Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Labels

30 November 2010

Video Pembacaan Asmaul husna pada acara wirid jumat

PAI SMPN 21 Padang- dalam cara wirid jumat selalu ada pembacaan asmaul husna, selain dibaca setipa hari sebleum masuk kelas. asmaul husna juga dibaca pada setipa pagi di hari jumat. ini adalah tersebut.

Video Smpn 21 Padang: Acara Wirid Jumat


PAI SMPN 21 Padang- sebagai sekolah umum tentunya permasalahan agama, atau pun pendidikan Agam dirasa masih kurang kalau tidak dikatakan sangat minim. maka untuk mengatasai hal tersebut di sekolah SMPN 21 padang setiap Jumat pagi selalu diadakan wirid jumat yang isinya adalah kegiatan keislaman, yang di dalamnya ada secaramh keagamaan yang akan menambayh wawasan anak didik tentang islam. video ini ada;ah satu kegiataan dan sekian kegiatan wirid jumat di smpn21 Padang.

18 Agustus 2010

makharijul Huruf

Pengertian makhraj huruf adalah tempat keluarnya huruf. Pengertian lain, yaitu tempat keluarnya suara huruf Hijaiyah mulai dari alif hingga ya’. Terjadi perbedaan dalam pembagian makhraj huruf. Imam Syibawaih dan As-Syatibi berpendapat bahwa makhraj huruf terbagi atas 16 makhraj, sedangkan menurut Imam al-fara makhraj terdiri 14 makhraj.
Akan tetapi pendapat umum dan masyhur berpendapat bahwa makhraj terbagi 17 makhraj. Kemudian 17 makhraj tersebut diklasifikasikan ke dalam lima tempat. Lima tempat inilah yang menjadi letak makhraj dari setiap huruf.
1. Al-jauf adalah makhraj huruf yang terletak pada rongga mulut. Muncul satu makhraj.
2. Al -halq adalah makhraj yang terletak pada tenggorokan. Muncul tiga makhraj.
3. Al-lisan adalah makhraj yang terletak pada lidah. Muncul sepuluh makhraj.
4. Asy-Syafatain adalah makhraj yang terletak pada dua bibir. Muncul dua makhraj.
5. Al-khaisyum adalah makhraj yang terletak pada pangkal hidung. Muncul satu makhraj.
Dengan demikian jumlah makhraj yang muncul adalah tujuh belas makhraj. Yang akan dirinci sebagai berikut:
1. Al-jauf. Al-jauf artinya rongga mulut. Maksudnya adalah keluarnya huruf yang terletak pada rongga mulut. Nah dari ronggga mulut ini muncul satu makhraj yaitu makhraj aljauf. Dari makhraj aljauf ini muncul tiga huruf mad, yaitu alif, wau dan ya.
2. Al-halq. Artinya tenggorokan. Maksudnya, tempat keluarnya huruf yang terletak pada tenggorokan. Dari al-Halq muncul tiga makhraj, yaitu Aqshal halq adalah pangkal tenggorokan atau tenggorokan bagian dalam. Dari makhraj ini muncul huruf hamzah dan ha’. Wasthul halq adalah tenggorokan bagian tengah. Dari makhraj ini muncul huruf ‘ain dan ha’. Adnal halq adalah tenggorokan bagian luar atau ujung tenggorokan. Dari makhraj ini keluar huruf kha’ dan ghain.
3. Al-lisan. Artinya lidah. Maksudnya tempat keluarnya huruf yang terletak pada lidah. Julah huruf hijiyyah yang keluar dari makhraj ini ada 18 huruf dan terbagi atas 10 makhraj. Kesepuluh makhraj tersebut adalah:
a. Pangkal lidah bertemu dengan langit-langit bagian atas. Dari makhraj ini keluar huruf qaf.
b. Pangkal lidah, tepatnya sebelah bawah atau ke depan sedikit dari makhraj qaf, bertemu dengan langit-langit bagian atas. Darai makhraj ini keluar huruf kaf.
c. Pertengahan lidah bertemu dengan langit-langit atas.pertengahan lidah tersebut dimantapkan (tidak menempel) pada langit-langit atas. Dari makhraj ini muncul huruf jim, syin dan ya.
d. Tepi lidah bersentuhan dengan geraham kanan atau kiri. Ada juga yang mengatakan tepi pangkal lidah dengan geraham kanan atau kiri memanjang ke depan dari makhraj ini muncul huruf dlad.
e. Ujung lidah bertemu dengan langit-langit yang berhadapan dengannya. Dari makhraj ini muncul huruf lam.
f. Ujung lidah, bergeser ke bawah sedikit dari makhraj lam, bertemu dengan langit-langit yang berhadapan dengannya. Dari makhraj ini muncul huruf nun.
g. Berdekatan dengan makhraj nun dan masuk pada punggung lidah, tetapi lidah tidak menyentuh langit-langit. Dari makhraj ini keluar huruf ra.
h. Ujung lidah bertemu dengan pangkal gigi seri atas. Dari makhraj ini keluar huruf ta, tha’ dan dal.
i. Ujung lidah bertemu dengan ujung gigi seri atas. Dari makhraj ini keluar huruf dzal, zha’ dan tsa’.
j. Ujung lidah bertemu dengan ujung gigi seri bawah. Dari makhraj ini keluar huruf shad, zai dan sin.
4. As-syafatain, artinya dua bibir. Maksudnya tempat keluarnya huruf yang terletak pada dua bibir: bibir atas dan bibir bawah. Huruf yang keluar dari makhraj ini ada empat huruf, yaitu fa, mim, bad an wau. Makhraj asya-syafatain terbagi menjadi dua makhraj, yaitu
a. Perut bibir bawah atau bagian tengah dari bibir bawah tersebut dirapatkan dengan ujung gigi atas. Dari makhraj ini keluar huruf fa.
b. Paduan bibir atas dan bibir bawah. Jika kedua bibir tersebut tertutup/terkatup, keluarlah huruf mim dan ba’.
5. Al-Khaisyum, artinya pangkal hidung. Dari makhraj ini keluar satu makhraj, yaitu al-Ginnah(sengau/dengung), sehingga dari makhraj ini keluar bunyi sengau/dengung. Setidaknya ada empat tempat yang menimbulkan bunyi sengau, yaitu: pada bacaan gunnah musyaddad, yakni bacaan sengau pada huruf imim,dan nun yang bertanda nun tasdid dan mim tasdid. Pada bacaan idgham bi gunnah, ikhfa dan iqlab.
Semua tempat pada bacaan tersebut mengeluarkan bunyi suara yang keluar dari pangkal hidung. Untuk memastikan adanya bunyi yang keluar dari pangkal hidung, cobalah memijit hidung pada saat mengucapkan bacaan di atas.

