uji kompetensi, yakni untuk mengetahui sejauh mana materi ajar dikuasai siswa. Fungsi pertama dan kedua selama ini belum betul-betul dilaksanakan dalam penyelenggaraan UN, sehingga selama ini
belum jelas langkah korektif pemerintah sebagai respons terhadap hasil UN
yang sangat beragam dari kota ke kota, bahkan dari sekolah ke sekolah. Niat pemerintah lewat BSNP memang luhur dan cerdas, namun berdasarkan
kenyataan di lapangan, tidaklah mudah untuk memberdayakan para guru lewat
KTSP ini. Ada anggapan bahwa apa pun kurikulumnya, selama guru, sekolah,
dan pengembang kurikulumnya berpikiran tradisional, kurikulum itu tidak
akan berdampak besar. Pengembang kurikulum menggonggong, guru-guru berlalu
dengan kulturnya. Aliran konstruktif menawarkan solusi untuk menyulap suasana belajar secara 'berani' dan mendobrak kejumudan kurikulum lewat tujuh ayat pendidikan sebagai berikut. Pertama, kurikulum disajikan secara utuh, yakni menekankan konsep besar, lalu diikuti konsep-konsep kecil. Artinya, guru berpegang pada tujuan instruksional umum atau TIU, dan tidak terjebak oleh hal-hal kecil, atau keterampilan-keterampilan dasar, atau tujuan instruksional khusus atau TIK.
Dalam konteks KTSP, pemahaman guru akan standar kompetensi dan standar isi adalah sebuah niscaya. Kedua, kegiatan kurikuler mengandalkan sumber-sumber data primer dan juga materi-materi buatan yang bermakna. Alam sekitar adalah data-data primer yang memiliki potensi untuk dibermaknakan. Dengan begitu, buku teks tidak lagi menjadi sumber utama sebagimana terbiasa pada kurikulum tradisional. Jadi wajar, jika KTSP tidak mesya ratkan adanya buku teks baru. Singkatnya, untuk KTSP, bukunya yang ada saja. Ketiga, siswa diperlakukan sebagai 'pemikir' muda yang belajar merumuskan teorinya sendiri ihwal dunia (baca: materi ajar). Keberanian siswa untuk bertanya dan berdebat adalah indikator keberhasilan belajar. Ini berbeda dengan kelas tradisional yang cenderung menempatkan siswa sebagai 'botol kosong' untuk diisi informasi oleh guru.
Keempat, guru mengajar secara interaktif, yakni antara lain dengan
kepandaian menerjemahkan lingkungan sekitar sehingga dapat dipahami siswa.
Ini berbeda dari guru tradisional yang cenderung berlagak didaktik dalam
menyebarkan informasi kepada siswa. Kebiasaan guru untuk mengejar target kurikuler sesuai dengan GBPP jelas tidak sejalan dengan prinsip konstruktif, sebab sebuah informasi belum tentu materi ajar yang bermakna (meaningful) dan terajarkan (teachable). Kelima, guru mencari tahu sudut pandang siswa untuk memahami kadar
pengetahuan siswa saat ini untuk dijadikan pijakan bagi pelajaran yang
akan datang. Ini berbeda dari kelas tradisional, di mana guru mencari jawaban yang benar untuk memvalidasi pembelajaran siswa. Pembelajaran konstruktivis membangun ketersambungan antara pelajaran sebelumnya dengan pelajaran selanjutnya. Dan ini hanya mungkin jika guru mengetahui sudut pandang siswa.
Keenam, siswa bekerja dalam kelompok. Ini berbeda dari kelas-kelas
tradisional di mana siswa belajar secara mandiri. Justru dalam kelompoklah mereka bersosialisasi dan berkolaborasi, sehingga secara kolektif memperoleh pencerahan lewat social reconstructivism. Bila siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil, guru dan pengembang kurikulum pun berkolaborasi dengan para pemangku peran dalam merumuskan KTSP. Jadi, siswa, guru, bahkan manajemen sekolah mengamalkan ajaran social reconstructivism. Ketujuh, penilaian pembelajaran siswa dilakukan secara terintegrasi dalam pengajaran dan dilakukan lewat observasi guru terhadap proses belajar
siswa dalam kelompoknya dan dengan mencermati portofolio siswa. Mekanisme
ini berbeda dengan pendidikan tradisional yang memisahkan penilaian dari
pembelajaran, dan terlembaga secara formal lewat tes. Dengan demikian,
keberadaan UN sebagai satu-satunya penentu kelulusan siswa memang tidak
relevan dengan semangat konstruktif.
Darai paparan tersebut jelaslah bahwa otonomi pendidikan, kemudian desentralisasi merupakan “embrio” untuk menuju otonomi pendidikan itu sendiri, embrio tersebut nantikan akan terjabar dalam konsep manajemen berbasis sekolah dan manajemen berbasis masyarakat, ridak itu “embrio” otonomi.desentralisasi akan menjadi “bayi” yang di sebut dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Dengan demikian KTSP marupakan akhir dari wujud desentralisasi pendidikan, dimana sekolah mempunyai wewenang yang besar dalam mengolah, mengelola dan memajukan sekolahnya sendiri. Sedangkan pemerintah tidak lagi banyak ikut campur daam urusan pendidikan di setiap daerah kabupaten dan kota.

3. Jabawan Soal Nomor Tiga

Menurut George R Terry fungsi dari administrasi adalah, planning, organizing, actuating, dan kontroling, (POAC). ada juga yang menyakan bahwa administrasi itu sama dengan manajemen, karena kedua adalah usaha untuk mengelola, dan didalamnya ada pekerjaan memimpin. Maka dalam tulisan ini akan menggunakan kata manajemen. Sebagaimana pendapat Goerge R terry, maka fungsi-fungsi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: perencanaan, pengorganisasian, pengerakan, dan pengawasan. Fungsi manajemen pendidikan islam secara detail akan dibahas sebagai berikut.
1. Fungsi perencanaan, perencanaan adalah sebuah proses yang dilakukan oleh seorang manajer dalam menentukan tujuan dan mengambil langkah-langkah untuk menjamin bahwa tujuan tersebut dapat dicapai. Sedangkan menurut Ramayulis perencanaan adalah langkah pertama yang harus diperhatikan oleh manajer dan para pengelola pendidikan pendidikan Islam. perencanaan merupakan hal penting yang hendaknya ada dalam manajemen pendidikan islam. perencanaan sangat perlu dan harus ada dalam pendidikan islam. jika tanpa ada perencanaan maka keberlangsungan pendidikan Islam akan terkendala. Allah memberikan arahan bahwa setiap orang beriman dan bertakwa hendaknya memperhatikan hari esoknya, memperhataikan apa rencana yang akan dilakukan untuk hari esok. Hal ini dapat dipahami dari firman Allah.
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Dari ayat tersebut tersirat bahwa setiap orang hendaknya memperhatikan apa yang telah direncanakan untuk hari esoknya. Seorang manajer hendaknya memperhatikan perencanaan yang telah dibuatnya. Dalam arti dalam manajemen pendidikan Islam perlu perencanaan dan setelah itu perlu memperhatikan apa yang telah direncanakannya. Hal ini dapat dipahami bahwa pendidikan islam membutuhkan manajemen. Dan inti darai manajemen pada hakekatnya adalah perencanaan, tanpa perencanaan atau salah dalam merencanakan pendidikan Islam akan berakibat buruk terhadap keberlangsungan pendidikan Islam. makna ini dapat dipahami dari firman Allah.
