Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Labels

Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan

29 Januari 2011

Meneladani Kehidupan Nabi dan Rasul Ulul Azmi

PAI SMPN 21 Padang-Para rasul adalah manusia biasa yang luar biasa. Mereka adalah orang-orang yang dipilih Allah untuk menyampaikan pesan-pesanNya. Pemilihan seorang rasul merupakan qadha Allah yang siapa pun tidak dapat mempengaruhinya. Di antara rasul-rasul Allah ada lima orang yang teristimewa dengan digelari ulul azmi, yang artinya orang yang memiliki kesabaran atau keteguhan hati yang tinggi. Adapun yang termasuk rasul ulul azmi adalah Nabi Nuh AS, Ibrahim AS, Musa AS, Isa AS, dan Muhammad SAW.

Nabi Nuh adalah rasul pertama yang diutus Allah untuk meluruskan aqidah dan akhlak umat yang telah menyimpang dari ajaran yang benar. Sebagaimana diketahui, beliau mewarisi umat Nabi Idris yang sudah sangat tidak percaya kepada Allah. Bahkan mereka telah menuhankan lima berhala utama sebagai sembahan mereka. Berhala-berhala tersebut adalah Wad, Suwa, Ya’uq, Yaguts, dan Nasr. Nama kelima berhala tersebut dahulunya adalah ulama-ulama umat Nabi Idris yang awalnya dikramatkan lalu dimitoskan dan dituhankan.

Kualifikasi Nabi Nuh sebagai ulul azmi di antaranya karena kesabarannya dalam berdakwah. Beliau tanpa pernah menyerah terus menerus mendakwahi keluarga, kerabat, dan masyarakat umum untuk kembali menyembah dan mentaati Allah dan RasulNya. Terbukti, hampir 1000 tahun usianya, tetapi jumlah umat yang mengikutinya tidak lebih dari 200 orang. Bahkan istri dan anaknya yang bernama Kan’an termasuk penentangnya. Atas kehendak Allah, umat Nabi Nuh yang membangkang ditenggelamkan dengan gelombang air bah (mungkin sejenis gelombang Tsunami) dan semuanya hancur, kecuali Nuh dan pengikutnya yang beriman.

Nabi Ibrahim termasuk rasul ulul azmi, di antaranya karena kepatuhan dan kesabaran serta keteguhannya dalam berdakwah. Sejak masih bayi, Ibrahim dipelihara dalam keadaan genting yang disebabkan oleh tirani Namruz yang membunuhi anak laki-laki. Setelah dewasa, ia harus berhadapan dengan raja dan masyarakat penyembah berhala, termasuk orang-orang terdekatnya. Bahkan ia harus menerima siksaan yang mahapedih, yaitu dibakar dan diusir dari kampung halamannya.

Setelah hampir seratus tahun usia pernikahannya dengan Siti Sarah, ia belum juga dikaruniai anak hingga istrinya meminta ia menikahi seorang budak belian yang berkulit hitam bernama Hajar untuk dijadikan istri. Atas kehendak Allah, terbukti Hajar dapat melahirkan seorang anak yang diberi nama Ismail. Di saat berbahagia itu, Allah memerintahkan Ibrahim untuk “membuang” istri dan anak yang baru lahir dan sangat dicintainya itu ke tanah gersang di Makkah.

Karena kesabaran dan kepatuhannya, perintah itu dilaksanakan. Namun perintah lebih berat diterima Ibrahim, yaitu harus mengorbankan Ismail yang baru beranjak remaja. Hal ini pun beliau laksanakan, meskipun akhirnya yang disembelih adalah domba. Selain tugas tersebut, Ibrahim tetap harus melaksanakan fungsinya sebagai rasul penyeru kebenaran.

Nabi Musa juga termasuk rasul ulul azmi. Beliau termasuk orang sabar dalam menghadapi dan mendakwahi Fir’aun dan pengikutnya. Selain itu, beliau mampu bersabar dalam memimpin kaumnya yang sangat pembangkang. Bagaimana tidak, ketika beliau akan menerima wahyu di Bukit Sinai, pengikutnya yang dipimpin Samiri menyeleweng dengan menyembah patung anak sapi. Harun yang ditugasi mengganti peran Musa, tidak sanggup menghalangi, bahkan hendak dibunuh. Namun demikian, Musa pernah tidak dapat bersabar ketika belajar berguru kepada Khidir.

Nabi Isa termasuk rasul ulul azmi. Banyak hal yang menunjukkan bahwa beliau memiliki kesabaran dan keteguhan dalam menyampaikan risalah Allah. Terutama ketika beliau harus menghadapi fitnah yang disebar kaum Yahudi dan pengkhianatan muridnya. Selain itu, beliau juga harus memberi pengertian tentang status ibunya yang melahirkan tanpa adanya seorang suami.

Nabi Muhammad SAW sejak dari kecil sampai dewasa mengalami masa-masa sulit. Pada usia 6 tahun beliau sudah menjadi yatim piatu. Setelah dewasa, beliau harus membantu meringankan beban paman yang merawat beliau. Namun yang paling berat tantangan yang dihadapi adalah setelah diangkatnya beliau menjadi rasul. Penentangan bukan saja datang dari orang lain, tetapi juga dari Abu Lahab, pamannya.

Beliau juga harus ikut menderita tatkala Bani Hasyim diboikot (diasingkan) di sebuah lembah gara-gara
dakwah beliau. Tokoh-tokoh Quraisy mempelopori pemboikotan tersebut yang isinya antara lain melarang berhubungan jual beli, pernikahan, dan hubungan sosial lainnya kepada Bani Hasyim. Pemboikotan yang berjalan sekitar 3 tahun itu, telah menghabiskan harta beliau dan istrinya, Khadijah.

Pada saat itu, seluruh keluarga Hasyim kehabisan makanan sampai Allah membebaskan penderitaan mereka. Namun demikian, tekanan-tekanan yang diberikan kaum Quraisy yang bahkan melibatkan keluarga besar Hasyim, tidak menyurutkan langkah beliau untuk berdakwah.

Kesabaran yang ditunjukkan oleh para nabi dan rasul, khususnya ulul azmi, sangat jauh berbeda dengan kita. Bahkan Rasulullah pernah menyampaikan bahwa yang paling berat ujiannya adalah para nabi, kemudian orang-orang yang seperti mereka. Ketabahan dan kesabaran para nabi dan rasul tersebut dipengaruhi oleh kekuatan keimanan mereka. Mereka meyakini bahwa apa pun bentuk ujian yang diberikan Allah adalah bentuk kasih sayangNya.

Nabi dan Rasul Ulul Azmi

Allah SWT telah menurunkan beribu-ribu nabi ke muka bumi ini. Dari mulai nabi Adam a.s, sampai kepada nabi penutup akhir jaman yaitu nabi Muhammad Saw. Kita tentunya sudah mengetahui antara nabi dan rasull. Kita bisa bandingkan antara seorang nabi dengan seorang rasull, dimana seorang nabi mereka di beri wahyu oleh Allah semata-mata hanya untuk dirinya sendiri, tetapi seorang rasull mereka diberi wahyu ya untuk dirinya ya untuk umatnya, maka dari hal tersebut bisa kita kaji bahwa seorang nabi belum tentu rasull tetapi seorang rasull sudah tentu seorang nabi.

Dari dulu anak-anak kecil sudah mulai diajarkan bertauhid dengan salah satunya mengetahui rasull-rasull yang 25 dari mulai nabi Adam a.s sampai nabi Muhammad saw. Dari ke 25 rasull tersebut terdapat 5 nabi unggulan yang di sebut Rasull ulul ‘azmi. Istilah ulul ‘azmi tercantum dalam surat Al-Ahqaaf (46) ayat 35, “Bersabarlah seperti sabarnya rasul-rasul ulul ‘azmi”. Kelima rasull tersebut adalah Nabi Nuh a.s, Ibrahim a.s , Musa a.s, Isa a.s dan Muhammad Saw.

Nabi yang terakhir disebut diatas merupakan nabi kita, nabi penutup akhir jaman tidak ada lagi nabi setelah beliau. Kemuliaan akhlaknya sudah tidak diragukan lagi, kesabarannya, keberaniannya, kegagahannya yang merupakan contoh suri tauladan umatnya.

Apakah kita tahu bapak-bapak dari rasull ulul ‘azmi ? ya… kita sering mengira bahwa seorang rasull atau nabi merupakan anak dari seorang nabi pula. Tidak ada salahnya kita beranggapan seperti itu karena memang diantaranya banyak nabi yang merupakan anak seorang nabi seperti halnya nabi Sulaiman a.s yang merupakan putera dari nabi Daud a.s, Nabi Ishak a.s yang merupakan anak nabi Ibrahim a.s. Tetapi anehnya para Rasull ulul ‘azmi mereka semuanya bukanlah anak dari seorang nabi, mari kita tengok sedikit siapa bapak-bapak mereka.

Menurut Ibnu Katsir dalam kitab Qishashul Anbiya’, Nabi Nuh a.s adalah anak seorang biasa yang bernama Lamak bin Mutawasylih. Nabi Musa a.s adalah anak Imran bin Qaiths. Menurut Ibnu Asakir, Nabi Ibrahim a.s adalah anak pembuat patung berhala yang bernama Azar bin Nakhur. Nabi Isa a.s malah tidak mempunyai ayah, sehingga disebut Isa putera Maryam. Ayah nabi Muhammad Saw. adalah Abdullah bin Abdul Muthalib, pedagang muda Mekah yang meninggal diperjalanan sewaktu Muhammad masih dalam kandungan Ibunya.

Nabi yang merupakan anak dari seorang nabi tentunya sejak kecil sudah terdidik dalam keluarga saleh. Mereka mengalami suasana yang sehari-harinya orang menghormati ayah mereka dan meminta petunjuk. Maka ketika tugas kenabianya diwariskan, mestinya mereka tidak terlalu sulit melanjutkannya. Berbeda dengan rasull ulul ‘azmi yang harus berkarya, berjuang lebih keras dalam menyampaikan risalah Tuhan yang tanpa bekal dan perlindungan nama besar orang tua. Bukan berati para nabi selain ulul ‘azmi tidak berjuang dengan jerih payah, mereka pun sama, tetapi mungkin Allah melihat para rasull ulul ‘azmi lebih dari nabi-nabi biasanya sehingga disebutlah kelima nabi tersebut dalam istilah ulul ‘azmi.

Meneladani Nabi Ulul Azmi

PARA rasul adalah manusia biasa yang luar biasa. Mereka adalah orang-orang yang dipilih Allah menyampaikan pesan-pesan-Nya. Pemilihan seorang rasul merupakan qadha Allah yang siapa pun tidak dapat mempengaruhinya. Di antara rasul-rasul Allah ada lima orang yang teristimewa dengan digelari ulul azmi, yang artinya orang yang memiliki kesabaran atau keteguhan hati yang tinggi. Adapun yang termasuk rasul ulul azmi adalah Nabi Nuh as., Ibrahim as., Musa as., Isa as. dan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Alaihi Wassalam (SAWW).

Nabi Nuh adalah rasul pertama yang diutus Allah untuk meluruskan akidah dan akhlak umat yang telah menyimpang dari ajaran yang benar. Sebagaimana diketahui beliau mewarisi umat Nabi Idris yang sudah sangat tidak percaya kepada Allah. Bahkan mereka telah menuhankan lima berhala utama sebagai sembahan mereka. Berhala-berhala tersebut adalah Wad, Suwa, Ya’uq, Yaguts, dan Nasr. Nama kelima berhala tersebut dahulunya adalah ulama-ulama umat Nabi Idris yang awalnya dikramatkan lalu dimitoskan dan dituhankan. Kualifikasi Nabi Nuh sebagai ulul azmi di antaranya karena kesabarannya dalam berdakwah. Beliau tanpa menyerah terus menerus mendakwahi keluarga, kerabat, dan masyarakat umum untuk kembali menyembah dan mentaati Allah dan Rasul-Nya. Terbukti, hampir 1000 tahun usianya jumlah umat yang mengikutinya tidak lebih dari 200 orang. Bahkan istri dan anaknya yang bernama Kan’an termasuk penentangnya. Atas kehendak Allah umat Nuh yang membangkan ditenggelamkan dengan gelombang air bah (mungkin sejenis gelombang Tsunami) dan semuanya hancur, kecuali Nuh dan pengikutnya yang beriman.