Kerja keras, tekun, ulet, dan teliti

Kerja kersa, tekun, ulet, dan teliti merupakan empat sikap terpuji yang perlu dimiliki oleh setiap orang yang menginginkan kesuksesan dalam hidupnya. Keempat sifat tersebut mesti dilakukan secara integral sebab antara yang satu dengan yang lainnya saling mendukung. Berikut ini akan dijelaskan pengerian dari masing-masing sifat tersebut. A. Kerja keras Bekerja keras adalah bekerja dengan gigih dan sungguh-sungguh untuk mencapi suatu cita-cita. Bekerja keras tidak mesti “banting tulang” dengan mengeluarkan tenaga secara fisik, akan tetapi sikap bekerja keras juga dapat dilakukan dengan berpikir sungguh-sungguh dalam melaksanakan pekerjaannya. Dengan demikian, sikap kerja keras dapat dilakukan dalam menuntut ilmu, mencari rezeki, dan menjalankan tugas sesuai dengan profesi masing-masing. Pentingnya bekerja keras ini tersirat dalam firman Allah surat al-Jumu’ah ayat 10: فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِن فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيراً لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ Artinya: Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. Selian itu, Allah juga berfirman dalam surat at-Taubah/9 ayat 105. \وَقُلِ اعْمَلُواْ فَسَيَرَى اللّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ Artinya: Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mu'min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. Ayat di atas mengajarkan bahwa kita tidak saja melakukan ibadah khusus, seperti shalat, tetapi juga bekerja untuk mencari apa yang telah dikaruniakan Allah di muka bumi ini. Kemudian pada surat at-Taubah di atas mengisyaratkan bahwa kita harus berusaha sesuai dengan kemampuan maksimal kita dan hal itu akan diperhitungkan oleh Allah SWT. Orang yang beriman dilarang bersikap malas, berpangku tangan, dan menunggu keajaiban menghampirinya tanpa adanya usaha. Allah menciptakan alam beserta segala isinya diperuntukkan bagi manusia. Namun, untuk memperoleh manfaat dari alam ini, manusia harus berusaha dan bekerja keras. Rasulullah SAW juga menganjurkan umatnya untuk bekerja keras. Beliau menegaskan bahwa makanan yang paling baik adalah yang berasal dari hasil keringat sendiri. Sabdanya: عَنِ اْلمَقْدَادِ بْنِ سَعْدِ يَكْرِبَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ قَالَ مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلَِ يَدَيْهِ وَإِنَّ نَبِيَّ اللهِ دَاوُدُ كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ (رواه البخارى) Artinya: Tidak ada makanan yang lebih baik bagi seseorang melebihi makanan yang berasal dari buah tangannya sendiri. Sesungguhnya Nabi Daud AS makan dari hasil tangannya sendir. Jadi semua umat Islam mesti bekerja keras dalam memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk dalam beribadah mendekatkan diri kepada Allah SWT. Hal itu pula yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW sejak kecil hingga akhir hayatnya. Misalnya ketika ia mengembala biri-biri serta berniaga hingga ke negeri Syam dengan penuh semangat dan jujur. Begitu pula para sahabat memberikan keteladanan bekerja keras, seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib dan lainnya. Mereka memiliki semangat kerja keras yang tinggi baik dalam berusaha maupun berdakwah menegakkan agama Allah. Harta yang mereka peroleh dari usaha yang kerja keras mereka gunakan untuk menyantuni fakir miskin dan kepentingan agama Islam. Rasulullah SAW juga memberikan penghargaan bagi orang yang bekerja keras. Suatu ketika Nabi bertemu dengan seorang sahabat, Sa'ad al-Anshari yang memperlihatkan tangannya yang melepuh karena kerja keras. Nabi bertanya, "mengapa tanganmu hitam, kasar dan melepuh?" Sa'ad menjawab, "tangan ini kupergunakan untuk mencari nafkah bagi keluargaku." Nabi yang mulia berkata, "ini tangan yang dicintai Allah," seraya mencium tangan yang hitam, kasar dan melepuh itu. Bayangkanlah, Nabi yang tangannya selalu berebut untuk dicium oleh para sahabat, kini mencium tangan yang hitam, kasar dan melepuh. Agar semangat kerja keras selalu ada dalam diri, maka hendaknya kita beranggapan akan hidup selamanya. Namun dalam hal ibadah khusus, seperti shalat, hendaknya kita beranggapan bahwa seolah-olah kita akan mati esok hari sehingga kita bisa beribadah dengan khusyu’. Hal ini sesuai dengan pesan Rasulullah SAW: اِعْمَلْ لِدُنْيَاكَ كَأَنَّكَ تَعِيْشُ اَبَدًا وَاعْمَلْ ِلآخِرَتِكَ كَأَنَّكَ تَمُوْتُ غَدًا Artinya: “bekerjalah untuk kepentingan duniamu seolah-olah engkau hidup selama-lamanya; dan bekerjalah untuk kepentingan akhiratmu seolah-olah engkau akan mati esok hari”. (H.R. Ibnu Asakir). Hikmah Bekerja Keras Allah SWT memerintahkan supaya kita bekerja keras karena banyak himah dan manfaatnya, baik bagi orang yang bekera keras maupun terhadap lingkungannya. Di antara hikmah bekerja keras tersebut adalah sebagai berikut: 1. Mengemangkan potensi diri, baik berupa bakat, minat, pengetahuan, maupun keterampilan. 2. Membentuk pribadi yang bertanggung jawab dan disiplin. 3. Mengangkat harkat martabat dirinya baik sebagai makhluk individu maupun sebagai anggota masyarakat. 4. Meningkatkan taraf hidup orang banyak serta meningkatkan kesejahteraan. 5. Kebutuhan hidup diri dan keluarga terpenuhi. 6. Mampu hidup layak. 7. Sukses meraih cita-cita 8. Mendapat pahala dari Allah, karena bekerja keras karena Allah merupakan bagian dari ibadah. B. Tekun Tekun artinya rajin, giat, sungguh-sungguh dan terus-menerus dalam bekerja meskipun mengalami kesulitan, hambatan, dan rintangan. Sifat tekun ini diwujudkan dalam semangat yang berkesinambungan dan tidak kendur walaupun banyak rintangan yang menghadang. Sebagai seorang pelajar, harus tekun dalam belajar. Ketekunan itu bisa diwujudkan dalam bentuk belajar dengan sungguh-sungguh dan terus-menerus. contohnya belajar setiap malam, bukan belajar hanya ketika dekat waktu ujian. Begitu juga dalam beribadah, kita harus senantiasa berzikir kepada Allah baik dalam keadaan sempit maupun ketika lapang. Jika sifat tekun telah menjadi bagian diri kita, maka kita akan terampil dan mampuni dalam bidang yang kita tekuni. Sebagai seorang mukmin, kita harus menekuni bidang kita masing-masing. Hal ini tersirat dalam surat al-Isra’/17 ayat 84. قُلْ كُلٌّ يَعْمَلُ عَلَى شَاكِلَتِهِ فَرَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَنْ هُوَ أَهْدَى سَبِيلاً Artinya: Katakanlah: "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing". Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya. Dengan demikian sifat tekun menjadi salah satu modal untuk mencapai kesuksesan dalam berbagai bidang sebagaimana yang dicita-citakan. Hal itu pula yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dalam mensyi’arkan agama Islam. Ia melakukan dakwah secara terus-menerus kepada keluarga dan masyarakat di sekitarnya agar mentauhidkan Allah SWT. Ia juga melakukan pembinaan yang kontiniu kepada sahabat-sahabatnya untuk mempelajari al-Qur’an dan siap berdakwah kepada orang-orang di sekitar mereka dengan cara yang santun dan baik. Dengan kerja keras dan ketekunan mereka, Islam telah berjaya di jazirah Arab ketika itu dan menyebar ke berbagai daerah tanpa adanya paksaan. Sifat tekun ini dapat pula dilihat dari berbagai kisah orang-orang terdahulu yang shaleh lagi sukses dalam menjalani kehidupannya. Salah satu di antaranya adalah seorang ulama kenamaan yang bernama Ibnu Hajar. Awalnya dia adalah seorang anak yang merasa bodoh. Ia sulit menerima pelajaran yang diberikan oleh gurunya. Suatu ketika ia melihat batu kecil yang terletak di tepi sungai. Ia mengamati batu kecil itu berlobang/lekuk. Sementara air menetas dari atas dan jatuh tepat di lobang batu kecil tersebut. Ia pun sadar ternyata batu yang keras itu bisa berlobang hanya karena air yang secara terus menerus menetes, walaupun hanya setetes demi setetes. Kemudian, beliau berpikir, meskipun ia merasa bodoh, tetapi jika belajar dengan tekun, terus-menerus, niscaya akan menjadi pintar. Akhirnya ia belajar lebih tekun lagi sehingga ia menjadi ulama terkemuka. Karena ketekunannya dalam belajar terinspirasi dari batu kecil di tepi sungai itu, maka ia pun diberi nama Ibn Hajar, yang artinya “anak batu”. Masih banyak kisah sukses yang dialami oleh orang-orang ternama akibat ketekunannya dalam meraih cita-cita. Oleh karena itu, sebagai seorang mukmin, tekunlah dalam berusaha baik untuk urusan duniawi terutama dalam urusan ukhrawi. Tanpa adanya usaha yang sungguh-sungguh dan berkesinambungan, maka perubahan ke arah yang lebih baik akan sulit untuk diraih. Perhatikan dan pahamilah firman Allah di bawah ini: ...إِنَّ اللّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنْفُسِهِمْ... Artinya: ... Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri...(Qs. Ar-Ra’du/13: 11) Hikmah Tekun Di antara hikmah tekun adalah sebagai berikut: 1. Menghasilkan apa yang diusahakan 2. Selalu berusaha agar berhasil 3. Melatih diri untuk siap menghadapi berbagai rintangan dan cobaan dalam kehidupan ini. 4. Membentuk pribadi yang dinamis dan kreatif dalam berkarya. 5. Bersyukur jika usahanya berhasil 6. Memperoleh pahala karena bersikap tekun itu melaksanakan ajaran Islam C. Ulet Ulet berarti tahan uji, tidak mudah putus asa dan menyerah jika menemui rintangan dan hambatan yang disertai kemauan kerja keras dalam berusaha mencapai tujuan dan cita-cita. Meskipun ia gagal dalam suatu urusan, tetapi ia tidak mengeluh, tidak bersedih, dan tidak pula berputus asa sehingga ia akan tetap berusaha dan mencoba lagi untuk mencapai yang diinginkannya. Baginya, kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda. Mengenai berputus asa ini, Allah melarangnya dalam surat Az-Zumar/39 ayat 53: Artinya: Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Jadi, orang yang ulet tidak akan pesimis dalam hidupnya. Ia selalu optimis dalam mencapai tujuan dan cita-citanya. Meskipun sikap ulet memerlukan sikap yang optimis, tidak boleh pula optimis yang berlebihan, sebab hal itu dapat menimbulkan kesombongan. Oleh karena itu, sikap ulet hendaknya diiringi dengan sifat tawakal kepada Allah SWT. Berhasil tidaknya usaha yang kita lakukan tidak terlepas dari kehendak dan kekuasaan Allah. Perhatikan pula firman Allah berikut ini. فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّهِ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ Artinya: Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (Qs. Ali Imran/3: 159) Sikap ulet juga dicontohkan oleh Rasulullah SAW ketika bekerja pada Khadijah. Beliau tidak menghiraukan musim panas atau dingin. Dia pantang menyerah, tidak berputus asa, dan ulet dalam memperdagangkan dagangan majikannya ke berbagai tempat dan pasar. Tidak hanya di kota Mekkah, tetapi sampai ke luar Mekah, seperti Yaman, Madinah, Kufah dan Basrah. Begitu pula dalam berdakwah. Meskipun ia dan para sahabat diteror oleh orang-orang kafir Quraisy, tetapi ia tidak pernah menyerah dan berputus asa untuk menyampaikan dakwah kepada mereka sehingga orang-orang yang menentangnya menjadi sahabat yang setia, seperti Umar bin Khattab, Khalid bin Salid, Abu Sufyan, dan sebagainya. Hikmah Ulet Di antara hikmah ulet adalah: 1. memperoleh kesuksesan atas apa yang ia usahakan 2. optimis dalam bekerja 3. menumbuhkan semangat untuk selalu berusaha 4. tidak putus asa meskipun usahanya belum berhasil 5. mendapat pahala karena bersikap ulet melaksanakan ajaran Islam. D. Teliti Teliti adalah cermat, berhati-hati, penuh perhitungan dalam berpikir dan bertindak, serta tidak tergesa-gesa dan tidak ceroboh dalam melaksanakan pekerjaan. Sikap ketelitian sangat dibutuhkan dalam mencapai hasil yang maksimal. Islam mengajarkan kepada setiap muslim untuk bersikap teliti dalam setiap pekerjaan. Allah tidak menyukai makhluknya yang bekerja dengan tergesa-gesa karena bisa menimbulkan kesalahan dan kegagalan dalam mencapai suatu tujuan. Allah SWT berfirman: خُلِقَ الْإِنسَانُ مِنْ عَجَلٍ سَأُرِيكُمْ آيَاتِي فَلَا تَسْتَعْجِلُونِ Artinya: Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan Aku perIihatkan kepadamu tanda-tanda azab)-Ku. Maka janganlah kamu minta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera. (Qs. Al-Anbiya’/21: 37) Oleh karena itu bekerjalah dengan hati-hati dan jauhilah bekerja yang tergesa-gesa. Rasulullah SAW bersabda: اَلْعَجَلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ وَالتَّأَنِّيْ مِنَ اللهِ Artinya: Tergesa-gesa itu berasal dari syetan dan berhati-hati dari Allah. (H.R. Tirmidzi). Sifat teliti juga dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Misalnya ketika menyikapi perlakuan kasar orang-orang kafir Quraisy terhadap umat Islam yang ada di Mekah, sementara nabi telah hijrah ke Madinah. Ketika itu para sahabat meminta nabi agar segera berperang melawan kezaliman kafir Quraisy. Tetapi nabi tidak tergesa-gesa. Untuk beberapa saat ia menunggu petunjuk dan perintah dari Allah lalu ia bicarakan dengan para sahabatnya tentang strategi apa yang dilakukan. Berkat ketelitian dan usaha keras dari nabi dan para sahabat, perang Badar yang tidak seimbang itu (313 orang tentara Islam melawan 1000 tentara kafir Quraisy) akhirnya dimenangkan umat Islam. Dengan demikian, berupayalah dengan kerja keras, tekun, ulet, dan teliti sehingga hasil yang kita peroleh mengalami peningkatan dan akan lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Pahami dan perhatikanlah sabda Rasulullah SAW berikut ini: مَنْ كَانَ يَوْمُهُ خَيْرًا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ رَابِحٌ وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ مِثْلَ أَمْسِهِ فَهُوَ مَغْبُوْنٌ وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ شَرًّا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ مَلْعُوْنٌ (رواه الحاكم) Artinya: Barangsiapa amal usahanya lebih baik dari hari kemarin maka orang itu termasuk yang beruntung; jika amal usahanya sama dengan yang kemarin, maka ia termasuk orang yang rugi; dan jika amal usahanya lebih buruk dari hari kemarin, maka ia termasuk orang yang terlaknat. (H.R. al-Hakim). Hikmah Teliti Di antara hikmah sikap teliti adalah sebagai berikut: 1. bekerja penuh dengan keyakinan 2. memperoleh hasil yang memuaskan 3. menghindari kesalahan dan kekeliriun dalam melakukan pekerjaan 4. hasil usaha dapat dipertanggungjawabkan secara profesional 5. memudahkan untuk memperoleh kesuksesan 6. terhindar dari penyeselan akibat dari kegagalan yang disebabkan ketergesa