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, Maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan "salam" kepadamu: "Kamu bukan seorang mukmin" (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak. begitu jugalah Keadaan kamu dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, Maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Perencanaan dalam lembaga pendidikan Islam tidak hanya untuk memenuhi target tujuan pendidikan Islam dalam jangak tertentu, tetapi perencanaan pendidikan Islam melampaui batas duniawi. Maksudnya adalah perencanaan pendidikan Islam diarahkan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akherat. Hal ini diperkuat oleh pendapat Ramayulis, bahwa perencanaan pendidikan Islam tidak sekedar diarahkan untuk mencapai kesempurnaan kebahagiaan dunia saja ,tetapi juga kebahagiaan akherat, artinya dalam perencanaan pendidikan Islam perlu mempertimbangkan keseimbangan antara tujuan dunia dan akherat. Hal ini berdasarkan firman Allah.”Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka".

Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa tujuan orang mukmin adalah untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akherat. Permintaan ini adalah permintaan setiap mukmin, kalau ia sebagai manajer tentu ia akan mencari jalan bagaimana tugas sebagai menejer adapat dimanfaatkan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akherat. Hal ini memberi kesan bahwa dalam Islam segala perbuatan selalu diarahkan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akherat. Kebahagiaan tersebut didapatkan dengan cara membuat perencanaan yang matang dan terukur.
Ramayulis menyatakan bahwa dalam manajemen pendidikan Islam perencanaan meliputi, penentuan prioritas, penetapan tujuan, merumuskan prosedur, dan pembagian tugas kepaada individu maupun kelompok. Dari kutipan tersebut dapat dicermati bahwa manajemen perencanaan dalam pendidikan Islam menjadi penentu prioritas, memperjelas prosedur, pendelegasian yang terukur dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam manajemen pendidikan Islam perencanaan mempunyai karakteristik, karakteristik tersebut adalah suatu proses rasional, berhubungan dengan tujuan social, cara, tujuan, proses-proses dan kontrol, perencanaan dalam manajemen pendidikan Islam merupakan rancangan konseptual, dan konsep yang dibuat hendaknya bersifat dinamis dan lentur. Perencanaan dalam manajemen pendidikan, merupakan kunci keberhasilan pada suatu lembaga. Untuk itu perencanaan dalam pendidikan Islam hendaknya meliputi pengetahuan khusus seperti metode ilmiah yang menyeluruh, mengetahui nilai-nilai, dalam hal tentunya nilai-nilai keislaman, dan adanya pemahaman yang bersifat kontinuitas.
Dengan demikian dalam mananjemen pendidikan islam hendaknya memperhatikan perencanaan, karena perencanaan merupakan awal dari segala aspek yang akan dilakukan dalam manajemen pendidikan Islam, selain langkah awal perencanaan merupakan aktifitas untuk memilih berbagai alternative tindakan yang kesemua itu bermuara kepada suatu target yang harus dicapai. Asnawir menyatakan bahwa langkah-langkah dalam perencanaan adalah sebagai berikut:
a. Menentukan dan merumuskan tujuan yang hendak dicapai.
b. Meneliti masalah-masalah atau pekerjaan-pekerjaan yang akan dilakukan.
c. Masalah-masalah atau informasi-informasi yang diperlukan.
d. Menentukan tahap-tahap atau rangkaian tindakan.
e. Merumuskan bagaimana masalah-masalah tersebut akan dipecahkan dan bagaimana pekerjaan pekerjaan itu harus diselesaikan.
f. Menentukan siapa yang akan melakukan dan apa yang mempengaruhi pelaksanaan tindakan tersebut.
g. Menentukan cara bagaimana mengadakan perubahan dalam penyusunan rencana.
Dapat dipahami bahwa perencanaan dalam manajemen pendidikan merupakan kunci utama dalam aktivitas berikutnya, aktivitas lain tidak akan berjalan dengan baik, bahkan mungkin gagal jika tidak didahului oleh perencanaan, maka dalam hal ini dapat dikatakan bahwa perencanaan merupakan “ruh” manajemen. Jika tidak perencanaan, maka semua aktivitas dalam pendidikan Islam tidak akan jalan dengan baik. Sedangkan lainnya hanya bersifat menjalankan saja, meskipun demikian bagian yang lain pun mempunyai peranan yang penting dalam mewujudkan tujuan dari pendidikan Islam.
Dengan demikian manajemen pendidikan Islam hendaknya diawali dengan perencanaan yang jelas dan matang, dengan adanya perencanaan yang matang diharapkan manajemen pendidikan Islam akan berjalan dengan baik. Perencanaan dalam manajemen pendidikan Islam akan berjalan dengan baik jika memperhatikan langkah-langkah perencanaan, seperti menentukan tujuan, meneliti masalah, menentukan tahapan-tahapan, merumuskan bagaimana cara menyelesaikan masalah,menentukan siapa yang akan bertanggungjawab melaksanakan , dan mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan resiko yang akan dihadapi, mengevaluasi kegiatan yang telah dilaksanakan dan terakhir berusaha melakukan perubahan setelah dilakukan evaluasi.
2. Pengorganisasian
Asnawir menyatakan bahwa pengorganisasian adalah aktivitas penyusunan, pembentukan hubungan kerja antara orang-orang sehingga terwujud suatu kesatuan usaha dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Akitivitas mengumpulkan segala tenaga untuk membentuk suatu kekuatan baru dalam rangka mencapai tujuan merupakan kegiatan dalam manajemen, karena pada dasarnya mengatur segala sesuatu yang ada dalam sebuah organisasi maupun suatu lembaga adalah kegiatan pengorganisasian. Kegiatan menyusun berbagai elemen dalam sebuah lembaga pendidikan maupun instansi merupakan kegiatan manajemen yang secara khusus disebut sebagai pengorganisasian, hal ini makin memperjelas bahwa di antara fungsi manajemen adalah menyusun dan membentuk berbagai hubungan kerja dari berbagai unit untuk menjadi sebuah tim yang solid, dari tim yang solid akan memberi kekuatan. Apabila terjadi kesatuan kekuatan dari berbagai elemen sistem untuk mencapai tujuan dalam lembaga maupun organisasi maka manajemen dianggap berhasil. Karena telah mampu menyatukan semua elemen dalam sistem untuk mewujudkan tujuan bersama. Dalam Al-Quran Allah telah memberikan kunci dalam manajemen yaitu untuk bersatu. Adanya kesatuan sistem akan memberi peluang besar untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini dapat dipahami dari firman Allah berikut ini:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam. Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”
Ramayulis menyatakan pengorganisasian dalam manajemen sebagai upaya penetapan struktur peran-peran dengan cara membuat konsep-konsep kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mewujudkan tujuan. Hal ini makin memperjelas posisi pengorganisasin dalam manajemen, konsep pengorganisasian tersebut secara jelas memberikan gambaran bahwa dalam manajemen ada upaya untuk melakukan peran-peran yang berbeda dalam rangka mewujudkan tujuan bersama, meskipun berbeda-beda dalam peran tetapi kesemua peran dan aktivitas tersebut bermuara kepada satu tujuan yaitu pencapaian target-target yang telah disepakati sebelumnya. Pencapaian target-target tersebut merupakan aktualisasi darai konsep-konsep yang telah direncanakan sebelumnya. Hal ini memberi pemahaman bahwa ada semacam gerakan aktif dan berkesinambungan berbagai unsur di dalam lembaga, organisasi maupun institusi untuk melakukan berbagai kegiatan yang terstruktur dan tertata rapi, sehingga terjalin keterkaitan yang saling mendukung untuk mewujudkan hasil akhir, hasil akhir tersebut adalah tujuan.