Nabi Ibrahim termasuk rasul ulul azmi di antaranya karena kepatuhan dan kesabaran serta keteguhannya dalam berdakwah. Sejak masih bayi Ibrahim dipelihara dalam keadaan genting yang disebabkan tirani Namruz yang membunuhi anak laki-laki. Setelah dewasa, ia harus berhadapan dengan raja dan masyarakat penyembah berhala termasuk orang-orang terdekatnya. Bahkan ia harus menerima siksaan yang maha pedih, yaitu dibakar dan diusir dari kampung halamannya. Setelah hampir seratus tahun usia dan pernikahannya dengan Siti Sarah, ia belum dikaruniai anak hingga istrinya meminta ia menikahi seorang budak belian yang berkulit hitam bernama Hajar untuk dijadikan istri. Atas kehendak Allah terbukti Hajar dapat melahirkan seorang anak yang diberi nama Ismail. Di saat berbahagia itu, Allah memerintahkan Ibrahim untuk “membuang” istri dan anak yang baru lahir dan sangat dicintainya itu ke tanah gersang di Makkah. Karena kesabaran dan kepatuhannya, perintah itu dilaksanakan. Namun, perintah lebih berat diterima Ibrahim, yaitu harus mengorbankan Ismail yang baru beranjak remaja. Hal ini pun beliau laksanakan, meskipun akhirnya yang disembelah adalah domba. Selain tugas tersebut, Ibrahim tetap harus melaksanakan fungsinya sebagai rasul penyeru kebenaran.

Nabi Musa juga termasuk rasul ulul azmi. Beliau termasuk orang sabar dalam menghadapi dan mendakwahi Fir’aun dan pengikutnya. Selain itu, beliau mampu bersabar dalam memimpin kaumnya yang sangat pembangkang. Bagaimana tidak, ketika beliau akan menerima wahyu di Bukit Sinai, pengikutnya yang dipimpin Samiri menyeleweng dengan menyembah patung anak sapi. Harun yang ditugasi mengganti peran Musa, tidak sanggup menghalang bahkan hendak dibunuh. Namun demikian, Musa pernah tidak dapat bersabar ketika belajar berguru kepada Khidir.

Nabi Isa termasuk rasul ulul azmi. Banyak hal yang menunjukkan bahwa beliau memiliki kesabaran dan keteguhan dalam menyampaikan risalah Allah. Terutama, ketika beliau harus menghadapi fitnah yang disebar kaum Yahudi dan pengkhianatan muridnya. Selain itu, beliau juga harus memberi pengertian tentang status ibunya yang melahirkan tanpa adanya seorang suami.

Nabi Muhammad SAWW. sejak dari kecil sampai dewasa mengalami masa-masa sulit. Pada usia 6 tahun beliau sudah menjadi yatim piatu. Setelah dewasa beliau harus membantu meringankan beban paman yang merawat beliau. Namun yang paling berat tantangan yang dihadapi adalah setelah diangkatnya beliau menjadi rasul. Penentangan bukan saja dari orang lain, tetapi juga dari Abu Lahab, pamannya. Beliau juga harus ikut menderita tatkala Bani Hasyim diboikot (diasingkan) di sebuah lembah gara-gara dakwah beliau. Tokoh-tokoh Quraisy mempelopori pemboikotan tersebut yang isinya antara lain melarang berhubungan jual beli, pernikahan, dan sosial lainya kepada Bani Hasyim. pemboikotan yang berjalan sekitar 3 tahun itu, telah menghabiskan harta beliau dan istrinya, Khadijah. Pada saat itu seluruh keluarga Hasyim kehabisan makanan sampai Allah membebaskan penderitaan mereka. Namun demikian tekanan-tekanan yang diberikan kaum Quraisy bahkan melibatkan keluarga besar Hasyim, tidak menyurutkan langkah beliau untuk berdakwah.

Kesabaran yang ditunjukkan oleh para nabi dan rasul khususnya ulul azmi sangat jauh berbeda dengan kita. Bahkan Rasulullah pernah menyampaikan bahwa yang paling berat ujiannya adalah para nabi, kemudian orang-orang yang seperti mereka. Ketabahan dan kesabaran para nabi dan rasul tersebut dipengaruhi oleh kekuatan keimanan mereka. Mereka meyakini bahwa apa pun bentuk ujian yang diberikan Allah adalah bentuk kasih sayang-Nya.


24 Januari 2011

AR RAHMAAN dan AR RAHIIM

Share

'AKU-lah Allah, AKU-lah yang Maha Penyayang, AKU ciptakan hubungan kekeluargaan dan AKU keluarkan dari sebuah Nama-KU maka barangsiapa yang menghubungkannya maka AKU menghubungkan dengannya dan barangsiapa yang memutuskannya maka AKU akan memutuskan darinya'

Sifat AR RAHMAAN (yang Maha Pemurah) dan AR RAHIIM (yang Maha Penyayang), keduanya berasal dari sifat kasih sayang-NYA (kerahiman) dan sasaran dari kerahiman adalah orang yang membutuhkannya.

Orang-orang yang mengamalkan sifat-sifat ini pada dirinya harus didahului dengan adanya perhatian terhadap orang yang fakir, niat dan kehendak; karena orang yang memenuhi kebutuhan orang yang fakir tidak dapat disebut penyayang jika tidak didahului dengan perhatian kepada yang fakir, niat dan kehendak; tetapi seseorang juga tidak akan disebut penyayang jika hanya sebatas ingin memenuhi kebutuhan orang fakir tetapi tidak melaksanakannya, yang sesungguhnya dia mampu untuk memenuhinya, tetapi orang ini sudah dapat disebut pengasih walau dalam pengertian yang kurang sempurna.

Dan kemudian meluruskan niatnya untuk melaksanakan jika adanya kehendak. Kerahiman Sifat yang sempurna dan menyeluruh, sempurna karena kerahiman tersebut ingin memenuhi kebutuhan mereka yang membutuhkan dan menyeluruh karena kerahimaan tersebut meliputi pihak yang membutuhkan dan pihak yang tidak patut menerimanya yang mencakup perbuatan untuk dunia dan akhirat.

Ar Rahmaan (yang maha pengasih) lebih khusus daripada Ar Rahiim karena Ar Rahmaan lebih berkaitan dengan nama-nama Allah yang paling indah (Asmaaul Husna) dan pada hakikatnya Ar-Rahmaan adalah suatu kerahiman yang berada diluar kemampuan manusia karena sifat ini lebih tersembunyi dikedalaman hati yang dimiliki oleh orang yang hidup dengan hati yang berdzikir dan hati yang bertaubat kepada Allah.

`Katakanlah: serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, DIA mempunyai Al-Asmaaul Husna (nama-nama yang paling indah) ' [Al Israa' 110]

Dan akan terlihat setelah pelaksanaan kehendak dan sifat ini berkaitan dengan kebahagiaan akhirat, sementara Ar-Rahiim walaupun tersimpan di hati yang paling dalam tetapi akan tercermin di wajah, lisan dan pergerakan anggota tubuhnya.

Manusia yang memiliki sifat Ar-Rahiim adalah manusia yang tidak berpaling dari orang-orang yang membutuhkannya, yaitu dengan memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka sejauh dirinya mampu, tidak berpaling dari keberadaan orang-orang miskin disekitarnya dan menyediakan bantuan untuk melepaskan mereka dari kemiskinan, baik dengan kekayaan maupun dengan kedudukannya atau dengan menjadi perantara bagi mereka dan jika mereka tidak mampu melakukan itu semua maka mereka membantu dengan doa dan mencintai mereka sebagaimana mencintai saudaranya dan turut merasakan kemalangannya.

Manusia yang mengamalkan sifat Ar Rahmaan dan Ar Rahiim adalah manusia yang menunjukkan kerahiman kepada orang-orang yang lalai dan kemudian mengajaknya agar tidak lagi melalaikan hak-hak Allah dengan melalui teguran dan nasehat yang disertai dengan kelembutan, tidak memandang kedurhakaan mereka dengan pandangan kehinaan tetapi memandang kedurhakaan mereka sebagai suatu kemalangan yang kemudian sifat kerahimannya mendorongnya untuk berupaya membantunya agar mereka selamat dari azab Allah.

Setiap keburukan mengandung kebaikan didalamnya jika keburukan itu dihapuskan maka kebaikan didalamnya juga terhapuskan dan hasil akhirnya adalah keburukan yang lebih buruk daripada keburukan yang mengandung kebaikan.

Bagi Allah dunia ini sudahlah selesai tetapi bagi manusia yang masih hidup, kehidupan dunia masih harus dijalani, hanya bagaimana manusia menyikapi waktu yang tersisa, apakah sesuai dengan kehendak sang pencipta bahwa manusia diciptakan hanyalah untuk menyembah kepada penciptanya atau hanya menjadi manusia yang ingkar pada Penciptanya. (Imam Al-Ghazali)

AR RAHMAAN

Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa sesungguhnya Akulah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. al Hijr: 49)

Pertama kali, Allah memperkenalkan diri-Nya dalam sejarah manusia dengan dua sifat yang menakjubkan. Dalam wahyu pertama, Allah menyebutnya sebagai Tuhan atas segala ciptaan. Lalu, Allah mengajarkan ilmu pada manusia, dengan cara yang begitu mulia, membaca. Kemudian sekali lagi Allah mengabarkan tentang sifatnya, akram, Yang Maha Mulia.

Satu dari sifat-Nya yang mulia, lahir dari nama-Nya. Ar Rahim, Maha Penyayang. Dalam al Qur’an, Allah mengulangi kata ar Rahim sebanyak 228, jauh lebih banyak dari asma Allah, ar Rahman yang “hanya” 171.

Beberapa mufassir, menerjemahkan perbedaan antara kata ar Rahman dan ar Rahim. Jika kata yang pertama, sifatnya berlaku untuk seluruh manusia, maka kata yang kedua disebutkan, hanya berlaku pada situasi khusus dan untuk kaum tertentu semata. Namun menariknya, di sini jumlah yang umum jauh lebih sedikit dari jumlah yang khusus. Artinya, dengan rahim-Nya, Allah teramat menyintai umat dan kaum yang mulia, manusia-manusia Muslim yang beriman. Dilimpahkan begitu banyak kemuliaan.

Tempat tumbuh dan berkembangnya janin juga disebut rahim. Di rahim bermulanya kehidupan. Di rahim dijaga kehidupan ideal seorang manusia. Di rahim, setiap manusia dilantik apa dan kemana tujuan hidupnya. Dan ketika bayi dilahirkan, ia menangis demikian rupa, meninggalkan rahim yang melimpah kasih sayang dan rasa aman.

Begitu pula Allah. Di dalam sifat Rahim-Nya, manusia akan hidup dengan aman, nyaman, penuh kemuliaan, sentosa dan pebuh keberkahaan. Maka, sebutlah nama-nama Tuhanmu, dalam setiap awal doa dan permintaan.

Mereka yang selalu membasahi bibirnya dengan kata sederhana, ar Rahim, maka Sang Pemilik Nama, akan selalu menjaganya dengan segenap kasih sayang-Nya. Mereka yang selalu menghiasai hatinya dengan kata sederhana, ar Rahim, maka Allah akan menghiasainya pula dengan kasih sayang yang tak berbatas ruang dan tak dikekang waktu. Dan siapa saja yang disayangi Allah, maka tak satupun makhluk di dunia memiliki alasan untuk membencinya. Kecuali mereka yang telah dikuasai nafsu angkara. (Herry Nurdi)

AR RAHIIM

“Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa sesungguhnya Akulah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. al Hijr: 49)

Pertama kali, Allah memperkenalkan diri-Nya dalam sejarah manusia dengan dua sifat yang menakjubkan. Dalam wahyu pertama, Allah menyebutnya sebagai Tuhan atas segala ciptaan. Lalu, Allah mengajarkan ilmu pada manusia, dengan cara yang begitu mulia, membaca. Kemudian sekali lagi Allah mengabarkan tentang sifatnya, akram, Yang Maha Mulia.