16 Agustus 2010

SEJARAH NABI MUHAMMAD SAW

A. Misi Kerasulan Nabi Muhammad Saw.

1. Menyempurnakan akhlak manusia

Salah satu misi terpenting Rasulullah SAW adalah menyempurnakan akhlak manusia. Hal ini ditegaskan oleh Nabi sendiri:

إِنَّمَا بُعِثْتُ ِلأُتَمِّمَ مَكَارِمَ اْلاَخْلاَقِ

Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak. (H.R. Bukhari dan Muslim).

Dalam catatan sejarah, masyarakat Arab sebelum kelahiran Muhammad dikenal dengan masyarakat jahiliyah yang artinya bodoh. Kebodohan itu bukan dari kemampuan otaknya, akan tetapi jahiliyah itu tampak dalam persoalan aqidah dan akhlaknya. Setelah diangkatnya Muhammad sebagai nabi dan rasul, perubahan besar telah terjadi di masyarakat Arab. Kemuliaan akhlak para sahabat telah tertulis dalam tinta emas sejarah yang hingga saat ini bisa diteladani oleh generasi-generasi sesudahnya.

Keberhasilan tersebut dapat diraih dengan kepribadian mulia yang dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW. Mengenai kepribadian yang mulia ini, Allah memujinya dalam firman-Nya surat Qalam/68: ayat 4:

وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ

Artinya:

Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.

Dalam banyak literatur disebutkan bahwa semasa hidupnya, Nabi Muhammad SAW dikenal sebagai seorang yang penyayang, suami yang bertanggung jawab terhadap istri dan anak-anaknya, serta sebagai sahabat yang tulus dan setia. Sebagai seorang pemimpin, beliau juga sebagai seorang perwira yang gagah dan pemberani, komandan militer yang cakap, administrator yang piawai, hakim yang adil, negarawan yang ulung, dan kepribadian yang luhur.