Ramayulis menyatakan bahwa dalam penetapan berbagai aktivitas untuk mencapai tujuan bersama, dengan rincian-rinciannya, baik berupa tugas-tugas tertentu, pendelegasian wewenang, informasi-informasi horizontal maupun vertikal merupakan kegiatan pengorganisasian. Kegiatan-kegiatan tersebut mengindikasikan kebersamaan yang saling menentukan satu dengan lainnya. Kegiatan yang dilakukan membentuk lingkaran kebersatuan dan membentuk jejaring kerja berkesimbungan. Kebersatuan kerja membentuk sebuah tim kerja yang berdedikasi tinggi terhadap kerja masing-masing. Adanya jejaring kerja tim yang baik akan memberi peluang besar tercapainya tujuan bersama. Adanya kerja sama dengan bermacam jenis kegiatan menuju satu arah tujuan merupakan proses pengorganisasian dalam manajemen pendidikan Islam.
Pengorganisasian dalam manajemen pendidikan Islam adalah penentuan struktur, aktifitas,interaksi, koordinasi, desain struktur, wewenang, tugas secara transparan, dan jelas dalam lemabaga pendidikan baik bersifat individual, kelompok maupun kelembagaan. Dengan demikian pengorganisasian dalam manajemen pendidikan Islam merupakan penetapan berbagai hal untuk mempermudah dalam aktivitas perwujudan perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Penetapan tersebut bukan hanya sekedar pembagian tugas, tetapi penetapan menyeluruh tentang segala sesuatu yang membangun sistem tersebut, sehingga membentuk tim kerja yang akan mewujudkan tujuan pendidikan Islam.
Dari paparan sebelumnya dapat dicermati bahwa pengorganisasian merupakan tindak lanjut dari perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Tindak lanjut dalam bentuk konsep-konsep aplikatif yang nyata dan dapat langsung dikerjakan. Konsep nyata tersebut akan berjalan dengan baik jika memenuhi prinsip-prinsip pengorganisasian. Ramayulis menyatakan prinsip-prinsip tersebut adalah kebebasan, keadilan dan musyawarah. Prinsip tersebut dapat dipahami dari firman Allah:
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
Berdasarkan ayat tersebut pengorganisasian hendaknya dijiwai dengan manajemen yang penuh rasa kasih sayang, pendekatan kasih sayang, kelembutan, tegas, bijaksana, kelembutan hati, kebeningan hati, kejernihan hati, kesabaran, lapang dada, pendekatan religi, konsisten dengan keputusan yang telah dibuat, serta dengan memohon kepada Allah ampunan untuk semua komponen yang berada dalam manajerialnya. Di samping itu prinsip lain yang perlu diperhatikan adalah prinsip amanah, kejujuran, amar ma’ruf nahi mungkar. Allah Berfirman: “Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.” Dalam ayat lain Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang jujur.” Dengan prinsip-prinsip pengorganisasian tersebut diharapkan manajemen dalam pendidikan Islam akan terwujud dalam bingkai ridho Allah. Lebih dari itu manajemen tersebut diarahkan dan dikendalikan dalam nuansa nilai-nilai keislaman yang kental dengan ruh Al-Quran dan Al-Hadis Nabi Muhammad Saw.
3. penggerakan
Manajemen mempunyai fungsi pengerakan, adanya pengerakan yang dilakukan oleh manajer memungkinkan organisasi berjalan dan perencanaan dilaksanakan. Dengan demikian pengerakan yang dilakukan oleh manajer penting dalam manajemen. Manajer yang mampu menggerakan bawahannya tentu mempunyai kiat-kiat tertentu, seperti memberi motivasi, memberi motivasi adalah usaha untuk membangkitkan, usaha membangkitkan merupakan satu di antara asma Allah yaitu Al-Ba’ist yang berarti membangkitkan. Berdasarkan Asma Allah tersebut hendaknya manajer mempunyai sifat tersebut sehingga diharapkan dalam manajerialnya mampu membangkitkan semangat kerja bawahannya. Berkenaan dengan sifat Al-Ba’ist Allah berfirman:
Dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan di siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan umur(mu) yang telah ditentukan[481], kemudian kepada Allah-lah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan.

Manajerial yang dibingkai dengan Al-ba’ist akan mampu memberikan energi motivasi kepada bawahan secara alamiah religius, dikatakan sebagai alamiah religius karena pada dasarnya manusia mempunyai sifat tersebut, meskipun tidak dalam tataran sempurna seperti Allah, karena manusia tidak akan pernah menyamai Allah, tetapi paling tidak dalam kontek manajerial manusia dapat mencontoh bagaimana Allah memberi motivasi kepada makhluk ciptaan-Nya.
4. Pengawasan
Pengawasan merupakan usaha mengawasi atau pengamatan agar pelaksanaan tidak menyimpang dari rencana yang telah ditetapkan. Menurut Ramayulis pengawasan adalah upaya pengamatan pelaksanaan kegiatan operasional dalam rangka menjamin kegiatan berjalan sesuai dengan ketetapan yang telah ditentukan. Berdasarkan pendapat Ramayulis tersebut pengawasan merupakan usaha mengendalikan agar pelaksanaan tidak menyimpang dari ketentuan yang telah disepakati.
Asnawir menyatakan bahwa pengawasan sangat penting dalam suatu organisasi, karena pengawasan akan membantu kelangsungan administrasi berjalan sesuai dengan harapan. Jalannya administrasi berjalan dengan baik, jika ada pengawasan yang baik, dengan demikian antara pengawasan dengan pelaksanaan administrasi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, karena saling menunjang keterlaksanaan keduanya. Adanya pengawasan dalam pelaksanaan perencanaan maupun adminsitrasi dalam pendidikan Islam memungkinkan mengetahui kelemahan dalam peleksanaan rencana yang telah dibuat sebelumnya.
Pengawasan dalam pendidikan Islam merupakan kegiatan yang dilakukan secara berkelanjutan dalam rangka menjamin terlaksananya kegiatan dengan konsisten, baik material maupun spiritual. Pengawasan dalam pendidikan Islam tidak hanya mengedepankan hal-hal yang bersifat materil saja,tetapi juga mementingkan hal-hal yang bersifat spiritual. Hal ini yang secara signifikan membedakan antara pengawasan dalam konsep Islam dengan konsep sekuler yang hanya melakukan pengawasan bersifat materil dan tanpa melibat Allah Swt sebagai pengawas utama.
Menurut Ramayulis pengawasan dalam pendidikan Islam mempunyai karakteristik sebagai berikut: pengawasan bersifat material dan spiritual, monitoring bukan hanya manajer, tetapi juga Allah Swt, menggunakan metode yang manusiawi yang menjunjung martabat manusia. Dengan karakterisrik tersebut dapat dipahami bahwa pelaksana berbagai perencaan yang telah disepakati akan bertanggung jawab kepada manajernya dan Allah sebagai pengawas yang Maha Mengetahui. Di sisi lain pengawasan dalam konsep Islam lebih mengutamakan menggunakan pendekatan manusiawi, pendekatan yang dijiwai oleh nilai-nilai keislaman.
Secara konsep fungsi manajemen/administrasi sangat bagus dalam rangka meningkatkan kualitas pengelolaan pendidikan Islam. Dengan adanya fungs tersebut, kemudian dilakukan dengan baik maka akan mempercepat tercapainya tujuan pendidikan Islam. Pengelolaan pun akan lebih baik,efektif dan efesien. Apa yang dipaparkan tersebut merupakan idealnya, tetapi relaitas pelaksaannya di lapangan masih jauh dari harapan. Kenyataan tersebut terutama dapat dicermati dan dilihat dalam pengelolaan pendidikan Islam. Hal tersebut terjadi diduga karena masih lemahnya sumberdaya manusianya, dengan kelemahan dari sisi sumber daya manusia maka apapun onsep,siapa pun yang menyusun onsep,tetapai kalau konsep yang hebat dan baik itu diterapkan dan dilakukan oleh orang yang tidak memiliki skill untuk itu maka akan sia-sia dan hasilnya pun akan mengecewakan.