Satu dari sifat-Nya yang mulia, lahir dari nama-Nya. Ar Rahim, Maha Penyayang. Dalam al Qur’an, Allah mengulangi kata ar Rahim sebanyak 228, jauh lebih banyak dari asma Allah, ar Rahman yang “hanya” 171.

Beberapa mufassir, menerjemahkan perbedaan antara kata ar Rahman dan ar Rahim. Jika kata yang pertama, sifatnya berlaku untuk seluruh manusia, maka kata yang kedua disebutkan, hanya berlaku pada situasi khusus dan untuk kaum tertentu semata. Namun menariknya, di sini jumlah yang umum jauh lebih sedikit dari jumlah yang khusus. Artinya, dengan rahim-Nya, Allah teramat menyintai umat dan kaum yang mulia, manusia-manusia Muslim yang beriman. Dilimpahkan begitu banyak kemuliaan.

Tempat tumbuh dan berkembangnya janin juga disebut rahim. Di rahim bermulanya kehidupan. Di rahim dijaga kehidupan ideal seorang manusia. Di rahim, setiap manusia dilantik apa dan kemana tujuan hidupnya. Dan ketika bayi dilahirkan, ia menangis demikian rupa, meninggalkan rahim yang melimpah kasih sayang dan rasa aman.

Begitu pula Allah. Di dalam sifat Rahim-Nya, manusia akan hidup dengan aman, nyaman, penuh kemuliaan, sentosa dan pebuh keberkahaan. Maka, sebutlah nama-nama Tuhanmu, dalam setiap awal doa dan permintaan.

Mereka yang selalu membasahi bibirnya dengan kata sederhana, ar Rahim, maka Sang Pemilik Nama, akan selalu menjaganya dengan segenap kasih sayang-Nya. Mereka yang selalu menghiasai hatinya dengan kata sederhana, ar Rahim, maka Allah akan menghiasainya pula dengan kasih sayang yang tak berbatas ruang dan tak dikekang waktu. Dan siapa saja yang disayangi Allah, maka tak satupun makhluk di dunia memiliki alasan untuk membencinya. Kecuali mereka yang telah dikuasai nafsu angkara.

Bacalah ar Rahim, dan temukan dunia yang penuh kasih sayang. Hati kita akan lebih mudah menyanyangi. Dan kehidupan, insya Allah akan lebih baik lagi. (Herry Nurdi)

Kaidah-Kaidah Dalam Memahami Asma Allah Ta'ala


oleh Gani Purwiandono/
belajarislam.com

  • Kaidah pertama : nama-nama Allah ta’ala semuanya husna

  • Kaidah kedua : nama-nama Allah ta’ala merupakan nama dan sifat sekaligus

  • Kaidah ketiga : nama-nama Allah ta’ala jika menunjukkan pengertian transitif mengandung tiga hal dan jika menunjukkan pengertian intransitif mengandung dua hal

  • Kaidah keempat : penunjukkan nama-nama Allah ta’ala terhadap dzat dan sifatNya dapat dilakukan dengan Muthabaqah, tadhamun, iltizam.

  • Kaidah kelima : nama-nama dan sifat Allah ta’ala sifatnya tauqifiyah (berdasarkan wahyu), akal tidak boleh berperan sama sekali.

  • Kaidah keenam : nama-nama Allah ta’ala tidak terbatas jumlahnya.

  • Kaidah ketujuh : dikatakan menyeleweng, memberi nama Allah ta’ala tidak dengan cara semestinya.

Nama-Nama Allah Ta’ala Semuanya Husna

Husna’ maknanya indah yang keindahannya mencapai puncak maha indah. Allah ta’ala berfirman:

وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا ۖ وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ ۚ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

"Hanya milik Allah asmaa-ul husna, Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu." (QS: al a’raf:180)


Demikian itu karena nama-nama Allah ta’ala mengandung sifat sempurna, yang tidak ada sedikitpun kekurangan dari semua segi.

Contohnya:

1. Al Hayyu (الحيُ) artinya: Yang Mahahidup. Al Hayyu adalah salah satu nama Allah yang mengandung sifat kehidupan sempurna yang tidak didahului ketiadaan dan tidak mengalami kebinasaan. Kehidupan yang mengharuskan adanya kesempurnaan sifat-sifat lainnya seperti ilmu, qudrat, mendengar dan melihat, serta sifat-sifat lainnya.

2. Al ‘alim (العَليمُ) artinya: Yang Maha Mengetahui. Al ‘alim adalah salah satu nama Allah yang mengandung ilmu sempurna yang tidak didahului kebodohan dan tidak dihinggapi keluapaan. Allah ta’ala berfirman:

قَالَ عِلْمُهَا عِندَ رَبِّي فِي كِتَابٍ ۖ لَّا يَضِلُّ رَبِّي وَلَا يَنسَى

"Musa menjawab: "Pengetahuan tentang itu ada di sisi Rabbku, di dalam sebuah kitab, Rabb Kami tidak akan salah dan tidak (pula) lupa"" (QS: Thaha: 52)


Ilmu Allah maha luas, meliputi segala sesuatu, global maupun terperinci, baik yang berhubungan dengan perbuatanNya sendiri atau perbautan MakhluqNya. Allah ta’ala berfirman:

وَعِندَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ ۚ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ ۚ وَمَا تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ

"Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)” (QS: al an’am:59).

وَمَا مِن دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۚ كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ

Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)” (QS: Hud:6)

يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَيَعْلَمُ مَا تُسِرُّونَ وَمَا تُعْلِنُونَ ۚ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ

Dia mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi dan mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan yang kamu nyatakan. dan Allah Maha mengetahui segala isi hati (QS: At-Taghabun:4)

3. Ar-Rahman (الرحْمَانُ) artinya yang Maha Pengasih. Ar-Rahman adalah salah satu nama Allah ta’ala yang mengandung sifat pengasih yang sempurna. Sifat ini dinyatakan rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dalam sabdanya: Sesungguhnya Allah lebih kasih sayang terhadap hambaNa dari kasih sayang ibu kepada anaknya (HR. Bukhari no. 5999 dan Muslim no.2754).

Maknanya, kasih sayang Allah ta’ala lebih besar daripada kasih sayang seorang ibu kepada bayinya yang tertawan, lalu menemuinya, kemudian memeluk dan menyusuinya.

Nama Ar-Rahman juga mengadung sifat rahmat Allah ta’ala yang sangat luas. Allah ta’ala menyebutkan hal ini dalam firmanNya:

وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ

Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu”. (QS: al a’raf: 156)

Allahpun berfirman dengan doa para malaikat untuk kaum mukminin

رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَّحْمَةً وَعِلْمًا

"Ya Tuhan Kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu (QS: al mu’min: 7)

Keindahan nama-nama Allah ta’ala dapat dilihat pada setiap nama itu sendiri dan dapat dilihat dari paduannya dengan nama lainnya yang menghasilkan kesempurnaan ganda (kesempurnaan diatas kesempurnaan).

Contonya:

Al Aziz Al Hakim (العَزيزُالحَكِيمُ) Allah ta’ala sering memadukan kedua nama tersebut dalam al qur’an. Masing-masing nama tersebut asalnya sudah mengandung sifat kesempurnaan khusus yaitu sifat keperkasaan dengan nama Al Aziz dan sifat penuh hikmah dalam menghukum dengan nama ِِAl Hakim. Bila kedua nama tersebut dipadukan akan menunjukkan sifat kesempurnaan lain (yang lebih indah), yaitu sifat keperkasaan Allah yang penuh hikmah. Jadi keperkasaanNya tidak menimbulkan tidak kedzaliman, kesewenang-wenangan dan tindakan buruk lainnya yang terkadang terjadi pada orang-orang yang perkasa. Karena (sering kita temui) orang yang perkasa terkadang keperkasaanya itu membuat dirinya melakukan perbuatan dosa, apakah itu berbuat dzalim, sewenag-wenang/tindakan buruk lainnya. Begitu pula HikmahNya dalam menghukum. Sifat ini disertai sifat keperkasaan yang sempurna. Berbeda dengan hukum dan hikmah makhluqNya yang terkadang terkandung kerendahan dan kelemahan.

Kata Pengantar diatas Disadur dari Al-Qowaidul Mutsla : Memahami Nama Dan Sifat Alloh Subhanahu wa Ta’ala oleh Syaikh Utsaimin

Hubungan Hadits dengan Al-Quran

Share
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEif_HKtlrPM1qvjLCkJfQjP2Ut0GvL4nwl3Mwv-BvD5cV74W5CnfLIc-RjHDy1sONqO7VBcEyYbyZogqfRoNs7QRO2wPguqS2_Wfc6oXp9-1z8GURXBG0TxGF5xK2nkH5dI3UOkgRG2wPI/s320/maulid-nabi-muhammad-saw.jpg

A. PENGERTIAN HADITS

Kata "Hadits" atau al-hadits menurut bahasa berarti al-jadid (sesuatu yang baru), lawan kata dari al-qadim (sesuatu yang lama). Kata hadits juga berarti al-khabar (berita), yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain.

Kata jamaknya, ialah al-hadist.

Secara terminologi, ahli hadits dan ahli ushul berbeda pendapat dalam memberikan pengertian hadits. Di kalangan ulama hadits sendiri ada juga beberapa definisi yang antara satu sama lain agak berbeda. Ada yang mendefinisikan hadits, adalah : "Segala perkataan Nabi SAW, perbuatan, dan hal ihwalnya". Ulama hadits menerangkan bahwa yang termasuk "hal ihwal", ialah segala pemberitaan tentang Nabi SAW, seperti yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaanya.

Ulama ahli hadits yang lain merumuskan pengertian hadits dengan :
"Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifatnya".
Ulama hadits yang lain juga mendefiniskan hadits sebagai berikut : "Sesuatu yang didasarkan kepada Nabi SAW. baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifatnya".

Dari ketiga pengertian tersebut, ada kesamaan dan perbedaan para ahli hadits
dalam mendefinisikan hadits. Kasamaan dalam mendefinisikan hadits ialah hadits dengan segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik perkataan maupun perbuatan. Sedangkan perbedaan mereka terletak pada penyebutan terakhir dari perumusan definisi hadits. Ada ahli hadits yang menyebut hal ihwal atau sifat Nabi sebagai komponen hadits, ada yang tidak menyebut. Kemudian ada ahli hadits yang menyebut taqrir Nabi secara eksplisit sebagai komponen dari bentuk-bentuk hadits, tetapi ada juga yang memasukkannya secara implisit ke dalam aqwal atau afal-nya.

Sedangkan ulama Ushul, mendefinisikan hadits sebagai berikut :
"Segala perkataan Nabi SAW. yang dapat dijadikan dalil untuk penetapan hukum syara'".

Berdasarkan rumusan definisi hadits baik dari ahli hadits maupun ahli ushul, terdapat persamaan yaitu ; "memberikan definisi yang terbatas pada sesuatu yang disandarkan kepada Rasul SAW, tanpa menyinggung-nyinggung prilaku dan ucapan shabat atau tabi'in. Perbedaan mereka terletak pada cakupan definisinya. Definisi dari ahli hadits mencakup segala sesuatu yang disandarkan atau bersumber dari Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, dan taqrir. Sedangkan cakupan definisi hadits ahli ushul hanya menyangkut aspek perkataan Nabi saja yang bisa dijadikan dalil untuk menetapkan hukum syara'.