Nabi Muhammad SAW juga dikenal dekat dengan kaum mustadh’afin (orang-orang yang lemah), seperti fakir miskin dan orang-orang tertindas lainnya. Beliau sangat memperhatikan dan menyayangi mereka. Dia juga tidak pernah dendam kepada orang lain, walaupun orang itu telah menyakitinya. Bahkan ketika orang-orang kafir Quraisy menteror dan menyakiti Nabi, beliau malah mendo’akan mereka:

رَبِّ اغْفِرْ لِقَوْمِي فَإِنَّهُمْ لاَيَعْلَمُوْنَ (رواه مسلم)

Artinya:

Wahai Tuhanku, ampunilah dosa-dosa kaumku karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui. (H.R. Bukhari)

Keluhuran akhlak Nabi Muhammad SAW, ketulusan hati, keadilan sikap, kepekaan rasa, keteguhan, dan kesungguhannya dalam menjalankan tugas dan misi yang diamanahkan Allah kepada dirinya merupakan karakter Nabi yang khas. Kesederhanaan hidup dan kasih sayang merupaka sifat-sifat yang menyatu dalam kepribadiannya. Terutama kepada orang-oranng yang beriman, nabi sangat mencintai mereka. Hal ini ditegaskan Allah dalam al-Qur’an:

لَقَدْ جَاءكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ

Artinya:

Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. (Qs. At-Taubah/9: 128)

Dalam mengajak kaumnya untuk mengerjakan amal kebaikan, nabi selalu mendahulukan contoh teladan yang jelas. Dengan demikian, apa yang diperinntahkan beliau dapat dikerjakan dengan mudah oleh umatnya. Mereka mengerjakan perintah itu dengan senang tanpa ada keraguan, kebimbangan dan keterpaksaan.

Jadi, dengan kesempurnaan akhlak yang dimilikinya, Rasulullah SAW menjadi teladan bagi seluruh umat. Mengenai keteladanan ini, Allah juga berfirman dalam surat al-Ahzab/33 ayat 21:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيراً

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.

Keteladanan inilah yang menjadi modal utama dalam mendidik akhlak manusia. Keteladanan tersebut dapat ditelaah dalam kitab-kitab sejarah dan penjelasan para sahabat.

2. Membangun manusia yang mulia dan bermanfaat.

Dengan kemuliaan akhlak Rasulullah, ia juga memiliki misi untuk membangun manusia yang mulia dan bermanfaat. Misi tersebut dapat dilihat dari beberapa konsep ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW di antaranya sebagai berikut:

a. Manusia memiliki darajat yang sama, yang membedakannya hanyalah kualitas ketakwaannya saja.

Misi nabi untuk memuliakan manusia terlihar dari perjuangannnya dalam menghapus perbedaan kasta sosial. Misi ini merupakan misi yang sangat penting dan menonjol sekaligus membawa dampak positif yang amat luas. Nabi menghilangkan jurang pemisah antara sesama anggota masyarakat yang didasarkan harta kekayaan, jabatan, keturunan, termasuk warna kulit. Mereka semua memiliki derajat yang sama, sedangkan yang membedakan kemuliaan mereka hanyalah kualitas ketakwaan kepada Allah SWT. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

Artinya:

Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. (Qs. Al-Hujurat: 13)

Perlu pula ditegaskan bahwa ketakwaan seseorang hanya dapat dilihat oleh Allah Ta’ala. Oleh karena itu, jangan merendahkan seseorang, siapa tahu dia lebih bertakwa dari pada kita.

b. Manusia dipandang sebagai makhluk yang paling baik diciptakan sekaligus sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya di muka bumi.

Dalam ajaran Islam, manusia adalah makhluk yang paling mulia di antara makhluk lain, sebab ia diciptakan dengan bentuk yang sebaik-baiknya dan berfungsi sebagai hamba-Nya sekaligus sebagai khalifah fil-ardhi. Sebagai hamba Allah, manusia mesti beribadah kepada Allah baik secara khusus, seperti shalat, zakat, puasa, haji dan sebagainya; maupun secara umum, yaitu melakukan segala aktivitas sesuai dengan perintah Allah atau tidak bertentangan dengan perintah-Nya. Sementara manusia sebagai khalifah fil ardhi menunjukkan bahwa manusia mesti bertanggung jawab mengelola alam sekitarnya secara baik untuk kemaslahatan umat dan menegakkan agama Allah. Khalifah fil ardhi merupakan tugas yang amat mulia dan hanya diberikan kepada makhluk Allah yang bernama “manusia”.

Kemudian, Allah juga memberikan bentuk yang amat baik bagi manusia. Hal ini ditegaskan Allah dalam firman-Nya:

لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ

Artinya:

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (Qs. At-Tin/95: 4)

Kesempurnaan bentuk dapat dilihat dari kelengkapan organ tubuh secara fisik dan berbagai potensi yang dimilikinya, baik potensi akal, nafsu, maupun potensi qalbu. Dengan ketaatan dan kreasi manusia dalam mengelola alam ini membuktikan bahwa perannya sangat besar dalam kehidupan makhluk ini. Namun, kemuliaan manusia itu tergantung usaha maksimalnya dalam menjalankan tugasnya sebagai hamba dan tugasnya sebagai khalifah fil ardhi. Jika tugas itu tidak terlaksana, maka manusia tersebut tidak lagi menjadi mulia melainkan berkedudukan menjadi hina. Itulah yang dibina oleh Rasulullah agar umat tetap dalam keadaan mulia. Membangun manusia yang mulia itu, dilakukan melalui pengamalan ajaran Islam secara sempurna sebagaimana yang ia ajarkan.

c. Membebaskan manusia dari perbudakan

Misi memuliakan manusia juga dilihat dari perjuangan nabi membebaskan manusia dari perbudakan. Secara berangsur-angsur tetapi pasti, sistem perbudakan yang melekat pada kebudayaan Arab, bahkan terjadi di masyarakat Yunani, Romawi, masyarakat Yahudi bahkan Nasrani memperlakukan budak secara tidak manusiawi. Umat nasrani ketika itu mengakui perbudakan sebagai institusi yang sah tanpa berusaha meningkatkan status dan kesejahteraan budak.