Untuk mengurangidan menanggulangi hal tersebut, maka pihak berwenang terutama Departemen Agama sudah seharusnya terus berbenah diri dalam rangka meningkatkan pelayanan administrasi, dan manajemennya. Di antara yang eprlu dilakukan adalan memebrikan semacam remedial bagai para pegawai, baik berupa pelatihan-pelatihan-pelatihan, maupun dengan mengikutkan mereka dalam seminar-seminar, bahkan kalau mungkin anggarannya para pegawai yang perlu ditingkatkan kemampuannya dikuliahkan. Dengan cara demikian ada kemungkinan dan peluang untuk masa yang datang pengelolaan pendidikan Islam akan baik dan sesuai antara konsep dengan realitas di lapangan.

4. Jawaban Soal Nomor Empat
Di antara strategi yang hendaknya dilakukan untuk meningkatkan lulusan yang baik, lembaga yang mampu merespon kebutuhan masyarakat, maka perlu memiliki strategi yang berkualitas dan dapat diukur. Strategi tersebut berawal dan didasarkan kepada kemampuan memperbaiki dan merumuskan visi setiap zaman yang dituangkan dalam rumusan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan tersebut dirumuskan dalam program pendidikan yang aplikable, metode dan pendekatia yang partisipatif, guru yang berkualitas, lingkungan pendidikan yang konduktif serta sarana prasarana yang relevan dengan pencapaian tujuan pendidikan. Inti dan strategi tersebut bertolak dari
pandangan terhadap pendidikan sebagai alat untuk membantu atau menolong masyarakat agar eksis secara fungsional di tengalitengah masyanakat sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Untuk mengukur benhasil tidaknya strategi tersebut dapat dilihat melalui berbagai indikator sebagai benikut: 1) Secara akademik lulusan pendidikan tersebut dapat melanjutkan kejenjan pendidikan yang lebih tinggi; 2) Secara moral, lulusan pendidikan tersebut dapat menunjukkan tanggung jawab dan kepeduliannva kepada masyarakat sekitarnya; 3) Secara individual, lulusan pendidikan tersebut semakin meningkat ketakwaannya, yaira manusia yang melaksanakan segala penintah Allah dan menjauhi larangan-Nya; 4) Secara sosial, lulusan pendidikan tersebut dapat beninteraksi dan bersosialisasi dengan masyarakat sekitarnya; dan 5)Secara kultural, ia mampu menginterpretasikan ajaran agamanva sesuai dengan lingkungan sosialnya. Dengan kata lain dimensi kognitif intelektual, afektif-emosional, dan psikomotorik-praktis kultural dapat terbina secara seimbang. Inilah ukuran-ukuran yang dapat dibangun untuk melihat ketetapan strategi pendidikan yang diterapkan.
Secara umum untuk melakukan perbaikan dan meningkatkan kualiats lulusan pendidikan dapat dilakukan memperbaiki berbagai komponen pendidikan, mulai dari input- sumber daya, proses sumber daya, tujuan. Darai segi input sumber daya, mulai dari sumber daya manusia, sarana dan prasarana, sekolah atau perguruan tinggi, perpustakaan, kurikulum, dana, fasilitas fisik dan organisasi. Kesemua itu harus menunjang dan harus ada, dengan adanya input berkualitas diharapapkan out putnya juga berkualitas. Adanya input yang berkualitas akan melakukan kegiatan proses secara efektif dan efesien. Kemudian dari segi proses juga harus dilakukan dengan sebaik-baiknya,input baik, tetapi proses tidak baik , maka out put diduga juga tidak baik. Dengan demikian inpu baik saja tidak ada artinya jika prosesnya tidak baik. Dengan demikian dalam prosenya perlu dilakukan dengan baik, terutama dalam pembelajaran, suasana akademis kesemua proses tersebut harus mendukung tercapainya tujuan pendidikan secara efektif. Pemanfaatan sumber daya yang ada secara maksimal dan efektif aan memungkinkan proses berjalan dengan baik, dengan adanya proses yang baik, maka diharapkan akan menghasilan out put yang baik.
5. Jawaban Soal Nomor Lima
Kata sistem berasal dan bahasa Yunani yaitu systema yang berarti “cara, strategi”. Dalam Bahasa lnggris system berarti “Sistem, susunan, jaringan, cara”. Sistem juga diartikan “sebagai suatu strategi, cara berpikir atau model berpikir.’ Definisi tradisional menyatakan bahwa sistem adalab seperangkat komponen atau unsur-unsur yang saling berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan. Misalnya mobil adalah suatu sistem, yang meliputi komponen-komponen seperti roda, rem, kemudi, rumah-rumah, mesin dan sebagainya. Dalam artian yang luas, mobil sebenarnya adalah suatu subsistem atau komponen dalam sistem transportasi, di samping alat-alat transpor Iainnya, seperti, sepeda, motor, pesawat terbang dan sebagainya.Definisi modem juga tidak jauh berbeda dengan definisi tradisional seperti dikemukakan oleh para pakar, cuma agak lebih terinci. RogerA Kanfman mendefinisikan sistem, yaitu suatu totalitas yang tersusun dan bagian-bagian yang bekerja secara sendiri-sendiri (independent) atau bekerja bersama-sama untuk mencapai hasil atau tujuan yang diinginkan berdasarkan kebutuhan.
Mc Ashan mendefinisikan sistem sebagai strategi yang menyeluruh atau rencana dikomposisi oleh satu set elemen, yang harmonis, merepresentasikan kesatuan unit, masing - masing elemen, yang mempunyai tujuan tersendiri yang semuanya berkaitan terurut dalam bentuk yang logis. Immegart mendefinisikan esensi sistem adalah suatu keseluruhan yang memiliki bagian-bagian yang tersusun secara sistematis, bagian-bagian itu terelasi antara satu dengan yang lain, serta peduli terhadap konteks lingkungannya. Dan pendapat di atasjelas!ah bahwa sistem itu memiliki struktur yang teratur, yang saling terkait dan saling bekerjasama dalam mencapai tujuan.
Sesuatu teori sistem menurut Reja Mudyahardjo mempunyai ciri-ciri sebagai berikut
1) Keseluruhan adalah hal yang utarna dan bagian-bagian adalah hal yang kedua.
2) Integrasi adalah kondisi saling hubungan antara bagian-bagian dalam satu sistem.
3) Bagian-bagian membentuk sebuah keseluruhan yang tak dapat dipisahkan.
4) Bagian-bagian memainkan peran mereka dalam kesatuannya untuk mencapai tujuan dan keseluruhan.
5) Sifat bagian dan fungsinya dalam keseluruhan dan tingkah lakunya diatur oleh keseluruhan terhadap hubungan-hubungan bagiannya.
6) Keseluruhan adalah sebuah sistem atau sebuah kompleks atau sebuah konfigurasi dan energi dan berperilaku seperti sesuatu unsur tunggal yang tidak kompleks.
7) Segala sesuatu haruslah dimulai dan keseluruhan sebagai suatu dasar, dan bagian-bagian serta hubungan-hubungan; baru kemudian terjadi secara berangsur-ansur.