Selain Hadits, ada juga istilah yang mempunyai makna seperti Hadits, yakni :

1. As-Sunnah

Sunnah menurut bahasa berarti : "Jalan dan kebiasaan yang baik atau yang buruk". Menurut M.T.Hasbi Ash Shiddieqy, pengertian sunnah ditinjau dari sudut bahasa (lughat) bermakna jalan yang dijalani, terpuji, atau tidak. Sesuai tradisi yang sudah dibiasakan, dinamai sunnah, walaupun tidak baik.

Berkaitan dengan pengertian sunnah ditinjau dari sudut bahasa, perhatikan sabda Rasulullah SAW, sebagai berikut :
"Barang siapa mengadakan sesuatu sunnah (jalan) yang baik, maka baginya pahala Sunnah itu dan pahala orang lain yang mengerjakan hingga hari kiamat. Dan barang siapa mengerjakan sesuatu sunnah yang buruk, maka atasnya dosa membuat sunnah buruk itu dan dosa orang yang mengerjakannya hingga hari kiamat" (H.R. Al-Bukhary dan Muslim).

Sedangkan, Sunnah menurut istilah muhadditsin (ahli-ahli hadits) ialah segala yang dinukilkan dari Nabi SAW., baik berupa perkataan, perbuatan, maupun berupa taqrir, pengajaran, sifat, kelakuan, perjalanan hidup baik yang demikian itu sebelum Nabi SAW., dibangkitkan menjadi Rasul, maupun sesudahnya. Menurut Fazlur Rahman, sunnah adalah praktek aktual yang karena telah lama ditegakkan dari satu generasi ke generasi selanjutnya memperoleh status normatif dan menjadi sunnah. Sunnah adalah sebuah konsep perilaku, maka sesuatu yang secara aktual dipraktekkan masyarakat untuk waktu yang cukup lama tidak hanya dipandang sebagai praktek yang aktual tetapi juga sebagai praktek yang normatif dari masyarakat tersebut.

Menurut Ajjaj al-Khathib, bila kata Sunnah diterapkan ke dalam masalah-masalah hukum syara', maka yang dimaksud dengan kata sunnah di sini, ialah segala sesuatu yang diperintahkan, dilarang, dan dianjurkan oleh Rasulullah SAW., baik berupa perkataan maupun perbuatannya. Dengan demikian, apabila dalam dalil hukum syara' disebutkan al-Kitab dan as-Sunnah, maka yang dimaksudkannya adalah al-Qur'an dan Hadits.

Pengertian Sunnah ditinjau dari sudut istilah, dikalangan ulama terdapat perbedaan. Ada ulama yang mengartikan sama dengan hadits, dan ada ulama yang membedakannya, bahkan ada yang memberi syarat-syarat tertentu, yang berbeda dengan istilah hadits.

Ulama ahli hadits merumuskan pengertian sunnah sebagai berikut :
"Segala yang bersumber dari Nabi SAW., baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, tabiat, budi pekerti, atau perjalanan hidupnya, baik sebelum diangkat menjadi Rasul, seperti ketika bersemedi di gua Hira maupun sesudahnya".

Berdasarkan definisi yang dikemukakan di atas, kata sunnah menurut sebagian ulama sama dengan kata hadits. "Ulama yang mendefinisikan sunnah sebagaimana di atas, mereka memandang diri Rasul SAW., sebagai uswatun hasanah atau qudwah (contoh atau teladan) yang paling sempurna, bukan sebagai sumber hukum. Olah karena itu, mereka menerima dan meriwayatkannya secara utuh segala berita yang diterima tentang diri Rasul SAW., tanpa membedakan apakah (yang diberitakan itu) isinya berkaitan dengan penetapan hukum syara' atau tidak. Begitu juga mereka tidak melakukan pemilihan untuk keperluan tersebut, apabila ucapan atau perbuatannya itu dilakukan sebelum diutus menjadi Rasul SAW., atau sesudahnya.

Ulama Ushul Fiqh memberikan definisi Sunnah adalah "segala yang dinukilkan dari Nabi Muhammad SAW., baik berupa perkataan, perbuatan maupun taqrirnya yang ada sangkut pautnya dengan hukum". Menurut T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, makna inilah yang diberikan kepada perkataan Sunnah dalam sabda Nabi, sebagai berikut :"Sungguh telah saya tinggalkan untukmu dua hal, tidak sekali-kali kamu sesat selama kamu berpegang kepadanya, yakni Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya"
(H.R.Malik).

Perbedaan pengertian tersebut di atas, disebabkan karena ulama hadits memandang Nabi SAW., sebagai manusia yang sempurna, yang dijadikan suri teladan bagi umat Islam, sebagaimana firman Allah surat al-Ahzab ayat 21, sebagai berikut :"Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu".

Ulama Hadits membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi Muhammad SAW., baik yang ada hubungannya dengan ketetapan hukum syariat Islam maupun tidak. Sedangkan Ulama Ushul Fiqh, memandang Nabi Muhammad SAW., sebagai Musyarri', artinya pembuat undang-undang wetgever di samping Allah. Firman Allah dalam al-Qur'an surat al-Hasyr ayat 7 yang berbunyi: "Apa yang diberikan oleh Rasul, maka ambillah atau kerjakanlah. Dan apa yang dilarang oleh Rasul jauhilah".

Ulama Fiqh, memandang sunnah ialah "perbuatan yang dilakukan dalam agama, tetapi tingkatannya tidak sampai wajib atau fardlu. Atau dengan kata lain sunnah adalah suatu amalan yang diberi pahala apabila dikerjakan, dan tidak dituntut apabila ditinggalkan. Menurut Dr.Taufiq dalam kitabnya Dinullah fi Kutubi Ambiyah menerangkan bahwa Sunnah ialah suatu jalan yang dilakukan atau dipraktekan oleh Nabi secara kontinyu dan diikuti oleh para sahabatnya; sedangkan Hadits ialah ucapan-ucapan Nabi yang diriwayatkan oleh seseorang, dua atau tiga orang perawi, dan tidak ada yang mengetahui ucapan-ucapan tersebut selain mereka sendiri.

2. Khabar

Selain istilah Hadits dan Sunnah, terdapat istilah Khabar dan Atsar. Khabar menurut lughat, yaitu berita yang disampaikan dari seseorang kepada seseorang. Untuk itu dilihat dari sudut pendekatan ini (sudut pendekatan bahasa), kata Khabar sama artinya dengan Hadits. Menurut Ibn Hajar al-Asqalani, yang dikutip as-Suyuthi, memandang bahwa istilah hadits sama artinya dengan khabar, keduanya dapat dipakai untuk sesuatu yang marfu, mauquf, dan maqthu'. Ulama lain, mengatakan bahwa kbabar adalah sesuatu yang datang selain dari Nabi SAW., sedang yang datang dari Nabi SAW. disebut Hadits. Ada juga ulama yang mengatakan bahwa hadits lebih umum dari khabar. Untuk keduanya berlaku kaidah umumun wa khushushun muthlaq, yaitu bahwa tiap-tiap hadits dapat dikatan Khabar, tetapi tidak setiap Khabar dapat dikatakan Hadits.

Menurut istilah sumber ahli hadits; baik warta dari Nabi maupun warta dari sahabat, ataupun warta dari tabi'n. Ada ulama yang berpendapat bahwa khabar digunakan buat segala warta yang diterima dari yang selain Nabi SAW.

Dengan pendapat ini, sebutan bagi orang yang meriwayatkan hadits dinamai muhaddits, dan orang yang meriwayatkan sejarah dinamai akhbary atau khabary. Ada juga ulama yang mengatakan bahwa hadits lebih umum dari khabar, begitu juga sebaliknya ada yang mengatakan bahwa khabar lebih umum dari pada hadits, karena masuk ke dalam perkataan khabar, segala yang diriwayatkan, baik dari Nabi maupun dari selainnya, sedangkan hadits khusus terhadap yang diriwayatkan dari Nabi SAW saja.

3. Atsar

Atsar menurut lughat ialah bekasan sesuatu, atau sisa sesuatu, dan berarti nukilan (yang dinukilkan). Sesuatu doa umpamanya yang dinukilkan dari Nabi dinamai: doa ma'tsur. Sedangkan menurut istilah jumhur ulama sama artinya dengan khabar dan hadits. Dari pengertian menurut istilah, terjadi perbedaan pendapat di antara ulama. "Jumhur ahli hadits mengatakan bahwa Atsar sama dengan khabar, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW., sahabat, dan tabi'in. Sedangkan menurut ulama Khurasan, bahwa Atsar untuk yang mauquf dan khabar untuk yang marfu.

Jumhur ulama cenderung menggunakan istilah Khabar dan Atsar untuk segala sesuatu yang disandarkan kepada NAbi SAW dan demikian juga kepada sahabat dan tabi’in. namun, para Fuqaha’ khurasan membedakannya dengan mengkhususkan al-mawquf, yaitu berita yang disandarkan kepada sahabat dengan sebutan Atsar dan al-marfu’, yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW dengan istilah Khabar.

B. BENTUK-BENTUK HADITS

Sesuai pengertiannya dengan berdasarkan secara terminologi, Hadits ataupun Sunnah, dapat dibagi menjadi tiga macam hadits :

1. Hadits Qauli
Hadits yang berupa perkataan (Qauliyah), contohnya sabda Nabi SAW :
"Orang mukmin dengan orang mukmin lainnya bagaikan sebuah bangunan, yang satu sama lain saling menguatkan." (HR. Muslim)

2. Hadits Fi’il,
Hadits yang berupa perbuatan (fi’liyah) mencakup perilaku Nabi SAW, seperti tata cara shalat, puasa, haji, dsb. Berikut contoh haditsnya, Seorang sahabat berkata : “Nabi SAW menyamakan (meluruskan) saf-saf kami ketika kami melakukan shalat. Apabila saf-saf kami telah lurus, barulah Nabi SAW bertakbir.” (HR. Muslim)

3. Hadits Taqriri
Hadits yang berupa penetapan (taqririyah) atau penilaian Nabi SAW terhadap apa yang diucapkan atau dilakukan para sahabat yang perkataan atau perbuatan mereka tersebut diakui dan dibenarkan oleh Nabi SAW.

Contohnya hadits berikut, seorang sahabat berkata ; “Kami (Para sahabat) melakukan shalat dua rakaat sesudah terbenam matahari (sebelum shalat maghrib), Rasulullah SAW terdiam ketika melihat apa yang kami lakukan, beliau tidak menyuruh juga tidak melarang kami ” (HR. Muslim)

C. KEDUDUKAN HADITS TERHADAP AL-QUR’AN

Allah SWTmenutup risalah samawiyah dengan risalah islam. Dia mengutus Nabi SAW. Sebagai Rasul yang memberikan petunjuk, menurunkan Al-qur`an kepadanya yang merupakan mukjizat terbesar dan hujjah teragung, dan memerintahkan kepadanya untuk menyampaikan dan menjelaskannya.

Al-qur`an merupakan dasar syariat karena merupakan kalamullah yang mengandung mu`jizat, yang diturunkan kepada Rasul SAW. Melalui malaikat Jibril mutawatir lafadznya baik secara global maupun rinci, dianggap ibadah dengan membacanya dan tertulis di dalam lembaran lembaran.

Dalam hukum islam, hadits menjadi sumber hukum kedua setelah Al-qur`an . penetapan hadits sebagai sumber kedua ditunjukan oleh tiga hal, yaitu Al qur`an sendiri, kesepakatan (ijma`) ulama, dan logika akal sehat (ma`qul). Al qur`an menunjuk nabi sebagai orang yang harus menjelaskan kepada manusia apa yang diturunkan Allah, karena itu apa yang disampaikan Nabi harus diikuti, bahkan perilaku Nabi sebagai rasul harus diteladani kaum muslimin sejak masa sahabat sampai hari ini telah bersepakat untuk menetapkan hukum berdasarkan sunnah Nabi, terutama yang berkaitan dengan petunjuk operasional. Keberlakuan hadits sebagai sumber hukum diperkuat pula dengan kenyataan bahwa Al-qur`an hanya memberikan garis- garis besar dan petunjuk umum yang memerlukan penjelasan dan rincian lebih lanjut untuk dapat dilaksanakan dalam kehidupan manusia. Karena itu, keabsahan hadits sebagai sumber kedua secara logika dapat diterima.