Sementara Nabi Muhammad SAW menetapkan sejumlah peraturan yang membantu meninggikan status mereka. Beliau menegaskan tidak ada perhambaan terhadap sesama manusia. Perhambaan yang ada hanyalah antara makhluk (manusia) yang menghambakan diri kepada sang Khaliq (Allah SWT). Untuk itu, nabi menyuruh umat Islam memperlakukan budak secara adil dan memotivasi mereka untuk menebus budak tersebut untuk dimerdekakan, seperti yang pernah dilakukan oleh Abu Bakar Shiddiq yang menebus dan memerdekakan Bilal bin Rabah. Setelah umat Islam telah kuat, maka perbudakan pun dihapuskan.

d. Mengangkat derajat kaum perempuan

Nabi SAW mengajarkan untuk mengangkat derajat kaum perempuan yang sebelumnya dianggap hina. Masyarakat Arab jahiliyah menganggap anak perempuan yang mereka lahirkan sebagai aib bagi keluarga karena jika ia tumbuh dewasa hanya akan diperlakukan sebagai pemuas nafsu birahi kaum laki-laki.

Kehadiran Muhammad sebagai nabi dan rasul menghapus perlakuan tersebut. Hal itu dapat dilihat dari konsep Islam yang menyamakan antara laki-laki dan perempuan yang beriman dalam beribadah kepada Allah SWT. Firman-Nya:

وَمَن يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتَ مِن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُوْلَـئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلاَ يُظْلَمُونَ نَقِيراً

Artinya:

Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun. (Qs. An-Nisa’/4: 124).

e. Nabi SAW mengajarkan bahwa manusia yang paling baik adalah yang banyak memberikan manfaat kepada orang lain.

Nabi senantiasa memotivasi umat agar hidup mulia dan bermanfaat. Hal itu dapat dilihat dari sabdanya:

خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

Artinya: Sebaik-baik manusia adalah orang yang banyak memberikan manfaat bagi orang lain.

Dengan demikian, umat Muhammad akan selalu berbuat baik kepada sesamanya dan menghindarkan diri dari hal-hal yang dapat merusak persaudaraan. Kehadirannya tidak menyusahkan, tetapi menguntungkan, menyenangkan dan memberi manfaat bagi orang di sekitarnya.

3. Sebagai rahmat bagi alam semesta, pembawa kedamaian, kesejahteraan, dan kemajuan masyarakat.

Salah satu misi terpenting adalah sebagai rahmat bagi sekalian alam. Hal ini ditegaskan Allah SWT dalam firman-Nya surat al-Anbiya’ ayat 107:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.

Salah satu makna rahmat dalam ayat di atas adalah kebaikan. Maksudnya, Allah mengutus Nabi Muhammad SAW menjadi rasul demi kebaikan seluruh alam. Hal itu terbukti dengan berbagai perubahan yang berhasil dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW terhadap bangsa Arab, dan perubahan yang berhasil dilakukan oleh umat Islam terhadap dunia pada umumnya. Di antara perubahan yang berhasil ia lakukan adalah:

a. Segi Keagamaan

Sebelumnya, bangsa Arab yang dikenal dengan zaman jahiliyah menyembah patung dan batu-batu berhala. Mereka juga menyembah hewan-hewan kurban di hadapan berhala tersebut demi untuk memuliakannya. Mereka berada dalam kemusyrikin yang nyata. Kemudian dengan diutusnya nabi Muhammad SAW, kepercayaan itu berganti dengan keyakinan tauhid, dimana hanya Allah yang patut untuk disembah. Semenjak itu, masyarakat Arab memiliki peradaban yang tinggi dan menganut agama tauhid yang sesungguhnya.

b. Segi Kemasyarakatan

Zaman jahiliyah juga ditandai dengan buruknya sistem kemasyarakatan. Hukum yang berlaku adalah hukum rimba dimana yang kuat berkuasa sementara yang lemah menjadi mangsa. Pertumpahan darah sering terjadi antara satu kabilah dan satu suku lainnya. Lebih ironis lagi, kaum perempuan diletakkan pada derajat yang amat hina, sehingga mereka merasa malu memiliki anak perempuan. Tidak sedikit di antara mereka yang mengubur anak perempuannya hidup-hidup.

Kedatangan Islam yang mengajarkan kemuliaan manusia dan pentingnya saling menghormati dan menyayangi satu sama lain telah membawa perubahan besar terhadap masyarakat Arab, bahkan masyarakat dunia pada umumnya. Islam telah memberikan aturan yang tegas dan jelas tentang persaudaraan, baik persaudaraan seagama, antar agama, sesuku, hingga kepada antar tetangga. Bahkan Islam mengajarkan pemeluknya untuk melakukan hubungan baik kepada Allah (hablun minallah) dan hubungan baik sesama manusia (hablun minannas). Dengan demikian, lahirlah hukum-hukum kemasyarakatan yang berdiri dengan prinsip-prinsip keadilan. Begitu pula kaum perempuan memiliki derajat yang sama mulianya dengan kaum laki-laki ketika mereka beriman dan beramal shaleh.

c. Segi Politik

Seperti yang telah dijelaskan di atas, masyarakat Arab jahiliyah selalu berperang antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Mereka tidak memiliki rasa persaudaraan dan ikatan setanah air. Mereka hanya diikat oleh rasa sesuku, atau sebatas pertalian darah. Mereka akan mengangkat pemimpin hanya dari kalangan mereka sendiri sehingga masing-masing suku memiliki pemimpin dan antara yang satu dengan yang lainnya sering berselisih sehingga terjadilah pertumpahan darah.

Islam telah merubah ikatan persaudaraan sedarah itu dengan ikatan persaudaraan seaqidah. Maka terjalinlah kesatuan atas dasar persaudaraan dan agama di bawah naungan Islam. Demikianlah bangsa Arab yang tadinya bercerai berai telah hidup berkelompok yang pada gilirannya memiliki pemerintahan yang tunduk pada hukum-hukum berdasarkan hukum Allah dan Rasulullah yang sangat adil dan sempurna.