Sedangkan J.W. Getzel dan E.G. Guba menyatakan bahwa pada umumnya stem sosial mempunyai ciri-ciri sebagai berikut; Terdiri atas unsur-unsur yang saling berkaitan antara satu sama lain.Berorientasi kepada tujuan yang ditetapkan, di dalamnya terdapat peraturan-peraturan dan tata tertib berbagai kegiatan. Sebuah sistem terdiri atas beberapa subsistem, setiap subsistem mungkin erdiri dan beberapa sub-subsistem, selanjutnya setiap sub-subsistem mungkin erdiri dan beberapa sub-sub-subsistem, begitu seterusnya sampai bagian itu dak dapat dibagi lagi yang disebut komponen.
Bila diaplikasikan dalam sistem pendidikan maka komponen-komponennya endidikan seperti yang dikemukakan para pakar sebagai berikut: Noeng Muhadjir membagi komponen sistem kepada tiga kategori yaitu;
1) Bertolak dan lima unsur dasar pendidikan, meliputi: yang memberi, yang menerima, tujuan, cara/jalan, dan konteks positif.
2) Bertolak dan empat komponen pokok pendidikan, yaitu kunikulum, subjek didik, personifikasi pendidik, dan konteks belajar mengajar.
3) Bertolak dan tiga fungsi pendidikan, yaitu pendidikan kreativitas, pendidikan moralitas, dan pendidikan produktivitas.
Selanjutnya sistem pendidikan tersebutdapat dibagi atas empat unsur yaitu: Kegiatan pendidikan yang meliputi: pendidikan din sendiri, pendidikan oleh Iingkungan, pendidikan oleh seseorang terhadap orang lain. Binaan pendidikan, mencakup: jasmani, akal dan qalbu. Tempat pendidikan, mencakup: rumah tangga, sekolah, dan masyarakat. Komponen pendidikan, mencakup: dasar, tujuan, peserta didik, materi, metode, media dan evaluasi Menurut Redja Mudyahardja, sistem tersebut ada yang tertutup dan ada yang terbuka.
Sistem tertutup
Sistem yang struktur organisasi bagian-bagiannya tidak rnudah rnenyesuaikan diri dengan lingkungannya, sekurang-kurangnya dalam jangka waktu pendek. Struktur bagian-bagian tersusun secara tetap dan operasinya berjalan otomatis.
Sistem Terbuka
Sistem yang struktur bagian-depannya terus menyesuaikan diri dengan masukan dan lingkungan yang terus-menerus berubah-ubah, dalam usaha mencapai kapasitas optimalnya. Struktur bagian-bagian bersifat lentur bentuk operasinya dinamis, karena bagian-bagian dalam sistem dapat berubah karakteristik dan posisinya. Pendidikan Islam dalam satu sisi bisa dikategorikan sebagai sistem tertutup karena ada prinsip-prinsip dasar dalam sistem tersebut yang sudah baku (tidak berubah dan tidak boleh diubah), tapi dalam sisi lain sistem pendidikan dikategorikan sebagai sistem terbuka karena dalam perkembangannya selalu berkaitan erat dengan berbagai sistem dalam kehidupan masyarakat, seperti sistem ekonomi, potitik, sistem sosial budaya dan masyarakat yang mempengaruhi sistem pendidikan Islam. Sebagai Sebuah Sistem, pendidikan Islam berbeda dengan sistem pendidikan lainnya, bahkan lebih unggul daripada sistem pendidikan non-Islam, sebab pendidikan Islam memiliki dua model, yaitu: (1) model idealistis dan (2) model prakmatis
Model Idealistik
Model idealistik adalah model yang lebih mengutamakan penggalian sistem pendidikan Islam dan ajaran dasar Islam sendiri, yaitu al-Quran dan Hadis yang mengandung prinsip-prinsip pokok berbagai aspek kehidupan, termasuk aspek pendidikan. Menurut Azyumardi Azra, dasar-dasar pembentukan dan pengembangan pendidikan Islam yang pertama dan utama adalah al-Quran dan Sunnah. Model ini menggunakan pola deduktif, dengan menibangun premis mayor (sebagai postilat) yang dikaji dan nash. Bangunan premis mayor ml dijadikan sebagal “kebenaran universal dan mutlak” untuk diterapkan pada premis minornya. Dan proses ini akhimya mendapatkan konklusi mengenai sistem pendidikan Islam. Menurut Abd Mujib prosedur penyusunan model ini sebagai berikut:
1) Digali pemecahan persoalan kependidikan Islam berdasarkan nash secara langsung. Prosedur ini biasanya menggunakan pendekatan ‘naudhu ‘I (tematik), yaitu mengklasifikasi ayat atau hadits menurut kategorinya lalu menyimpulkannya.
2) Digali dan basil interpretasi nash para ahli filosof Islam, seperti konsep manusia menurut al-Farabi, al-Kindi, Ibn Sina, Ibn Maskawaih, lbn Thufail dan sebagainya. Konsep ml berkaitan dengan komponen peserta didik dan pendidik. Ciri utama interpretasi kelompok ini adalah sangat mengutamakan pendidikan intelektual (al- ‘aqi).
3) Digali dan basil interpretasi para SuJI muslim, seperti konsepjiwa dan konsep ilmu menurut al-Ghazali dan Iainnya. Konsep ml berkaitan Jengan komponen peserta didik, pendidik, kurikulum, metode, media, alat pendidikan. Ciri utama interpretasi kelompok ini sangat mengutamakan pendidikan intuisi (al-qaib).
4) Digali dan basil interpretasi para mufassir dan para ahil pendidikan modern, seperti Muhammad Abdub, Rasyid Ridha, lqbal dan sebaginya. Ciri utama kelompok ini adalah basil interpretasi nashnya didukung oleh data ilmiab, seperti yang tertulis di dalam Tafsir al-Manar. Model idealistik ini lebib didasarkan atas kerangka dasar yang diyakini kebenarannya sehingga ia bercorak se Islam mungkin, namun untuk merumuskannya memerlukan metodologi yang tepat dan benar Di Indonesia sebagian pakar pendidikan Islam lemah dalam penguasaan
Model pragmatis
Model pragmatis adalab model yang lebih mengutamakan aspek raktis dan kegunaannya. Artinya, formulasisistem pendidikan Islam itu Jiambil dan sistem pendidikan kontemporer yang telah mapan. Apa saja yang terdapat pada pendidikan kontemporer dapat dikembangkan dalam pendidikan Islam, selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar ang terdapat dalam al-Quran dan Sunah. Model pragmatis dilakukam dengan cara (1) adopsi, yaitu mengambil secara utuh sistem pendidikan non-Islam, (2) asimilasi yaitu mengambil sistem pendidikan non-Islam dengan menyesuaikannya disana sini dan (3) legitimasi yaitu mengambil sistem pendidikan non Islam kemudian dicarikan nash untuk yudisfikasinya.
