Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Labels

07 Agustus 2010

Iman Kepada Malaikat

Beriman kepada Malaikat adalah rukun Iman yang kedua.

”Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya…” [Al Baqarah:285]

”Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” [An Nisaa’:136]

Malaikat diciptakan Allah dari Nur/Cahaya [HR Muslim] dan merupakan makhluk ghaib yang tidak dapat dilihat oleh manusia kecuali jika Allah mengizinkan.

Malaikat tidak memiliki hawa nafsu dan selalu taat dan melaksanakan perintah Allah:

”Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka).” [An Nahl:50]

Para Malaikat tidak lalai dalam menjalankan kewajiban:

”Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat- malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya.” [Al An’aam:61]

Malaikat merupakan hamba Allah yang dimuliakan:

”Dan mereka berkata: “Tuhan Yang Maha Pemurah telah mengambil (mempunyai) anak”, Maha Suci Allah. Sebenarnya (malaikat-malaikat itu), adalah hamba-hamba yang dimuliakan” [Al Anbiyaa’:26]

Malaikat senantiasa beribadah kepada Allah dan bertasbih:

”Sesungguhnya malaikat-malaikat yang ada di sisi Tuhanmu tidaklah merasa enggan menyembah Allah dan mereka mentasbihkan-Nya dan hanya kepada-Nya-lah mereka bersujud” [Al A’raaf:206]

Para Malaikat mengerjakan berbagai urusan yang diberikan Allah kepada mereka:

”Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan untuk mengurus berbagai macam urusan yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” [Faathir:1]

”Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.” [Al Qadr:4]

Para malaikat senantiasa berdoa untuk orang-orang yang beriman:

”(Malaikat-malaikat) yang memikul Arasy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan): “Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertobat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyala-nyala,

ya Tuhan kami, dan masukkanlah mereka ke dalam surga Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka dan orang-orang yang saleh di antara bapak-bapak mereka, dan istri-istri mereka, dan keturunan mereka semua. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana,

dan peliharalah mereka dari (balasan) kejahatan. Dan orang-orang yang Engkau pelihara dari (pembalasan) kejahatan pada hari itu, maka sesungguhnya telah Engkau anugerahkan rahmat kepadanya dan itulah kemenangan yang besar”. [Al Mu’min:7-9]

Bahkan Malaikat dikirim Allah untuk menolong orang-orang yang beriman jika mereka bersabar dan siap siaga:

.

”Ya (cukup), jika kamu bersabar dan bersiap-siaga, dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu Malaikat yang memakai tanda.” [Ali ’Imran:125]

”Hai orang-orang yang beriman, ingatlah akan nikmat Allah (yang telah dikurniakan) kepadamu ketika datang kepadamu tentara-tentara, lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan dan tentara yang tidak dapat kamu melihatnya. Dan adalah Allah Maha Melihat akan apa yang kamu kerjakan.” [Al Ahzab:9]

Jumlah Malaikat banyak dan teratur dalam barisan-barisan yang rapi:

”dan datanglah Tuhanmu; sedang malaikat berbaris-baris.” [Al Fajr:22]

”Pada hari, ketika ruh dan para malaikat berdiri bershaf- shaf, mereka tidak berkata-kata, kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang Maha Pemurah; dan ia mengucapkan kata yang benar.” [An Naba’:38]

Di antara para malaikat yang wajib setiap orang Islam ketahui sebagai salah satu Rukun Iman berserta tugas-tugas mereka adalah:

1. Jibril - Menyampaikan wahyu kepada para Nabi dan Rasul Allah.

”Sesungguhnya Al Qur’aan itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril)” [At Takwiir:19]

”Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir.”[Al Baqarah:98]

2. Mikail - Membagi rezeki kepada seluruh makhluk, di antaranya menurunkan hujan [QS 2:98]

3. Israfil - Meniup sangkakala (terompet) pada hari kiamat [HR An Nasaa’i]

4. Maut - Mencabut nyawa seluruh makhluk [QS 32:11]

”Katakanlah: “Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikanmu, kemudian hanya kepada Tuhanmulah kamu akan dikembalikan.” [As Sajdah:11]

5. Munkar - Memeriksa amal perbuatan manusia di alam kubur [HR Ibnu Abi ‘Ashim]

6. Nakir - Memeriksa amal perbuatan manusia di alam kubur [HR Ibnu Abi ‘Ashim]

7. Raqib - Mencatat amal baik manusia ketika hidup di dunia [QS 50:18]

”Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” [Qaaf:18]

8. Atid - Mencatat amal buruk manusia ketika hidup di dunia [QS 50:18]

9. Malik / Zabaniyah- Menjaga neraka dengan bengis dan kejam

”Mereka berseru: “Hai Malik biarlah Tuhanmu membunuh kami saja.” Dia menjawab: “Kamu akan tetap tinggal di neraka.” [Az Zukhruf:77]

”kelak Kami akan memanggil malaikat Zabaniyah” [Al ’Alaq:18]