Kemudian, Nabi Muhammad SAW juga mengajarkan kasih sayang yang tidak hanya kepada manusia saja, tetapi lebih dari itu ia mengajarkan kasih sayang kepada sekalian makhluk Allah, seperti:

a. Kepada hewan dan tumbuhan hendaklah manusia memelihara dan menyayanginya. Manusia tidak boleh menyiksa binatang contohnya pada saat menyembelih hewan dilarang menggunakan alat yang tumpul sehingga menyiksanya.

b. Sebagai khalifah Allah di bumi, maka menjadi hak manusia untuk memanfaatkan alam untuk kesejahteraannya, tetapi juga menjadi tugasnya menjaga kelestarian alam. Manusia tidak boleh berbuat semena-mena dan merusak alam. Allah berfirman dalam Q.s. al-A’raf/7 ayat 56:

وَلاَ تُفْسِدُواْ فِي الأَرْضِ بَعْدَ إِصْلاَحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفاً وَطَمَعاً إِنَّ رَحْمَتَ اللّهِ قَرِيبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِينَ

Artinya:

Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdo'alah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.

c. Kepada makhluk ghaib, seperti malaikat, kita harus mengimani bahwa mereka adalah makhluk Allah yang diciptakan dari cahaya dan mempunyai tugas masing-masing.

d. Kepada makhluk ghaib yang lain seperti jin kita harus mempercayai keberadaannya dan hidup berdampingan tanpa saling mengganggu dan menyadari bahwa manusia dan jin diciptakan hanya untuk beribadah kepada Allah SWT.

B. Perjuangan Nabi Muhammad SAW dan para sahabat dalam menghadapi masyarakat Mekah

Sebelum Islam datang masyarakat Mekah berada dalam zaman Jahiliyah dengan segala bentuk perbuatan yang dilarang oleh agama Islam, seperti judi, mabuk-mabukan, penganiayaan, perampokan, dan perzinahan merupakan bagian hidup mereka sehari-hari.

Dalam kondisi akhlak masyarakat Mekah seperti itu, Allah mengutus Nabi Muhammad SAW sebagai rasul terakhir untuk menyampaikan kebenaran dan kesempurnaan wahyu Allah dengan misi utama menyeru agama tauhid kepada seluruh umat manusia. Dalam menyampaikan ajaran Islam, Rasulullah menempuh dua cara, yaitu: dakwah secara sembunyi-sembunyi dan dakwah secara terang-terangan.

Dakwah secara sembunyi-sembunyi dilakukan kepada keluarga terdekatnya. Hal ini dilakukan pada tahap awal untuk menghindari kontak fisik dengan kafir Quraisy yang kebanyakan tidak menerima dakwah nabi. Orang pertama yang menyatakan keimanannya adalah istrinya sendiri, Khadijah lalu disusul sepupunya Ali bin Abi Thalib yang ketika itu anak-anak. Menyusul pula Zaid bin Harisah, pembantu nabi yang kemudian menjadi anak angkat beliau. Begitu pula sahabat nabi sejak kecil, yaitu Abu Bakar Shiddiq.

Dengan perantara Abu Bakar, banyak pula orang-orang yang menyatakan keislamannya, seperti: Usman bin Affan, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqas, Talhah bin Ubaidillah, Abu Ubaidillah bin Jarrah, Arqam bin Abil Arqam, Fatimah binti Khattab (adik Umar bin Khattab) bersama suaminya Said bin Zaid al-‘Adawi dan beberapa penduduk lainnya dari kabilah Quraisy. Mereka yang pertama beriman ini disebut sebagai assabiqunal awwalun.

Adapun tempat pembinaan para sahabat ini dilakukan di rumah Arqam, dekat bukit Shafa. Disinilah mereka mempelajari al-Qur’an dan memahami maknanya. Mereka memiliki semangat yang tinggi sehingga mereka tidak hanya pasif, tetapi aktif berdakwah kepada keluarga terdekat dan sahabat-sahabat mereka, meskipun dalam keadaan sembunyi-sembunyi.

Sekitar dua tahun kemudian, nabi dan para sahabat pun melakukan dakwah secara terang-terangan. Hal ini dilakukan nabi setelah turunnya perintah Allah seperti yang dijelaskan dalam firman-Nya surat al-Hijr/15: 94-95

فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ. إِنَّا كَفَيْنَاكَ الْمُسْتَهْزِئِينَ

Artinya:

Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya Kami memelihara kamu daripada (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olokkan (kamu).

Suatu ketika, Rasulullah memanggil semua penduduk Mekah di bukit Shafa. Di depan orang banyak, beliau menyatakan sebagai utusan Allah yang bertugas memberi peringatan kepada manusia. Beliau menyeru mereka untuk hanya menyembah Allah dan meninggalkan berhala. Mereka yang mendengar pun langsung gaduh dan para pembesar Quraisy meluapkan kemarahannya dengan berteriak-teriak dan menganggap nabi tidak waras. Seperti Abu Lahab, berteriak “Celakalah engkau Muhammad, untuk inikah engkau mengumpulkan kami di sini?”. Ketika itu turunlah wahyu Allah:

تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ. مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ. سَيَصْلَى نَاراً ذَاتَ لَهَبٍ. وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ. فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِّن مَّسَدٍ.

Artinya:

Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut. (Qs. Al-Lahab/111: 1-5)

Sejak peristiwa itu, aksi-aksi menentang dakwah nabi pun bermunculan. Orang-orang kaya dan berpengaruh bergabung membentuk perlawanan. Nama-nama seperti Abu Sufyan, Abu Lahab, Abu Jahal, Umaiyah, Utbah bin Rabiah, Walid bin Mughirah dan masih banyak lagi yang lainnya. Mereka selalu berusaha untuk menghentikan dakwah nabi dengan berbagai cara.

Adapun bentuk cobaan, ancaman dan gangguan yang bertubi-tubi dilakukan oleh orang-orang kafir dalam menentang dakwah Rasulullah adalah sebagai berikut:

a. ejekan, hinaan, dan tuduhan-tuduhan yang sering dilontarkan oleh orang-orang kafir. Tujuan mereka adalah untuk melecehkan dan menurunkan mental umat Islam;

b. menjelek-jelekkan serta membangkitkan keraguan atas ajaran Rasulullah;

c. melawan ajaran Allah dengan dongeng-dongeng agar manusia lupa dan meninggalkan agama Allah;

d. menawarkan Rasululullah untuk menyembah berhala dan mereka pun akan menyembah Allah;

e. mengancam akan membunuh Rasulullah jika tidak menghentikan dakwah;

f. dan sebagainya.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa reaksi masyarakat Mekah menerima ajaran yang dibawa Nabi Muhammad SAW tidaklah baik. Namun dengan kesabaran dan keimanannya, Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat tetap berjuang menegakkan agama tauhid. Mereka tidak pernah putus asa dan tetap rela berkorban, baik harta, tenaga, pikiran, bahkan dengan nyawa sekalipun. Akhirnya jumlah pengikut Nabi Muhammad SAW pun semakin banyak.