Menurut Abd Mujib, sistem pendidikan Islam yang didasarkan model ini bersumber dan pemikiran filsafat psikologi pendidikan kontemporer. Sistern pendidikan yang terdapat di dalam aliran progresivisme. esensisal isme, perenial isme, dan rekonstruksionisme. Model pragmatis ini paling banyak diminati pakar pendidikan Islam. Di samping efektivitas dan efisiensinya, model ini telah teruji keunggulannya. Sistem pendidikan Islam yang dikembangkan melalui model memiliki posisi tersendiri bahkan mampu menjadi alternatif bagi pendidikan.
keberadaan sistem pendidikan kontemporer. Sesuai dengan namanya (Islam dan Non-Islam), perbedaan keduanya terletak pada:
Sistem Ideologi
Islam memiliki idiologi al-tauhid yang bersumber dan aI-Qur’an dan Islam seba
Sunnah. Sedangkan non-Islam memiliki berbagai macam ideologi yang dapat membin
bersumber dan isme-isme materialis, komunis, ateis, sosialis, kapitalis dan akhirat.
sebagainya. Dengan begitu maka perbedaan kedua sistem tersebut adalah muatan ideologi yang mendasarinya. Artinya Apabila ide pokok ideologi Islam berupa al-tauhid, maka setiap tindakan sistem pendidikan Islam harus berdasarkan al-tauhid pula makna tauhid bukan hanya sekedar meng-Esakan Tuhan seperti yang dipahami dan oleh kaum monoteis, melainkan juga meyakinkan kesatuan penciptaan (unity of creation), kesatuan kemanusiaan (unity of meinkind), kesatuan
tuntutan hidup (unity of purpose of 1fe). Dengan kerangka dasar al- tauhid ini maka dalam pendidikan Islam tidak akan ditemui tindakan yang dualisme, dikotomis bahkan sekuralis. Sistem pendidikan Islam dalam menghendaki adanya integralistik yang menyatukan kebutuhan dunia dan
akhirat, jasmani dan rohani, materil dan spiritual dan oleh rob tauhid yang tanpa bersyari’
dinafasi dan dijiwai.
Sistem Nilai
Pendidikan Islam bersumber dan nilai al-Qur’an dan Sunnah, sedang dunia dan keh
pendidikan non-Islam bersumberkan dan nilai yang lain. Formulasi ini relevan dengan kesimpulan di atas, sebab dalam ideologi Islam itu bermuatan nilai-nilai dasar al Qur’an dan Sunnah, sebagai sumber asal dan ijtihad Berbeda sebagai sumber tambahan. Pendidikan non-Islam sebenarnya ada jugarnber nilainya, namun sumber nilainya hanya dan basil pemikiran, hasil penelitian para ahli, dan adat kebiasaan masyarakat. Dalam pendidikan Islam nilai-nilai yang diambil dalam al-Quran dan sunah tersebut yang diinternalisasikan kepada peserta didik melalui proses pendidikan.
Orientasi Pendidikan
Pendidikan Islam berorientasi kepada duniawi dan ukhrawi, sedangkan endidikan non-Islam, orientasinya duniawi semata. Di dalam Islam sehidupan akhirat merupakan kelanjutan dan kehidupan dunia, bahkan uatu mutu kehidupan akhirat konsekuensi dan mutu kehidupan dunia. Segala perbuatan muslim dalam bidang apapun memiliki kaitan dengan akhirat. Islam sebagai agama universal berisi ajaran-ajaran yang
dapat membimbing manusia kepada kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan negeri akhirat danjanganlah kamu merupakan kebahagiaan dan kenikmatan), dunia... “. (QS.,al-Mukminun : 77)
Untuk ini Islam mengajarkan kepada umatnya agar senantiasa menjalin hubungan yang erat dengan Allah dan sesama manusia. Dalam hubungan mi Muhammad Saltut melihat bahwa ajaran Islam itu pada dasamya dibagi dalam dua kelompok yaitu aqidah dan syari’ah. Muslim sejati disisi Allah ialah orang yang beriman dan melaksanakan syariah. Barang siapa beriman tanpa bersyari’ah atau sebaliknya bersyariah’ tanpa beriman niscaya tidak akan berhasil. Berdasarkan hal tersebut pendidikan Islam berfungsi untuk menghasilkan manusia yang dapat menempuh kehidupan yang indah di dunia dan kehidupan yang indah di akhirat serta terhindar dan siksaan Allah yang maha pedih.
Berbeda dengan pendidikan Barat yang bertitik tolak dan filsafat pragmatisme, yaitu yang mengukur kebenaran menurut kepentingan waktu, tempat dan situasi, dan berakhir pada batas kehidupan. Filsafat ilmunya adalah kegunaan/utilitas. Fungsi pendidikan tidak sampai untuk menciptakan manusia yang mampu menempuh kehidupan akhirat, akan tetapi terbatas pada kehidupan duniawi.
Negara Barat mempunyai falsafah hidup rasionalis,matrialis dan pragmatis,idiologi ini mempengaruhi pendidikan mereka. Demikian juga pendidikan islam di Indonesia. Pendidikan Nasional berakar dari budaya bangsa Indonesia, yang termaktub dalam Undang-Undang dasar 1945.
Kalau dicermati kedudukan pendidikan Islam dalam system pendidikan nasional adakalanya sebagai mata pelajaran, adakalanya sebagai lembaga. Sebagai mata pelajaran, dapat dicermati dengan adanya istilah” Pendidikan Agama Islam”, istialh ini digunakan untuk nama suatau mata pelajaran di lingkungan sekolah yang dibina oleh Departemen Pendidikan Nasional Pendidikan Agama, dalam hal ini agama islam termasuk dalam struktur kurikulum. Pendidikan Agama islam termasuk kelompok mata pelajaran wajib dalam setiap jalur dan jenjang pendidikan.bahkan setalah terbitnya Undang-Undanag Sistem Pendidikan Nasioanl keberadaan pendidikan Islam diakui oleh pemerintah sebagai mata pelajaran wajib.
Sebagai Lembaga
Apabila pendidikan agama Islam di lingkungan lembaga pendidikan dan yang berada di bawah naungan Departemen Pendidikan Nasional terwujud
sebagai mata pelajaran, maka di lingkungan Departemen Agama terwujud
sebagai satuan pendidikan yang berjenjang naik mulai dan Taman Kanak (Raudhat al-Athfat), sampai ke Perguruan tinggi (Al-Jamiat). Pengertian
Pendidikan Keagamaan Islam disini mengacu kepada satuan pendidikan keagamaan atau lembaga pendidikan keagamaan Islam.
Dalam UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, lembaga pendidikan keagamaan yang diakui eksistensinya hanya yang berada pada jalur pendidikan formal (sekolah). Namun dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Lembaga Pendidikan Keagamaan ini dapat diiaksanakan pada jalur pendidikan non formal (pesantren, madrasah diniyah) dan dalam keluarga (pendidikan in-formal).
Kualitas Pendidikan Islam sudah mulai bagus,hal ini terjadi karena sudah ada kesadaran semua pihak khususnya para pemikir pendidikan Islam, di sisi lain, para praktisi pendidikan Islam juga terus berusaha mengembangakn dan menyempurnakan pelaksaan pendidikan Islam itu sendiri. Darai sust system pendidikan Islam sudah mempunyai kesemptan untuk melakukan berbagai inovasi dalam pendidikan, halini dikarenakan bahwa pendidikan Islm diberi kesempatan luas untuk mengembangan diri. Diibaratkan Sistem Pendidikan Nasional adalah gelas kosong, untuk mengisinay diserahkan kepada lembaga-lembaga pendidikan untuk mengembangan dan mengisinya, apakah diisi dengan corak Kristen, Islam, Budah maupun corak lain, sebatas tidak melanggar Undang Undang Dasar 1495. usaha-usaha yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan sumber daya manusia, memperbaiki kinerja pegawai. Untuk menuju keadaan yang ideal dalam peningkatan kinerja pegawai dalam sisiten yang paling utama adalah perbaikan sumber daya manusia, di sisi lain perlu juga adanya pemimpin yang berkualitasdan professional, sarana dan prasarana lengkap, keuangan yang mendukung, peralatan penunjang yang baik serta pelaksana yang kompeten.dengan adanya perbakan segala lini diharapkan akan ada perbaikan dan perubahan yang lebih baik dalam system pendidikan Islam.

6. Jawaban soal Nomor enam
Inti Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005
Pengesahan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen tentu merupakan kabar gembira bagi tenaga pendidik di negeri ini. Dengan menabalkan guru sebagai sebuah profesi yang setara dengan profesi-profesi lainnya segera terbayang taraf kesejahteraan yang seimbang dengan jerih payah dan pengabdian guru di dunia pendidikan.