Al-qur`an sebagai sumber pokok dan hadits sebagai sumber kedua mengisyaratkan pelaksanaan dari kenyataan dari keyakinan terhadap Allah dan Rasul-Nya yang tertuang dalam dua kalimat syahadat. Karena itu menggunakan hadits sebagai sumber ajaran merupakan suatu keharusan bagi umat islam. Setiap muslim tidak bisa hanya menggunakan Al-qur`an, tetapi ia juga harus percaya kepada hadits sebagai sumber kedua ajaran islam.

Taat kepada Allah adalah mengikuti perintah yang tercantum dalam Al-qur`an sedang taat kepada Rasul adalah mengikuti sunnah-Nya, oleh karena itu, orang yang beriman harus merujukkan pandangan hidupnya pada Al qur`an dan sunnah/hadits rasul.

Alqur`an dan hadits merupakan rujukan yang pasti dan tetap bagi segala macam perselisihan yang timbul di kalangan umat islam sehingga tidak melahirkan pertentangan dan permusuhan. Apabila perselisihan telah dikembalikan kepada ayat dan hadits, maka walaupun masih terdapat perbedaan dalam penafsirannya, umat islam seyogyanya menghargai perbedaan tersebut.

D. FUNGSI HADITS TERHADAP AL-QUR’AN

Al-Quran menekankan bahwa Rasul SAW. berfungsi menjelaskan maksud firman-firman Allah (QS 16:44). Penjelasan atau bayan tersebut dalam pandangan sekian banyak ulama beraneka ragam bentuk dan sifat serta fungsinya.
Al-qur`an dan hadist merupakan dua sumber yang tidak bisa dipisahkan. Keterkaitan keduanya tampak antara lain:

a. Hadist menguatkan hukum yang ditetapkan Al-qur`an.
Di sini hadits berfungsi memperkuat dan memperkokoh hukum yang dinyatakan oleh Al-quran. Misalnya, Al-quran menetapkan hukum puasa, dalam firman-Nya :“Hai orang – orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang – orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” . (Q.S AL BAQARAH/2:183)
Dan hadits menguatkan kewajiban puasa tersebut:
Islam didirikan atas lima perkara : “persaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah , dan Muhammad adalah rasulullah, mendirikan shalat , membayar zakat , puasa pada bulan ramadhan dan naik haji ke baitullah.” (H.R Bukhari dan Muslim)

b. Hadits memberikan rincian terhadap pernyataan Al qur`an yang masih bersifat global. Misalnya Al-qur`an menyatakan perintah shalat :
“Dan dirikanlah oleh kamu shalat dan bayarkanlah zakat” (Q.S Al Baqarah /2:110) shalat dalam ayat diatas masih bersifat umum, lalu hadits merincinya, misalnya shalat yang wajib dan sunat. sabda Rasulullah SAW: Dari Thalhah bin Ubaidillah : bahwasannya telah datang seorang Arab Badui kepada Rasulullah SAW. dan berkata : “Wahai Rasulullah beritahukan kepadaku salat apa yang difardukan untukku?” Rasul berkata : “Salat lima waktu, yang lainnya adalah sunnat” (HR.Bukhari dan Muslim)
Al-qur`an tidak menjelaskan operasional shalat secara rinci, baik bacaan maupun gerakannya. Hal ini dijelaskan secara terperinci oleh Hadits, misalnya sabda Rasulullah SAW:“Shalatlah kamu sekalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.” (HR. Bukhari)

c. Hadits membatasi kemutlakan ayat Al qur`an. Misalnya Al qur`an mensyariatkan wasiat:
“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang diantara kamu kedatangan tanda–tanda maut dan dia meninggalkan harta yang banyak, berwasiatlah untuk ibu dan bapak karib kerabatnya secara makruf. Ini adalah kewajiban atas orang–orang yang bertakwa,” (Q.S Al Baqarah/2:180)
Hadits memberikan batas maksimal pemberian harta melalui wasiat yaitu tidak melampaui sepertiga dari harta yang ditinggalkan (harta warisan). Hal ini disampaikan Rasul dalam hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Sa`ad bin Abi Waqash yang bertanya kepada Rasulullah tentang jumlah pemberian harta melalui wasiat. Rasulullah melarang memberikan seluruhnya, atau setengah. Beliau menyetujui memberikan sepertiga dari jumlah harta yang ditinggalkan.

d. Hadits memberikan pengecualian terhadap pernyataan Al Qur`an yang bersifat umum. Misalnya Al-qur`an mengharamkan memakan bangkai dan darah:“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, daging yang disembelih atas nama selain Allah , yang dicekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang dimakan binatang buas kecuali yang sempat kamu menyembelihnya , dan yang disembelih untuk berhala. Dan diharamkan pula bagimu mengundi nasib dengan anak panah, karena itu sebagai kefasikan. (Q.S Al Maidah /5:3)
Hadits memberikan pengecualian dengan membolehkan memakan jenis bangkai tertentu (bangkai ikan dan belalang ) dan darah tertentu (hati dan limpa) sebagaimana sabda Rasulullah SAW:Dari Ibnu Umar ra.Rasulullah saw bersabda : ”Dihalalkan kepada kita dua bangkai dan dua darah . Adapun dua bangkai adalah ikan dan belalang dan dua darah adalah hati dan limpa.”(HR.Ahmad, Syafii`,Ibn Majah ,Baihaqi dan Daruqutni)

e. Hadits menetapkan hukum baru yang tidak ditetapkan oleh Al-qur`an. Al-qur`an bersifat global, banyak hal yang hukumnya tidak ditetapkan secara pasti .Dalam hal ini, hadits berperan menetapkan hukum yang belum ditetapkan oleh Al-qur`an, misalnya hadits dibawah ini: Rasulullah melarang semua binatang yang bertaring dan semua burung yang bercakar (HR. Muslim dari Ibn Abbas)
‘Abdul Halim Mahmud, mantan Syaikh Al-Azhar, dalam bukunya Al-Sunnah fi Makanatiha wa fi Tarikhiha menulis bahwa Sunnah atau Hadits mempunyai fungsi yang berhubungan dengan Al-Quran dan fungsi sehubungan dengan pembinaan hukum syara’. Dengan menunjuk kepada pendapat Al-Syafi’i dalam Al-Risalah, ‘Abdul Halim menegaskan bahwa, dalam kaitannya dengan Al-Quran, ada dua fungsi Al-Sunnah yang tidak diperselisihkan, yaitu apa yang diistilahkan oleh sementara ulama dengan bayan ta’kid dan bayan tafsir. Yang pertama sekadar menguatkan atau menggarisbawahi kembali apa yang terdapat di dalam Al-Quran, sedangkan yang kedua memperjelas, merinci, bahkan membatasi, pengertian lahir dari ayat-ayat Al-Quran.

E. PERBANDINGAN HADITS DENGAN AL-QUR’AN

Hadits dalam islam merupakan sumber hukum kedua dan kedudukannya setingkat lebih rendah daripada Al-quran
Al-quran adalah kalamullah yang diwahyukan Allah SWT lewat malaikat Jibril secara lengkap berupa lafadz dan sanadnya sekaligus, sedangkan lafadz hadits bukanlah dari Allah melainkan dari redaksi Nabi sendiri.

Dari segi kekuatan dalilnya, Al-quran adalah mutawatir yang qot’i, sedangkan hadits kebanyakannya khabar ahad yang hanya memiliki dalil zhanni. Sekalipun ada hadits yang mencapai martabat mutawattir namun jumlahnya hanya sedikit.

Membaca Al-Qur’an hukumnya adalah ibadah, dan sah membaca ayat-ayatnya di dalam sholat, sementara tidak demikian halnya dengan hadits. Para sahabat mengumpulkan Al-quran dalam mushaf dan menyampaikan kepada umat dengan keadaan aslinya, satu huruf pun tidak berubah atau hilang. Dan mushaf itu terus terpelihara dengan sempurna dari masa ke masa.

Sedangkan hadits tidak demikian keadaannya, karena hadits qouli hanya sedikit yang mutawatir. Kebanyakan hadits yang mutawatir mengenai amal praktek sehari-hari seperti bilangan rakaat shalat dan tata caranya. Al-quran merupakan hukum dasar yang isinya pada umumnya bersifat mujmal dan mutlak. Sedangkan hadits sebagai ketentuan-ketentuan pelaksanaan (praktisnya).

Hadits juga ikut menciptakan suatu hukum baru yang belum terdapat dalam al-quran seperti dalam hadits yang artinya :
Hadits dari Abi Hurairoh R.A dia berkata, Rasulullah SAW bersabda “Tidaklah halal mengumpulkan antara seorang perempuan dengan bibinya (saudara bapa yang perempuan) dan tidak pula antara seorang perempuan dengan bibinya (saudara ibu yang perempuan). (H.R. Bukhari dan Muslim).

Oleh Rudi Arlan Al-Farisi | rud1.cybermq.com

19 Januari 2011

Mengenang Akhlak Nabi Muhammad SAW

Setelah Nabi wafat, seketika itu pula kota Madinah bising dengan tangisan ummat Islam; antara percaya - tidak percaya, Rasul Yang Mulia telah meninggalkan para sahabat. Beberapa waktu kemudian, seorang arab badui menemui Umar dan dia meminta, Òceritakan padaku akhlak MuhammadÓ. Umar menangis mendengar permintaan itu. Ia tak sanggup berkata apa-apa. Ia menyuruh Arab badui tersebut menemui Bilal. Setelah ditemui dan diajukan permintaan yg sama, Bilal pun menangis, ia tak sanggup menceritakan apapun. Bilal hanya dapat menyuruh orang tersebut menjumpai Ali bin Abi Thalib.

Orang Badui ini mulai heran. Bukankah Umar merupakan seorang sahabat senior Nabi, begitu pula Bilal, bukankah ia merupakan sahabat setia Nabi. Mengapa mereka tak sanggup menceritakan akhlak Muhammad. Dengan berharap-harap cemas, Badui ini menemui Ali. Ali dengan linangan air mata berkata, Òceritakan padaku keindahan dunia ini!.Ó Badui ini menjawab, Òbagaimana mungkin aku dapat menceritakan segala keindahan dunia ini...Ó Ali menjawab, Òengkau tak sanggup menceritakan keindahan dunia padahal Allah telah berfirman bahwa sungguh dunia ini kecil dan hanyalah senda gurau belaka, lalu bagaimana aku dapat melukiskan akhlak Muhammad, sedangkan Allah telah berfirman bahwa sungguh Muhammad memiliki budi pekerti yang agung! (QS. Al-Qalam[68]: 4)Ó

Badui ini lalu menemui Siti Aisyah r.a. Isteri Nabi yang sering disapa ÒKhumairahÓ oleh Nabi ini hanya menjawab, khuluquhu al-QurÕan (Akhlaknya Muhammad itu Al-QurÕan). Seakan-akan Aisyah ingin mengatakan bahwa Nabi itu bagaikan Al-QurÕan berjalan. Badui ini tidak puas, bagaimana bisa ia segera menangkap akhlak Nabi kalau ia harus melihat ke seluruh kandungan QurÕan. Aisyah akhirnya menyarankan Badui ini untuk membaca dan menyimak QS Al-MuÕminun[23]: 1-11.

Bagi para sahabat, masing-masing memiliki kesan tersendiri dari pergaulannya dengan Nabi. Kalau mereka diminta menjelaskan seluruh akhlak Nabi, linangan air mata-lah jawabannya, karena mereka terkenang akan junjungan mereka. Paling-paling mereka hanya mampu menceritakan satu fragmen yang paling indah dan berkesan dalam interaksi mereka dengan Nabi terakhir ini.