C. Meneladani perjuangan Nabi Muhammad Saw. dan para sahabat dalam menghadapi masyarakat Mekah

Perjuangan Rasulullah dan para sahabat yang tidak kenal lelah patut kita teladani, untuk mencapai keberhasilan, kemenangan, dan kebahagiaan. Di antara hal-hal yang harus kita teladani dari perjuangan nabi Muhammad SAW dan para sahabat dalam menghadapi kaum Quraisy Mekah adalah sebagai berikut.

1. Keteguhan hati

Dalam menegakkan dan memperjuangan agama Islam, nabi Muhammad SAW dan para sahabat mendapat banyak rintangan, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Namun, Rasulullah beserta sahabat mampu menghadapi berbagai rintangan tersebut dengan keteguhan hati sehingga Islam tetap berdiri dan diterima oleh masyarakat Mekah khususnya, dan pada masa-masa selanjutnya Islam tersebar begitu pesatnya hingga saat ini.

2. Keberanian

Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat memiliki keberanian dalam menghadapi segala macam tantangan, cobaan, rintangan dan tantangan dari kafir Quraisy beserta sekutu-sekutunya, seperti orang-orang musyrik, Yahudi, Nashrani. Semua itu dihadapi oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabat dengan lapang dada, berani dan pantang menyerah. Sikap keberanian nabi itu tampak beberapa kisah perjuangan nabi, seperti adanya ancaman, siksaan, bahkan pembunuhan yang dilakukan oleh kafir Quraisy terhadap para sahabat. Seperti kisah Bilal bin Rabah yang disiksa di tengah padang pasir dengan meletakkan batu di atas dadanya. Bahkan kedua orang tua Amr bin Yasir (Yasir dan Sumaiyah) syahid dibunuh oleh kafir Quraisyh. Semua itu mereka hadapi dengan keberanian, walau harus mengorbankan nyawanya.

3. Strategi kepemimpinan

Nabi Muhammad SAW dan para sahabat memberikan contoh kepemimpinan yang baik kepada umatnya. Mereka tidak mementingkan diri sendiri tetapi mementingkan kepentingan umatnya. Hal ini ditunjukkan Rasulullah ketika kaum muslimin mendapat tekanan dari kafir Quraisy, nabi Muhammad memerintahkan para sahabat hijrah ke Habsy, sedangkan nabi sendiri tetap di Mekah untuk berdakwah menghadapi kaum Quraisy dengan segala resikonya.

4. Kedisiplinan

Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya menanamkan dan memberikan keteladan tentang kedisiplinan seperti disiplin dalam beribadah maupun dalam urusan mu’amalah, seperti shalat tepat pada waktunya, serta bekerja dengan sungguh-sungguh mencari karunia Allah dan sebagiannya dinafkahkan kepada orang yang membutuhkan.

5. Kejujuran

Nabi Muhammad SAW dan para sahabat selalu bersikap jujur, baik terhadap diri sendiri maupun kepada orang lain, kapan dan di manapun. Hal ini telah dicontohkan oleh nabi sendiri dalam berdagang ketika masih berusia muda.

6. Keikhlasan

Nabi Muhammad SAW dan para sahabat ikhlas dalam berjuang menegakkan dan menyiarkan ajaran Islam tanpa mengharapkan keuntungan duniawai, akan tetapi semata-mata mengharapkan ridha Allah SWT.

7. Kedermawanan

Nabi Muhammad SAW dan para sahabat sangat dermawan, segala yang dimiliki diikhlaskan demi kepentingan agama Islam. Harta maupun jiwa dipergunakan untuk memperjuangkan agama Islam, bahkan mereka rela mati demi agama Islam. Misalnya Abu Bakar r.a. pernah menyumbangkan seluruh hartanya untuk persiapan perang. Ketika itu Rasulullah bertanya: apa yang engkau tinggalkan kepada keluargamu? Abu Bakar menjawab: aku tinggalkan kepada mereka Allah dan Rasulnya. Hal itu dilakukan Abu Bakar dengan keimanan yang kuat bahwa rezeki yang diperoleh hanya karena pemberian Allah semata.

Selain keteladanan di atas, kita juga patut meneladani perjuangan Nabi Muhammad SAW beserta sahabat dalam hal berikut ini.

a. Rasulullah memiliki akhlak yang mulia sehingga ia menjadi teladan bagi orang lain. Oleh karena itu, jika ingin melakukan perubahan maka mulailah dari diri sendiri untuk menghiasi diri dengan perbuatan terpuji.

b. Rasulullah dan para sahabatnya memiliki iman yang kuat serta keteguhan hati sehingga dalam menghadapi kesulitan seberat apapun tetap sabar, maka bersabar dan kuatkanlah keteguhan hati untuk menegakkan agama Islam.

c. Rasulullah adalah sosok pemimpin yang bisa menyatukan hati manusia. Beliau adalah pemimpin yang memiliki kemuliaan, kecerdasan, kebaikan, keutamaan, kejujuran, dan sifat terpuji lainnya. Dengan begitu, para sahabatnya sanga mencintai Rasulullah dan para musuhnya pun sangat takut. Maka jadilah pemimpin yang meneladani Rasulullah.

d. Rasulullah dan para sahabat memiliki tanggung jawab besar untuk meluruskan manusia dari kesesatan. Mereka lebih memilih melaksanakan tanggung jawab tersebut walaupun sangat sulit dari pada menanggung kerugian dan siksa di akhirat kelak. Maka bertanggungjawablah dalam segala urusan dengan tetap berlandaskan iman.

e. Rasulullah dan sahabat sangat yakin kepada hari akhirat dan adanya yaumul hisab. Oleh karena itu, mereka menguatkan hati dalam berdakwah. Maka berimanlah kepada hari akhirat dengan benar sehingga memperkuat semangat kita menegakkan agama Allah.

f. Umat Islam senantiasa diberi petunjuk dengan turunnya surat dan ayat Alquran. Alquran mereka yakini diturunkan untuk membawa kegembiraan dan keberhasilan yang sesungguhnya. Maka pelajari, pahami, hayati, dan amalkanlah al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.

Popular Posts