Namun demikian, implementasi UU ini tidaklah semudah membalik telapak tangan. Sebab, kabar buruk dari dunia pendidikan terdengar demikian jelas. Pertama, hampir separuh dari lebih kurang 2,6 juta guru di Indonesia tidak memiliki kompetensi yang layak untuk mengajar. Katakan saja, kualifikasi dan kompetensinya tidak mencukupi untuk mengajar disekolah. Dari sini kemudian diklarifikasi lagi, guru yang tidak layak mengajar atau menjadi guru berjumlah 912.505, terdiri dari 605.217 guru SD, 167.643 guru AMP, 75.684 guru SMA, dan 63.962 guru SMK.
Kedua, tercatat 15 persen guru mengajar tidak sesuai dengan keahlian yang dipunyainya atau budangnya. Dengan kondisi demikian, berapa banyak peserta didik yang mengenyam pendidikan dari guru-guru tersebut? Berapa banyak yang dirugikan? (Kompas, 5/1/2006).
Ketiga, fakta lain, menunjukkan bahwa mutu guru di Indonesia masih jauh dari memadai. Berdasarkan statistik 60% guru SD, 40% guru SLTP, 43% SMA, 34% SMK dianggap belum layak untuk mengajar di jenjang masing-masing. Selain itu 17.2% guru atau setara dengan 69.477 guru mengajar bukan bidang studinya. Bila SDM guru kita, dibandingkan dengan negara-negara lain, maka kualitas SDM guru kita berada pada urutan 109 dari 179 negara berdasarkan Human Development Index (Satria Dharma, http://suarakita.com/artikel.html).
Sudarminta (2001) mengatakan, dari sisi guru sendiri rendahnya mutu guru tampak dari gejala: 1) lemahnya penguasaan bahan yang diajarkan; 2) ketidaksesuaian antara bidang studi yang dipelajari guru dan yang dalam kenyataan di lapangan dijabarkan; 3) kurang efektifnya cara pengajaran; 4) kurangnya wibawa guru di hadapan murid; 5) lemahnya motivasi dan dedikasi untuk menjadi pendidik yang sungguh-sungguh; semakin banyak yang kebetulan menjadi guru dan tidak betul-betul menjadi guru; 6) kurangnya kematangan emosional, kemandirian berpikir, dan keteguhan sikap sehingga dari kepribadian mereka sebenarnya tidak siap sebagai pendidik; dan 7) relatif rendahnya kapasitas intelektual calon guru dan para guru.
Untuk memenuhi kualifikasi profesi, guru mesti mengikuti uji kompetensi dan sertifikasi dengan sistem portofolio. Dalam UU No. 14/2005 disebutkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik (berijazah S1 atau D4) serta punya kompetensi dan sertifikat pendidik. Untuk sertifikasi ini, 10 komponen portofolio guru akan dinilai oleh perguruan tinggi penyelenggaran sertifikasi. Model sertifikasi seperti ini jamak dilakukan di negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Australia.
Langkah dan tujuan melakukan sertifikasi guru adalah untuk meningkat kualitas guru sesuai dengan kompetensi keguruannya. Dalam UU No. 14/2005 juga dijelaskan beberapa hal yang dapat dikelompokan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas atau mutu guru antara lain: [1] sertifikasi guru, [2] pembaruan sertifikat, [3] beberapa fasilitas untuk memajukan diri, [4] sarjana nonpendidikan dapat menjadi guru. Semua guru harus mempunyai sertifikat profesi guru, sebagai standar kompetensi guru.
Aspek sertifikasi guru yang akan diuji adalah mengacu pada kompetensi dasar yang harus dimiliki guru, yaitu kompetensi profesional, persoalan, kepribadian, dan sosial. Pertama, kompetensi profesional. Aspek pada kompetensi ini berkaitan dengan kemampuan mengajar, meliputi kemampuan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran, kemampuan dalam menganalisis, penyusunan program perbaikan dan pengayaan, kemampuan dalam membimbing dan konseling. Kemampuan dalam bidang keilmuan, terkait dengan keluasan dan kedalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang akan ditransformasikan kepada peserta didik, pemahaman terhadap wawasan pendidikan, dan kemampuan memahami kebijakan-kebijakan pendidikan.
Kedua, kompetensi persolan. Aspek pada kompetensi ini berkaitan dengan aktualisasi diri dan menekuni profesi, jujur, beriman, bermoral, peka, luwes, humanis, berwawasan luas, berpikir kreatif, kritis, refletif, mau belajar sepanjang hayat.
Ketiga, kompetensi kepribadian. Aspek pada kompetensi ini berkait dengan kondisi guru sebagai individu yang kepribadian yang utuh, mantap, dewasa, berwibawa, berbudi luhur dan anggun moral, serta penuh keteladanan.
Keempat, kompetensi sosial, aspek pada kompetensi ini berkait dengan kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efesien dengan peserta didik, sesama pendidik dan tenaga kependidikan, kemampuan menyelesaikan masalah, dan mengabdi pada kepentingan masyarakat.
Undang-Undang Guru dan Dosen merupakan kebijakan untuk meningkatkan kualitas kompetensi guru, diantaranya adalah setiap guru harus memiliki kualifikasi Strata 1 atau D4, dan memiliki sertifikat profesi. Dengan sertifikat profesi ini pula guru berhak mendapatkan tunjangan profesi sebesar 1 bulan gaji pokok guru. Di samping UUGD juga menetapkan berbagai tunjangan yang berhak diterima guru sebagai upaya peningkatan kesejahteraan finansial guru. Kebijakan dalam UUGD ini pada intinya adalah meningkatkan kualitas kompetensi guru seiring dengan peningkatkan kesejahteraan mereka. Sudah barang tentu, setelah cukup lama melakukan sosialisasi UUGD ini, patut mulai dipertanyakan apakah sertifikasi akan secara otomatis meningkatkan kualitas kompetensi guru, dan kemudian akan meningkatkan mutu pendidikan? Adakah jaminan bahwa dengan memiliki sertifikasi, guru akan lebih bermutu?
Dengan demikian inti dari UU Guru dan Dosen adalah usaha untuk meningkatkan profesionalitas Guru dan Dosen, di sisi lain inti dari undang-undang tersebut adalah untuk mengangkat taraf hidup guru dan dosen. Karena selama ini gaji guru dan dosen sangat rendah dibanding dengan profesi lainnya di Indonesia apalagi di kawasan Asia.

Pelaksaan Sertifikasi Guru PAI di Sumatera Barat
Menurut saya sertifikasi di Sumatera Barat masih banyak kelemahan-kelemahan,kelemahan tersebut dapat di cermati dari segi pengelolaan. Terutam dalam hal manajemen kearsipan dan pendataan, pendataan ada terkesan kurang hati-hati dan cermat hal ini dapat dipahami darai masih adanya para guru yang menggunakan sertifikat palsu, sertifikat yang dibeli tanpa ada kerja dan usaha untuk itu. Kendala-kendala lain pelaksaan sertifikasi adalah banyak guru-guru agama yang tidak memenuhi syarat untuk mengikuti sertifikasi. Diantara syarat yang mengahalangi para guru PAI untuk iktu sertifikasiadalah tidak mempunyai ijazah strata satu/ S1, parahnya mereka rata-rata sudah berumur di atas lima puluh tahun. Kalaupun untuk kuliah mereka merasa tidak mampu, dengan berbagai alas an. Di sisi lain, kalaupun ada guru PAI yang mempunyai ijazah S1 merekatidak mempunyai data untuk di susun dalam portopolio, SK hilang, kegiatan yang tidak ada surat keterangan, guru yang tidak mampu menyusun portopolio, dan masih banyak lagi kendsala yang dihadapi oleh guru PAI di Sumatera Barat.