Mari kita kembali ke Aisyah. Ketika ditanya, bagaimana perilaku Nabi, Aisyah hanya menjawab, Òah semua perilakunya indah.Ó ketika didesak lagi, Aisyah baru bercerita saat terindah baginya, sebagai seorang isteri. ÒKetika aku sudah berada di tempat tidur dan kami sudah masuk dalam selimut, dan kulit kami sudah bersentuhan, suamiku berkata, ÔYa Aisyah, izinkan aku untuk menghadap Tuhanku terlebih dahulu.Õ Apalagi yang dapat lebih membahagiakan seorang isteri, karena dalam sejumput episode tersebut terkumpul kasih sayang, kebersamaan, perhatian dan rasa hormat dari seorang suami, yang juga seorang utusan Allah.

Nabi Muhammad jugalah yang membikin khawatir hati Aisyah ketika menjelang subuh Aisyah tidak mendapati suaminya disampingnya. Aisyah keluar membuka pintu rumah. terkejut ia bukan kepalang, melihat suaminya tidur di depan pintu. Aisyah berkata, Òmengapa engkau tidur di sini.Ó Nabi Muhammmad menjawab, Òaku pulang sudah larut malam, aku khawatir mengganggu tidurmu sehingga aku tidak mengetuk pintu. itulah sebabnya aku tidur di depan pintu.Ó Mari berkaca di diri kita masing-masing. Bagaimana perilaku kita terhadap isteri kita? Nabi mengingatkan, Òberhati-hatilah kamu terhadap isterimu, karena sungguh kamu akan ditanya di hari akhir tentangnya.Ó Para sahabat pada masa Nabi memperlakukan isteri mereka dengan hormat, mereka takut kalau wahyu turun dan mengecam mereka.

Buat sahabat yang lain, fragmen yang paling indah ketika sahabat tersebut terlambat datang ke Majelis Nabi. Tempat sudah penuh sesak. Ia minta izin untuk mendapat tempat, namun sahabat yang lain tak ada yang mau memberinya tempat. Di tengah kebingungannya, Rasul memanggilnya. Rasul memintanya duduk di dekatnya. Tidak cukup dengan itu, Rasul pun melipat sorbannya lalu diberikan pada sahabat tersebut untuk dijadikan alas tempat duduk. Sahabat tersebut dengan berlinangan air mata, menerima sorban tersebut namun tidak menjadikannya alas duduk akan tetapi mencium sorban Nabi.

Senangkah kita kalau orang yang kita hormati, pemimpin yang kita junjung tiba-tiba melayani kita bahkan memberikan sorbannya untuk tempat alas duduk kita. Bukankah kalau mendapat kartu lebaran dari seorang pejabat saja kita sangat bersuka cita. Begitulah akhlak Nabi, sebagai pemimpin ia ingin menyenangkan dan melayani bawahannya. Dan tengoklah diri kita. Kita adalah pemimpin, bahkan untuk lingkup paling kecil sekalipun, sudahkah kita meniru akhlak Rasul Yang Mulia.

Nabi Muhammad juga terkenal suka memuji sahabatnya. Kalau kita baca kitab-kitab hadis, kita akan kebingungan menentukan siapa sahabat yang paling utama. Terhadap Abu Bakar, Rasul selalu memujinya. Abu Bakar-lah yang menemani Rasul ketika hijrah. Abu Bakarlah yang diminta menjadi Imam ketika Rasul sakit. Tentang Umar, Rasul pernah berkata, Òsyetan saja takut dengan Umar, bila Umar lewat jalan yang satu, maka Syetan lewat jalan yang lain.Ó Dalam riwayat lain disebutkan, ÒNabi bermimpi meminum susu. Belum habis satu gelas, Nabi memberikannya pada Umar yang meminumnya sampai habis. Para sahabat bertanya, Ya Rasul apa maksud (taÕwil) mimpimu itu? Rasul menjawab ilmu pengetahuan.Ó

Tentang Utsman, Rasul sangat menghargai Ustman karena itu Utsman menikahi dua putri nabi, hingga Utsman dijuluki dzu an-Nurain (pemilik dua cahaya). Mengenai Ali, Rasul bukan saja menjadikannya ia menantu, tetapi banyak sekali riwayat yang menyebutkan keutamaan Ali. ÒAku ini kota ilmu, dan Ali adalah pintunya.Ó Òbarang siapa membenci Ali, maka ia merupakan orang munafik.Ó

Lihatlah diri kita sekarang. Bukankah jika ada seorang rekan yang punya sembilan kelebihan dan satu kekurangan, maka kita jauh lebih tertarik berjam-jam untuk membicarakan yang satu itu dan melupakan yang sembilan. Ah...ternyata kita belum suka memuji; kita masih suka mencela. Ternyata kita belum mengikuti sunnah Nabi.

Saya pernah mendengar ada seorang ulama yang mengatakan bahwa Allah pun sangat menghormati Nabi Muhammad. Buktinya, dalam Al-QurÕan Allah memanggil para Nabi dengan sebutan nama: Musa, Ayyub, Zakaria, dll. tetapi ketika memanggil Nabi Muhammad, Allah menyapanya dengan ÒWahai NabiÓ. Ternyata Allah saja sangat menghormati beliau.

Para sahabatpun ditegur oleh Allah ketika mereka berlaku tak sopan pada Nabi. Alkisah, rombongan Bani Tamim menghadap rasul. Mereka ingin Rasul menunjuk pemimpin buat mereka. Sebelum Nabi memutuskan siapa, Abu Bakar berkata: ÒAngkat Al-QaÕqa bin MaÕbad sebagai pemimpin.Ó Kata Umar, ÒTidak, angkatlah Al-AqraÕ bin Habis.Ó Abu Bakar berkata ke Umar, ÒKamu hanya ingin membantah aku saja,Ó Umar menjawab, ÒAku tidak bermaksud membantahmu.Ó Keduanya berbantahan sehingga suara mereka terdengar makin keras. Waktu itu turunlah ayat: ÒHai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya. Takutlah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha Mendengar dan maha Mengetahui. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menaikkan suaramu di atas suara Nabi. janganlah kamu mengeraskan suara kamu dalam percakapan dengan dia seperti mengeraskan suara kamu ketika bercakap sesama kamu. Nanti hapus amal-amal kamu dan kamu tidak menyadarinya (al-hujurat 1-2)

Setelah mendengar teguran itu Abu Bakar berkata, ÒYa Rasul Allah, demi Allah, sejak sekarang aku tidak akan berbicara denganmu kecuali seperti seorang saudara yang membisikkan rahasia.Ó Umar juga berbicara kepada Nabi dengan suara yang lembut. Bahkan konon kabarnya setelah peristiwa itu Umar banyak sekali bersedekah, karena takut amal yang lalu telah terhapus. Para sahabat Nabi takut akan terhapus amal mereka karena melanggar etiket berhadapan dengan Nabi.

Dalam satu kesempatan lain, ketika di Mekkah, Nabi didatangi utusan pembesar Quraisy, Utbah bin RabiÕah. Ia berkata pada Nabi, ÒWahai kemenakanku, kau datang membawa agama baru, apa yang sebetulnya kau kehendaki. Jika kau kehendaki harta, akan kami kumpulkan kekayaan kami, Jika Kau inginkan kemuliaan akan kami muliakan engkau. Jika ada sesuatu penyakit yang dideritamu, akan kami carikan obat. Jika kau inginkan kekuasaan, biar kami jadikan engkau penguasa kamiÓ

Nabi mendengar dengan sabar uraian tokoh musyrik ini. Tidak sekalipun beliau membantah atau memotong pembicaraannya. Ketika Utbah berhenti, Nabi bertanya, ÒSudah selesaikah, Ya Abal Walid?Ó ÒSudah.Ó kata Utbah. Nabi membalas ucapan utbah dengan membaca surat Fushilat. Ketika sampai pada ayat sajdah, Nabi bersujud. Sementara itu Utbah duduk mendengarkan Nabi sampai menyelesaikan bacaannya.

Peristiwa ini sudah lewat ratusan tahun lalu. Kita tidak heran bagaimana Nabi dengan sabar mendegarkan pendapat dan usul Utbah, tokoh musyrik. Kita mengenal akhlak nabi dalam menghormati pendapat orang lain. Inilah akhlak Nabi dalam majelis ilmu. Yang menakjubkan adalah perilaku kita sekarang. Bahkan oleh si Utbbah, si musyrik, kita kalah. Utbah mau mendengarkan Nabi dan menyuruh kaumnya membiarkan Nabi berbicara. Jangankan mendengarkan pendapat orang kafir, kita bahkan tidak mau mendengarkan pendapat saudara kita sesama muslim. Dalam pengajian, suara pembicara kadang-kadang tertutup suara obrolan kita. Masya Allah!

Ketika Nabi tiba di Madinah dalam episode hijrah, ada utusan kafir Mekkah yang meminta janji Nabi bahwa Nabi akan mengembalikan siapapun yang pergi ke Madinah setelah perginya N abi. Selang beberapa waktu kemudian. Seorang sahabat rupanya tertinggal di belakang Nabi. Sahabat ini meninggalkan isterinya, anaknya dan hartanya. Dengan terengah-engah menembus padang pasir, akhirnya ia sampai di Madinah. Dengan perasaan haru ia segera menemui Nabi dan melaporkan kedatangannya. Apa jawab Nabi? ÒKembalilah engkau ke Mekkah. Sungguh aku telah terikat perjanjian. Semoga Allah melindungimu.Ó Sahabat ini menangis keras. Bagi Nabi janji adalah suatu yang sangat agung. Meskipun Nabi merasakan bagaimana besarnya pengorbanan sahabat ini untuk berhijrah, bagi Nabi janji adalah janji; bahkan meskipun janji itu diucapkan kepada orang kafir. Bagaimana kita memandang harga suatu janji, merupakan salah satu bentuk jawaban bagaimana perilaku Nabi telah menyerap di sanubari kita atau tidak.

Dalam suatu kesempatan menjelang akhir hayatnya, Nabi berkata pada para sahabat, ÒMungkin sebentar lagi Allah akan memanggilku, aku tak ingin di padang mahsyar nanti ada diantara kalian yang ingin menuntut balas karena perbuatanku pada kalian. Bila ada yang keberatan dengan perbuatanku pada kalian, ucapkanlah!Ó Sahabat yang lain terdiam, namun ada seorang sahabat yang tiba-tiba bangkit dan berkata, ÒDahulu ketika engkau memeriksa barisa di saat ingin pergi perang, kau meluruskan posisi aku dengan tongkatmu. Aku tak tahu apakah engkau sengaja atau tidak, tapi aku ingin menuntut qishash hari ini.Ó Para sahabat lain terpana, tidak menyangka ada yang berani berkata seperti itu. Kabarnya Umar langsung berdiri dan siap ÒmembereskanÓ orang itu. Nabi melarangnya. Nabi pun menyuruh Bilal mengambil tongkat ke rumah Nabi. Siti Aisyah yang berada di rumah Nabi keheranan ketika Nabi meminta tongkat. Setelah Bilal menjelaskan peristiwa yang terjadi, Aisyah pun semakin heran, mengapa ada sahabat yang berani berbuat senekad itu setelah semua yang Rasul berikan pada mereka.

Rasul memberikan tongkat tersebut pada sahabat itu seraya menyingkapkan bajunya, sehingga terlihatlah perut Nabi. Nabi berkata, Òlakukanlah!Ó Detik-detik berikutnya menjadi sangat menegangkan. Tetapi terjadi suatu keanehan. Sahabat tersebut malah menciumi perut Nabi dan memeluk Nabi seraya menangis, ÒSungguh maksud tujuanku hanyalah untuk memelukmu dan merasakan kulitku bersentuhan dengan tubuhmu!. Aku ikhlas atas semua perilakumu wahai Rasulullah.Ó Seketika itu juga terdengar ucapan, ÒAllahu AkbarÓ berkali-kali. sahabat tersebut tahu, bahwa permintaan Nabi itu tidak mungkin diucapkan kalau Nabi tidak merasa bahwa ajalnya semakin dekat. Sahabat itu tahu bahwa saat perpisahan semakin dekat, ia ingin memeluk Nabi sebelum Allah memanggil Nabi.