10. Ridwan, Penjaga Surga - Menjaga sorga dengan lemah lembut [QS 39:73]

”Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan dibawa ke dalam syurga berombong-rombongan. Sesampai di surga dan pintu-pintunya telah terbuka berkatalah penjaga-penjaganya: “Kesejahteraan dilimpahkan atasmu. Berbahagialah kamu! maka masukilah surga ini, sedang kamu kekal di dalamnya.” [Az Zumar:73]

Nama Malaikat Maut, Izrail, tidak ditemukan sumbernya baik dalam Al Quran maupun Hadits. Ibnu Katsir mentafsirkannya dari surat As Sajdah ayat 11 dengan sumber hadits yang tidak jelas [(Ahkamul Jana’iz, I/254 dan Takhrij At-Thahawiyyah, I/72]

Nama Malaikat Ridwan menurut sebagian ahli hadits haditsnya maudhu’ [Dha’if At-Targhib wat Tarhib, I/149 dan Adh-Dha’ifah, X/138]. Dalam QS 39:73 hanya disebut Penjaga Surga.

Hikmah dari beriman kepada malaikat cukup banyak. Misalnya dengan menyadari adanya malaikat Roqib dan ’Atid yang selalu mencatat amal baik/buruk kita, maka kita akan lebih hati-hati dalam berbuat. Kita malu berbuat dosa.

”Padahal sesungguhnya bagi kamu ada malaikat-malaikat yang mengawasi pekerjaanmu, yang mulia di sisi Allah dan mencatat pekerjaan-pekerjaanmu, mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.” [Al Infithaar:10-12]

Dengan meyakini adanya malaikat Maut yang mencabut nyawa kita, Munkar dan Nakir yang memeriksa kita di alam kubur serta malaikat Malik yang menyiksa para pendosa di neraka, niscaya kita takut berbuat dosa.

Kita juga bisa meniru ketaatan dan kerajinan malaikat dalam beribadah.

”Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi. Dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih.” [Al Anbiyaa’:19]

Di TV saya menyaksikan bagaimana pemerintah AS dan Inggris khusus mendirikan Lembaga untuk menyelidiki keberadaan piring terbang/UFO (Unidentified Flying Object) atau makhluk ruang angkasa (alien). Mereka bahkan membuat teleskop radio raksasa untuk mendeteksi keberadaan UFO/alien.

Sebagian ilmuwan berpendapat bahwa mungkin tidak hanya ada satu alam semesta (universe). Tapi ada alam semesta lain yang paralel keberadaannya (Parallel Universe/Dimension). Sebagai contoh ada orang yang melihat UFO kemudian benda itu menghilang. Sebetulnya tidak hilang. Tapi dia merubah ”frekuensinya” sehingga tidak terlihat lagi oleh mata manusia.

Para ilmuwan itu masih mencari-cari dan meraba-raba keberadaan UFO, Alien, atau Parallel Universe. Padahal dalam Islam hal itu sudah ada penjelasannya. Dalam Islam disebut ada dunia dan ada juga akhirat. Kemudian selain manusia yang kasat mata, ada juga makhluk ghaib seperti jin dan malaikat yang tidak bisa dideteksi oleh manusia. Hanya kadang-kadang saja mereka nampak sehingga Nabi dan para sahabat bisa melihat mereka. Hal yang ghaib ini harus kita imani:

”yaitu mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka.” [Al Baqarah:3]

Jika kadang-kadang ada orang yang mengaku melihat benda yang bersinar dan terbang dengan cepat, meski mungkin tidak semua laporan itu benar, bisa jadi yang mereka lihat itu adalah makhluk ghaib seperti Malaikat yang memang diciptakan Allah dari Nur atau Cahaya.

Malaikat memang biasa naik turun ke bumi pada subuh dan sore hari:

”Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” [Al Israa’:78]

Dan malaikat memang kecepatannya luar biasa yaitu lebih dari 17 juta kali kecepatan maksimal yang dilakukan manusia. Saat ini benda tercepat yang diakui oleh manusia adalah cahaya (300.000 km/detik) dan Malaikat memang diciptakan Allah dari cahaya.

”dan (malaikat-malaikat) yang turun dari langit dengan cepat, dan (malaikat-malaikat) yang mendahului dengan kencang” [An Naazi’aat:3-4]

”Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun.” [Al Ma’aarij:4]


I. Iftitah
Islam adalah agama yang sempurna. Cakupan Islam bukan hanya mengatur masalah hamba dengan Tuhannya, tapi juga mengatur masalah antar sesama hambanya dan hamba terhadap alam ini. Risalahnya pun tak akan pernah usang dimakan zaman. Dimana pun dan hingga kapan pun Islam akan senantiasa survive menjawab masalah hidup.

Secara umum cakupan Islam akan merujuk kepada tiga dasar penting, yaitu aqidah, syari’ah dan akhlaq.[1] Aqidah membahas segala sesuatu yang berkenaan dengan keyakinan dan i’tiqad. Syari’ah pembahasannya mencakup masalah ibadah dan segala amalan manusia yang berhubungan dengan ketaatan terhadap Allah. Sedangkan akhlaq membahas tentang sifat baik dan buruk manusia dalam hidup bermuamalah di dunia ini.