Di sisi lain, sertifikasi menimbulkan dilemma, seperti ada guru yang tidak S1 lulus sertifikasi, ada juga guru yang baru beberapa tahun mengajar lulus sertifkasi, sedangkan yang sudah lama mengajar malah tidak lulus. Kejadian ini merupakan alibi bahwa masih lemahnya system penyaringan sertifikasi guru, terlepas pakah mereka sudah mengetahui tata cara melakukan sertifikasi tetapi yang jelas fakta ini terjadi di lapangan. Hal ini dapat dicermati dengan masih adanya guru-guru yang lulus sertifikasi, tetapi belum memenuhi kualifikasi. Hal ini terjadi terutama pada awal sertifikasi di Sumatera Barat.
Ada juga kasus, dimana guru tidak tahu bagaimana menyusun portopolio, menyususn bahan-bahan yang akan dimasukkan untuk syarat sertifikasi. Kendala lain yang penulis lihat adalah banyak guru yang ikut sertifikasi, tetapi tidak mempunyai arsip-arsip untuk menyusun portopolio. Kendala lain yang di alami oleh para guru Agamana adalah tidak jelasnya informasi tentang sertifikasi tersebut, sehingga banyak guru yang tidak paham dan tida mengetahaui tata cara ikut sertifikasi. Di sisis lain, banyak guru yang bingung, terutama para guru yang di ditugsakan di sekolah milik Diknas, sekolah milik Diknas, bukan Depag, mereka merasa ragu, apakah akan mendapaftar ke Diknas atau mendapaftar ke Depag.
Dari berbagai permasalah tersebut perlu dicari jalan keluar, diantaranya adalah perlunya system pendataan dan penyaringan yang lebih ketat dan akurat, tidak hanya bersifat fromalitas, tetapi bagaimana para pelaksana mempu mendeteksi arsip-arsip palsu, atau sertifikt yang diguakan palsu. Untuk mengatasi guru yang belum paham tentang tata cara menyusun portopolio, maka perlu sosialisasi lebih lanjut dan intensif sehingga para guru ang ingin ikut sertifikasi tidak menghadapi berbagai kendala. Bahkan sertifikasi hendaknya mendahulukan kualitas secara nyata, baik secara tes tertulis, hasil karya dan realitas pembelajaran dilapangan. Dengan melihat secara langsung dan memperhatikan hasil kerja akan terasa lebih adil, di sisiain, sertifikasi diutamakan yang kerja lamameskipun belumS1, tetapi secara kerja mereka telah mampu dan professional, hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa profesionalitas tidak hanya diukur dari ijazah.

7. Jawaban Soal Nomor Tujuh
Untuk memahami supervise pendidikan perlu memahami supervisi itu sendiri. Supervisi mempunyai arti pengawasan. Sedangkan orang yang melakukan supervise disebut supervisor atau pengawas. Supervisor atau pengawas dianggap jabatan yang secara ideal diduduki oleh seseorang yang mempunyai keahlian dibidangnya. Kelebihan keunggulan bukan saja dari segi kedudukan tetapi juga dari skill ayng dipunyainya. Menurut Kimbal Wiles supervise adalah bantuan dalam mengembangkan situasi belajar yang lebih . sedangkan menurut Brigs dan Justman supervise adalah usaha sistematis untuk mendorong secara berkelanjutan dan mengarahkan pertumbuhan, dan pengembangan para guru agar berbuat lebih efektif dalam pencapaian tujuan pendidikan. Sedangkan menurut Hadari Nawawi supervise adalah pelayanan yang disediakan oleh pemimpin untuk membantu para guru agar menjadi guru yang professional, cakap dan termpil sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Menurut Asnawir supervise adalah usaha pembinaan kearah perbaikan situasi pendidikan, pembinaan tersebut dapat berwujud bimbingan atau tuntutan dalam rangka peningkatan mutu prosesbelajar. Diantara tugas supervise menurut Wiles adalah, meliputi tugas perencanaan, tugas administrasi,, melakukan partisipasi secara langsung dalam pengembangan kurikulum, melaksanakan demonstrasi mengajar untuk para guru, serta melaksanakan penelitian.
Kemudian cirri supervise pendidikan adalah, merumsukan masalah, mengumpulkan data, mengolah data, emnyimpulkan hasil penelitian, melakukan penilian, melakukan perbaikan, melakukan bantuan dan bimbingan, dan melakukan kerjasama secara kekeluargaan.
Di samping itu, Ngalim Purwanto menyatakan usaha-usaha yang dapat dilakukan dalam supervise adalah, membangkitkan dan merangsang semangat guru dan pegawai sekolah untuk melaksanakan tugas, berusaha mengadakan dan melengkapi perlengkapan termasukmacam-macam media instruksional, bersama-sama guru berusaha mengembangkan, mencari metode yang baik untuk pembelajaran, membina kerjasama yang baik dan harmonis dengan guru dan pegawai, berusaha mempertinggi mutu pengetahuan guru dan pegawai, seperti workshop, seminar, training dan lain sebagainya.
Secara ideal pekerjaan supervise sangat baik dan mulia karena membantu sesama,tetapi dalam realitas di lapangan idealitas tersebut hilang. Supervisi yang ada di sekolah-sekolah dewasa ini lebih berkecenderungan melakukan inspeksi, bukan suoervisi, mereke berusaha melakukan dan mencari-cari kesalahan pegawai dan guru. Padahal supervise bukan polisi, apalagi jaksa, tetapoi supervisor adalah pegawai yang diangkat dan dianggap cakap dalam bidang pendidikan, dengan kemampuan tersebut mereka dapat membantu para guru dan pegawai yang tidak tahu tentang segala hal yang berhubungan dengan pendidikan. Supervisor di lapangan saat ini masih ada yang belum paham akan tugas dan tanggungjawabnya, sehingga yang terjadi adalah selalu mencari-cari kesalahan guru dan pegawai, kemudian memarahainya dan mencatat di buku laporannya. Sikap tersebut tanpa ada tindaklanjut dan pembinaan, yang ada hanya mencarai kesalahan dan memarahi guru dan pegawai yang mereka anggap salah. Ada juga pengawas yang kerjanya ke sekolah hanya masuk keruang kepala sekolah, sedangkan bertemu dengan para guru tidak. Apakah dengan alas an tidakcukup waktu, karena sibuk,atau karena takut kalau ditanya guru tentang pembelajaran, atau bahkan takut karena di minta oleh guru untuk memberi contoh mengajar yang baik.
Itulah di antara realitas yang terjadi di lapangan, kenapa hal tersebut terjadi, di antara sebabnya adalah salah penempatan, para kepala sekolah atau guru yang akan pension mereka biasanya diletakkan sebagai pengawas, jadi jabatan sebagai pegawas bukan berdasarkan kualitas dan profesioanlnya, tetapi karena pertimbanagan umur dank arena akan pensiun. Kasarnya kalau sudah tua, atau akan pensiun mereka “diparkirkan” di jabatan pengawas. Kebijakan dan anggapan salah seperti inilah yang menjadi latar belakang kenapa kerja para supervisor/ pengawas manduldan salah kaprah. Maka tidak heran jika banyak pengawas yang takut masuk ke kelas dan bertemu guru karena mereka memang tidak mampu untuk mengajar. Ada juga pengawas yang datang hanya ingin tekan absent dan “amplop”.

Popular Posts