Suatu pelajaran lagi buat kita. Menyakiti orang lain baik hati maupun badannya merupakan perbuatan yang amat tercela. Allah tidak akan memaafkan sebelum yang kita sakiti memaafkan kita. Rasul pun sangat hati-hati karena khawatir ada orang yang beliau sakiti. Khawatirkah kita bila ada orang yang kita sakiti menuntut balas nanti di padang Mahsyar di depan Hakim Yang Maha Agung ditengah miliaran umat manusia. Jangan-jangan kita menjadi orang yang muflis. NaÕudzu billah.....

Nabi Muhammad ketika saat haji WadaÕ, di padang Arafah yang terik, dalam keadaan sakit, masih menyempatkan diri berpidato. Di akhir pidatonya itu Nabi dengan dibalut sorban dan tubuh yang menggigil berkata, ÒNanti di hari pembalasan, kalian akan ditanya oleh Allah apa yang telah aku, sebagai Nabi, perbuat pada kalian. Jika kalian ditanya nanti, apa jawaban kalian?Ó Para sahabat terdiam dan mulai banyak yang meneteskan air mata. Nabi melanjutkan, ÒBukankah telah kujalani hari-hari bersama kalian dengan lapar, bukankah telah kutaruh beberapa batu diperutku karena menahan lapar bersama kalian, bukankah aku telah bersabar menghadapi kejahilan kalian, bukankah telah ku sampaikan pada kalian wahyu dari Allah.....?Ó Untuk semua pertanyaan itu, para sahabat menjawab, Òbenar ya Rasul!Ó

Rasul pun mendongakkan kepalanya ke atas, dan berkata, ÒYa Allah saksikanlah...Ya Allah saksikanlah...Ya Allah saksikanlah!Ó. Nabi meminta kesaksian Allah bahwa Nabi telah menjalankan tugasnya. Di pengajian ini saya pun meminta Allah menyaksikan bahwa kita mencintai Rasulullah.ÒYa Allah saksikanlah betapa kami mencintai Rasul-Mu, betapa kami sangat ingin bertemu dengan kekasih-Mu, betapa kami sangat ingin meniru semua perilakunya yang indah; semua budi pekertinya yang agung, betapa kami sangat ingin dibangkitkan nanti di padang Mahsyar bersama Nabiyullah Muhammad, betapa kami sangat ingin ditempatkan di dalam surga yang sama dengan surganya Nabi kami. Ya Allah saksikanlah...Ya Allah saksikanlah Ya Allah saksikanlahÓ

KISAH NABI HUD A.S.


"Aad" adalah nama bapa suatu suku yang hidup di jazirah Arab di suatu tempat bernama "Al-Ahqaf" terletak di utara Hadramaut atr Yaman dan Umman dan termasuk suku yang tertua sesudak kaum Nabi Nuh serta terkenal dengan kekuatan jasmani dalam bentuk tubuh-tubuh yang besar dan sasa. Mereka dikurniai oleh Allah tanah yang subur dengan sumber-sumber airnya yang mengalir dari segala penjuru sehinggakan memudahkan mereka bercucuk tanam untuk bhn makanan mrk. dan memperindah tempat tinggal mereka dengan kebun-kebun bunga yang indah-indah. Berkat kurnia Tuhan itu mereka hidup menjadi makmur, sejahtera dan bahagia serta dalam waktu yang singkat mereka berkembang biak dan menjadi suku yang terbesar diantara suku-suku yang hidup di sekelilingnya.

Sebagaimana dengan kaum Nabi Nuh kaum Hud ialah suku Aad ini adalah penghidupan rohaninya tidak mengenal Allah Yang Maha Kuasa Pencipta alam semesta. Mereka membuat patung-patung yang diberi nama " Shamud" dan " Alhattar" dan itu yang disembah sebagai tuhan mereka yang menurut kepercayaan mereka dpt memberi kebahagiaan, kebaikan dan keuntungan serta dapat menolak kejahatan, kerugian dan segala musibah. Ajaran dan agama Nabi Idris dan Nabi Nuh sudah tidak berbekas dalam hati, jiwa serta cara hidup mereka sehari-hari. Kenikmatan hidup yang mereka sedang tenggelam di dalamnya berkat tanah yang subur dan menghasilkan yang melimpah ruah menurut anggapan mereka adalah kurniaan dan pemberian kedua berhala mereka yang mereka sembah. Karenanya mereka tidak putus-putus sujud kepada kedua berhala itu mensyukurinya sambil memohon perlindungannya dari segala bahaya dan mushibah berupa penyakit atau kekeringan.

Sebagai akibat dan buah dari aqidah yang sesat itu pergaulan hidup mereka menjadi dikuasai oleh tuntutan dan pimpinan Iblis, di mana nilai-nilai moral dan akhlak tidak menjadi dasar penimbangan atau kelakuan dan tindak-tanduk seseorang tetapi kebendaan dan kekuatan lahiriahlah yang menonjol sehingga timbul kerusuhan dan tindakan sewenang-wenang di dalam masyarakat di mana yang kuat menindas yang lemah yang besar memperkosa yang kecil dan yang berkuasa memeras yang di bawahnya. Sifat-sifat sombong, congkak, iri-hati, dengki, hasut dan benci-membenci yang didorong oleh hawa nafsu merajalela dan menguasai penghidupan mereka sehingga tidak memberi tempat kepada sifat-sifat belas kasihan, sayang menyayang, jujur, amanat dan rendah hati. Demikianlah gambaran masyarakat suku Aad tatkala Allah mengutuskan Nabi Hud sebagai nabi dan rasul kepada mereka.

Nabi Hud Berdakwah Di Tengah-tengah Sukunya

Sudah menjadi sunnah Allah sejak diturunkannya Adam Ke bumi bahawa dari masa ke semasa jika hamba-hamba-Nya sudah berada dalam kehidupan yang sesat sudah jauh menyimpang dari ajaran-ajaran agama yang dibawa oleh Nabi-nabi-Nya diutuslah seorang Nabi atau Rasul yang bertugas untuk menyegarkan kembali ajaran-ajaran nabi-nabi yang sebelumnya mengembalikan masyarakat yang sudah tersesat ke jalanlurus dan benar dan mencuci bersih jiwa manusiadari segala tahayul dan syirik menggantinya dan mengisinya dengan iman tauhid dan aqidah yang sesuia dengan fitrah.

Demikianlah maka kepada suku Aad yang telah dimabukkan oleh kesejahteraan hidup dan kenikmatan duniawi sehingga tidak mengenalkan Tuhannya yang mengurniakan itu semua. Di utuskan kepada mereka Nabi Hud seorang drp suku mereka sendiri dari keluarga yang terpandang dan berpengaruh terkenal sejak kecilnya dengan kelakuan yang baik budi pekerti yang luhur dan sgt bijaksana dalam pergaulan dengan kawan-kawannya.
Nabi Hud memulai dakwahnya dengan menarik perhatian kaumnya suku Aad kepada tanda-tanda wujudnya Allah yang berupa alam sekeliling mereka dan bahawa Allahlah yang mencipta mereka semua dan mengurniakan mereka dengan segala kenikmatan hidup yang berupa tanah yang subur, air yang mengalir serta tubuh-tubuhan yang tegak dan kuat. Dialah yang seharusnya mereka sembah dan bukan patung-patung yang mereka perbuat sendiri. Mereka sebagai manusia adalah makhluk Tuhan paling mulia yang tidak sepatutnya merendahkan diri sujud menyembah batu-batu yang sewaktunya dpt mereka hancurkan sendiri dan memusnahkannya dari pandangan.

Di terangkan oleh Nabi Hud bahaw adia adalah pesuruh Allah yang diberi tugas untuk membawa mereka ke jalan yang benar beriman kepada Allah yang menciptakan mereka menghidup dan mematikan mereka memberi rezeki atau mencabutnya drp mereka. Ia tidak mengharapkan upah dan menuntut balas jasa atas usahanya memimpin dan menuntut mereka ke jalan yang benar. Ia hanya menjalankan perintah Allah dan memperingatkan mereka bahawa jika mrk tetap menutup telinga dan mata mrk menghadapi ajakan dan dakwahnya mereka akan ditimpa azab dan dibinasakan oleh Allah sebagaimana terjadinya atas kaum Nuh yang mati binasa tenggelam dalam air bah akibat kecongkakan dan kesombongan mereka menolak ajaran dan dakwah Nabi Nuh seraya bertahan pada pendirian dan kepercayaan mereka kepada berhala dan patung-patung yang mereka sembah dan puja itu.

Bagi kaum Aad seruan dan dakwah Nabi Hud itu merupakan barang yang tidak pernah mrk dengar ataupun menduga. Mereka melihat bahawa ajaran yang dibawa oleh Nabi Hud itu akan mengubah sama sekali cara hidup mereka dan membongkar peraturan dan adat istiadat yang telah mereka kenal dan warisi dari nenek moyang mereka. Mereka tercengang dan merasa hairan bahawa seorang dari suku mereka sendiri telah berani berusaha merombak tatacara hidup mereka dan menggantikan agama dan kepercayaan mereka dengan sesuatu yang baru yang mereka tidak kenal dan tidak dpt dimengertikan dan diterima oleh akal fikiran mereka. Dengan serta-merta ditolaklah oleh mereka dakwah Nabi Hud itu dengan berbagai alasan dan tuduhan kosong terhadap diri beliau serta ejekan-ejekan dan hinaan yang diterimanya dengan kepala dingin dan penuh kesabaran.

Berkatalah kaum Aad kepada Nabi Hud:"Wahai Hud! Ajaran dan agama apakah yang engkau hendak anjurkan kepada kami? Engkau ingin agar kami meninggalkan persembahan kami kepada tuhan-tuhan kami yang berkuasa ini dan menyembah tuhan mu yang tidak dpt kami jangkau dengan pancaindera kami dan tuhan yang menurut kata kamu tidak bersekutu. Cara persembahan yang kami lakukan ini ialah yang telah kami warisi dari nenek moyang kami dan tidak sesekali kami tidak akan meninggalkannya bahkan sebaliknya engkaulah yang seharusnya kembali kepada aturan nenek moyangmu dan jgn mencederai kepercayaan dan agama mereka dengan memebawa suatu agama baru yang tidak kenal oleh mereka dan tentu tidak akan direstuinya."

Wahai kaumku! jawab Nabi Hud,Sesungguhnya Tuhan yang aku serukan ini kepada kamu untuk menyembah-Nya walaupun kamu tidak dpt menjangkau-Nya dengan pancainderamu namun kamu dpt melihat dam merasakan wujudnya dalam diri kamu sendiri sebagai ciptaannya dan dalam alam semesta yang mengelilingimu beberapa langit dengan matahari bulan dan bintang-bintangnya bumi dengan gunung-ganangnya sungai tumbuh-tumbuhan dan binatang-binatang yang kesemuanya dpt bermanfaat bagi kamu sebagai manusia. Dan menjadi kamu dpt menikmati kehidupan yang sejahtera dan bahagia. Tuhan itulah yang harus kamu sembah dan menundukkan kepala kamu kepada-Nya.Tuhan Yang Maha Esa tiada bersekutu tidak beranak dan diperanakan yang walaupun kamu tidak dpt menjangkau-Nya dengan pancainderamu, Dia dekat drp kamu mengetahui segala gerak-geri dan tingkah lakumu mengetahui isi hati mu denyut jantungmu dan jalan fikiranmu. Tuhan itulah yang harus disembah oleh manusia dengan kepercayaan penuh kepada Keesaan-Nya dan kekuasaan-Nya dan bukan patung-patung yang kamu perbuat pahat dan ukir dengan tangan kamu sendiri kemudian kamu sembah sebagai tuhan padahal ia suatu barang yang pasif tidak dapat berbuat sesuatu yang menguntungkan atau merugikan kamu. Alangkah bodohnya dan dangkalnya fikiranmu jika kamu tetap mempertahankan agamamu yang sesat itu dan menolak ajaran dan agama yang telah diwahyukan kepadaku oleh Allah Tuhan Yang Maha Esa itu."

Wahai Hud! jawab kaumnya,"Gerangan apakah yang menjadikan engkau berpandangan dan berfikiran lain drp yang sudah menjadi pegangan hidup kami sejak dahulu kala dan menjadikan engkau meninggalkan agama nenek moyangmu sendiri bahkan sehingga engkau menghina dan merendahkan martabat tuhan-tuhan kami dan memperbodohkan kami dan menganggap kami berakal sempit dan berfikiran dangkal? Engkau mengaku bahwa engkau terpilih menjadi rasul pesuruh oleh Tuhanmu untuk membawa agama dan kepercayaan baru kepada kami dan mengajak kami keluar dari jalan yang sesat menurut pengakuanmu ke jalan yang benar dan lurus. Kami merasa hairan dan tidak dpt menerima oleh akal kami sendiri bahwa engkau telah dipilih menjadi pesuruh Tuhan. Apakah kelebihan kamu di atas seseorang drp kami , engkau tidak lebih tidak kurang adalah seorang manusia biasa seperti kami hidup makan minum dan tidur tiada bedanya dengan kami, mengapa engkau yang dipilih oleh Tuhanmu? Sungguh engkau menurut anggapan kami seorang pendusta besar atau mungkin engkau berfikiran tidak sihat terkena kutukan tuhan-tuhan kami yang selalu engkau eje hina dan cemuhkan."

Wahai kaumku! jawab Nabi Hud, "aku bukanlah seorang pendusta dan fikiran ku tetap waras dan sihat tidak krg sesuatu pun dan ketahuilah bahwa patung-patungmu yang kamu pertuhankan itu tidak dpt mendatangkan sesuatu gangguan atau penyakit bagi bandaku atau fikiranku. Kamu kenal aku, sejak lama aku hidup di tengah-tengah kamu bahawa aku tidak pernah berdusta dan bercakap bohong dan sepanjang pergaulanku dengan kamu tidak pernah terlihat pd diriku tanda-tanda ketidak wajaran perlakuanku atau tanda-tanda yang meragukan kewarasan fikiranku dan kesempurnaan akalku. Aku adalah benar pesuruh Allah yang diberi amanat untuk menyampaikan wahyu-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang sudah tersesat kemasukan pengaruh ajaran Iblis dan sudah jauh menyimpang dari jalan yang benar yang diajar oleh nabi-nabi yang terdahulu karena Allah tidak akan membiarkan hamba-hamba-Nya terlalu lama terlantar dalam kesesatan dan hidup dalam kegelapan tanpa diutuskan seorang rasul yang menuntun mereka ke jalan yang benar dan penghidupan yang diredhai-Nya. Maka percayalah kamu kepada ku gunakanlah akal fikiran kamu berimanlah dan bersujudlah kepada Allah Tuhan seru sekalian alam Tuhan yang menciptakan kamu menciptakan langit dan bumi menurunkan hujan bagi menyuburkan tanah ladangmu, menumbuhkan tumbuh0tumbuhan bagi meneruskan hidupmu. Bersembahlah kepada-Nya dan mohonlah ampun atas segala perbuatan salah dan tindakan sesatmu, agar Dia menambah rezekimu dan kemakmuran hidupmu dan terhindarlah kamu dari azab dunia sebagaimana yang telah dialami oleh kaum Nuh dan kelak azab di akhirat. Ketahiulah bahawa kamu akan dibangkitkan kembali kelak dari kubur kamu dan dimintai bertanggungjawab atas segala perbuatan kamu di dunia ini dan diberi ganjaran sesuai dengan amalanmu yang baik dan soleh mendpt ganjaran baik dan yang hina dan buruk akan diganjarkan dengan api neraka. Aku hanya menyampaikannya risalah Allah kepada kamu dan dengan ini telah memperingati kamu akan akibat yang akan menimpa kepada dirimu jika kamu tetap mengingkari kebenaran dakwahku."

Kaum Aad menjawab: " Kami bertambah yakin dan tidak ragu lagi bahawa engkau telah mendpt kutukan tuhan-tuhan kami sehingga menyebabkan fikiran kamu kacau dan akalmu berubah menjadi sinting. Engkau telah mengucapkan kata-kata yang tidak masuk akal bahwa jika kami mengikuti agamamu, akan bertambah rezeki dan kemakmuran hidup kami dan bahawa kami akan dibangkitkan kembali dari kubur kami dan menerima segala ganjaran atas segala amalan kami.Adakah mungkin kami akan dibangkitkan kembali dari kubur kami setelah kami mati dan menjadi tulang-belulang. Dan apakah azab dan seksaan yang engkau selalu menakut-nakuti kami dan mengancamkannya kepada kami? Semua ini kami anggap kosong dan ancaman kosong belaka. Ketahuilah bahwa kami tidak akan menyerah kepadamu dan mengikuti ajaranmu karena bayangan azab dan seksa yang engkau bayang-bayangkannya kepada kami bahkan kami menentang kepadamu datangkanlah apa yang engkau janjikan dan ancamkan itu jika engkau betul-betul benar dalam kata-katamu dan bukan seorang pendusta."

Baiklah! jawab Nabi Hud," Jika kamu meragukan kebenaran kata-kataku dan tetap berkeras kepala tidak menghiraukan dakwahku dan meninggalkan persembahanmu kepada berhala-berhala itu maka tunggulah saat tibanya pembalasan Tuhan di mana kamu tidak akan dpt melepaskan diri dari bencananya. Allah menjadi saksiku bahwa aku telah menyampaikan risalah-Nya dengan sepenuh tenagaku kepada mu dan akan tetap berusaha sepanjang hayat kandung bandaku memberi penerangan dan tuntunan kepada jalan yang baik yang telah digariskan oleh Allah bagi hamba-hamba-Nya."

Pembalasan Allah Atas Kaum Aad

Pembalasan Tuhan terhadap kaum Aad yang kafir dan tetap membangkang itu diturunkan dalam dua perinkat.Tahap pertama berupa kekeringan yang melanda ladang-ladang dan kebun-kebun mrk, sehingga menimbulkan kecemasan dan kegelisahan, kalau-kalau mereka tidak memperolehi hasil dari ladang-ladang dan kebun-kebunnya seperti biasanya.Dalam keadaan demikian Nabi Hud masih berusaha meyakinkan mereka bahawa kekeringan itu adalah suatu permulaan seksaan dari Allah yang dijanjikan dan bahwa Allah masih lagi memberi kesempatan kepada mereka untuk sedar akan kesesatan dan kekafiran mrk dan kembali beriman kepada Allah dengan meninggalkan persembahan mrk yang bathil kemudian bertaubat dan memohon ampun kepada Allah agar segera hujan turun kembali dengan lebatnya dan terhindar mrk dari bahaya kelaparan yang mengancam. Akan tetapi mereka tetap belum mahu percaya dan menganggap janji Nabi Hud itu adalah janji kosong belaka. Mereka bahkan pergi menghadap berhala-berhala mereka memohon perlindungan ari musibah yang mereka hadapi.

Tentangan mrk terhadap janji Allah yang diwahyukan kepada Nabi Hud segera mendapat jawapan dengan dtgnya pembalasan tahap kedua yang dimulai dengan terlihatnya gumpalan awan dan mega hitam yang tebal di atas mereka yang disambutnya dengan sorak-sorai gembira, karena dikiranya bahwa hujan akan segera turun membasahi ladang-ladang dan menyirami kebun-kebun mereka yang sedang mengalami kekeringan.
Melihat sikap kaum Aad yang sedang bersuka ria itu berkatalah Nabi Hud dengan nada mengejek: "Mega hitam itu bukanlah mega hitam dan awam rahmat bagi kamu tetapi mega yang akan membawa kehancuran kamu sebagai pembalasan Allah yang telah ku janjikan dan kamu ternanti-nanti untuk membuktikan kebenaran kata-kataku yang selalu kamu sangkal dan kamu dusta.

Sejurus kemudian menjadi kenyataanlah apa yang diramalkan oleh Nabi Hud itu bahawa bukan hujan yang turun dari awan yang tebal itu tetapi angin taufan yang dahsyat dan kencang disertai bunyi gemuruh yang mencemaskan yang telah merusakkan bangunan-bangunan rumah dari dasarnya membawa berterbangan semua perabot-perabot dan milik harta benda dan melempar jauh binatang-binatang ternak. Keadaan kaum Aad menjadi panik mereka berlari kesana sini hilir mudik mencari perlindungan .Suami tidak tahu di mana isterinya berada dan ibu juga kehilangan anaknya sedang rumah-rumah menjadi sama rata dengan tanah. Bencana angin taufan itu berlangsung selama lapan hari tujuh malam sehingga sempat menyampuh bersih kaum Aad yang congkak itu dan menamatkan riwayatnya dalam keadaan yang menyedihkan itu untuk menjadi pengajaran dan ibrah bagi umat-umat yang akan datang.

Adapun Nabi Hud dan para sahabatnya yang beriman telah mendapat perlindungan Allah dari bencana yang menimpa kaumnya yang kacau bilau dan tenang seraya melihat keadaan kaumnya yang kacau bilau mendengar gemuruhnya angin dan bunyi pohon-pohon dan bangunan-bangunan yang berjatuhan serta teriakan dan tangisan orang yang meminta tolong dan mohon perlindungan.
Setelah keadaan cuaca kembali tenang dan tanah " Al-Ahqaf " sudah menjadi sunyi senyap dari kaum Aad pergilah Nabi Hud meninggalkan tempatnya berhijrah ke Hadramaut, di mana ia tinggal menghabiskan sisa hidupnya sampai ia wafat dan dimakamkan di sana dimana hingga sekarang makamnya yang terletak di atas sebuah bukit di suatu tempat lebih kurang 50 km dari kota Siwun dikunjungi para penziarah yang datang beramai-ramai dari sekitar daerah itu, terutamanya dan bulan Syaaban pada setiap tahun.

Kisah Nabi Hud Dalam Al-Quran

Kisah Nabi Hud diceritakan oleh 68 ayat dalam 10 surah di antaranya surah Hud, ayat 50 hingga 60 , surah " Al-Mukminun " ayat 31 sehingga ayat 41 , surah " Al-Ahqaaf " ayat 21 sehingga ayat 26 dan surah " Al-Haaqqah " ayat 6 ,7 dan 8.

Pengajaran Dari Kisah Nabi Hud A.S.

Nabi Hud telah memberi contoh dan sistem yang baik yang patut ditiru dan diikuti oleh juru dakwah dan ahli penerangan agama.Beliau menghadapi kaumnya yang sombong dan keras kepala itu dengan penuh kesabaran, ketabahan dan kelapangan dada. Ia tidak sesekali membalas ejekan dan kata-kata kasar mereka dengan serupa tetapi menolaknya dengan kata-kata yang halus yang menunjukkan bahawa beliau dapat menguasai emosinya dan tidak sampai kehilangan akal atau kesabaran.

Nabi Hud tidak marah dan tidak gusar ketika kaumnya mengejek dengan menuduhnya telah menjadi gila dan sinting. Ia dengan lemah lembut menolak tuduhan dan ejekan itu dengan hanya mengata:"Aku tidak gila dan bahawa tuhan-tuhanmu yang kamu sembah tidak dapat menggangguku atau mengganggu fikiranku sedikit pun tetapi aku ini adalah rasul pesuruh Allah kepadamu dan betul-betul aku adalah seorang penasihat yang jujur bagimu menghendaki kebaikanmu dan kesejahteraan hidupmu dan agar kamu terhindar dan selamat dari azab dan seksaan Allah di dunia mahupun di akhirat."

Dalam berdialog dengan kaumnya.Nabi Hud selalu berusaha mengetok hati nurani mereka dan mengajak mereka berfikir secara rasional, menggunakan akal dan fikiran yang sihat dengan memberikan bukti-bukti yang dapat diterima oleh akal mereka tentang kebenaran dakwahnya dan kesesatan jalan mereka namun hidayah iu adalah dari Allah, Dia akan memberinya kepada siapa yang Dia kehendakinya.

Popular Posts