Pada kali ini saya tidak akan membahasa kesemuanya. Saya hanya akan membatasi pada masalah aqidah saja. Pembahasan ini pun sebagai bentuk urun rembruk rekan-rekan serumah di Musalas yang mencoba membedah bukunya Imam Abu Bakr Jâbir Al-Jazâ`iri yang berjudul Minhaj al-Muslim. Dan kebetulan saya dibebankan untuk membahas Iman kepada malaikat.

Sebelumnya, sedikit ingin saya sampaikan apa itu aqidah. Para ulama telah menjadikan masalah aqidah ini sebagai sebuah ilmu tersendiri yang pembahasannya masuk pada materi ushuluddîn. Lalu apa yang dimaksud dengan Ilmu Aqidah. Menurut ‘Audullah Jad Hijazi,
Ilmu aqidah ialah suatu ilmu yang membahas tentang permasalah-permasalahan yang berhubungan dengan zat Allah dan sifat-Nya dari segi penetapan keberadaannya, penetapan kesempurnaan sifat-Nya, penetapan segala af’âl-Nya, tentang rasul-rasul Allah dari segi penetapan kerasulannya, penetapan sifatnya, tentang al-ma’âd (tempat kembali; akhirat), pahala dan siksa, tentang kitab-kitab dan penetapannya bahwa kitab tersebut dari Allah dan membahas juga tentang segala kejadian yang menimpa manusia dalam qodho dan qodar Allah. Ilmu aqidah juga dinamakan dengan ilmu tauhid, ilmu kalam, atau ilmu ushuluddin.[2]
Dengan kata lain, bahwa pembahasan utama ilmu aqidah adalah mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan keimanan.

Ilmu aqidah ini sangat penting karena keberadaan aqidah itu sendiri sebagai pondasi dalam agama. Tahapan dakwah Rasulullah saw. pun untuk awal sekali beliau tanamkan pada sahabatnya adalah masalah aqidah.


II. Iman kepada Malaikat
Malaikat (ملائكة) adalah bentuk jama’ dari malak (ملك). Ulama berbeda pendapat menganai apakah malaikat ini termasuk pada kata musytaq (memiliki asal-usul kata) atau jamid (istilah tersendir tidak memiliki asal kata). Demikian sebagaimana yang disampaikan Imam Al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya.[3] Namun terlepas dari itu, malaikat adalah makhluk ghaib yang Allah ciptakan dari cahaya. Malaikat senantiasa taat kepada setiap apa yang Allah perintahkan. Allah telah membebani mereka dengan tugas-tugas tertentu. Diantara sekian banyaknya jumlah malaikat, sepuluh malaikat diantaranya yang disebut dalam Qur’an dan Hadits.

Iman kepada malaikat adalah sebuah kewajiban, merupakan iman kedua setelah iman kepada Allah. Disebut kafir jika seseorang mengingkari akan adanya malaikat. Allah berfirman, “Barang siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, kitab-kitab-Nya dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.”[4]

Sebagian ulama ada yang menggolongkan iman kepada malaikat ini termasuk kepada masalah sam’iyât. Masalah sam’iyât ialah masalah-masalah dalam aqidah yang wajib dipercayai dan dibenarkan keberadaannya dengan dasar dalil-dalil simâ’ (didengar), yaitu Qur’an, Sunnah Shahihah dan Ijma.[5] Dengan kata lain masalah sam’iyât adalah kepercayaan yang hanya berdasarkan nas-nas syar’i belaka tanpa bisa dirasionalkan oleh akal.

Jika demikian iman kepada malaikat hanya berdasarkan kepada dalil-dalil nas Qur’an dan Sunnah belaka tanpa bisa dibuktikan keberadanya oleh akal. Namun, kewajiban iman kepada malaikat adalah nyata, meski tidak bisa dirasionalkan oleh akal.

III. Dalil-Dalil Adanya Malaikat
Mengutip pendapat Imam Al-Jazâ`iri dalam Minhaj al-Muslim-nya, menurutnya adanya malaikat ini bisa dibuktikan dengan dasar dalil naqli dan dalil aqli.[6] Dari sini kita bisa menilai, jika Imam Al-Jazâ’iri termasuk ulama yang menyatakan bahwa adanya malaikat ini bisa dibuktikan dengan akal. Berikut ringkasan pendapat Imam Al-Jazâ’iri.
a. Dalil Naqli
Dalil naqli yang dimaksud Imam Al-Jazâ‘iri pengertiannya lebih umum, bukan hanya sesuatu yang dinukil dari Qur’an dan Sunnah saja, tetapi termasuk juga berita-berita yang sifatnya telah dinukilkan turun menurun secara mutawatir. Menurutnya, adanya malaikat itu berdasarkan pada:
1. Perintah Allah untuk beriman kepada malaikat. Hal ini termaktub dalam beberapa ayat Qur’an. Bisa dilihat dalam al-Nisâ (4): 136, al-Baqarah (2): 98, al-Nisâ (4): 172, al-Hâqqah (69): 17 dll.
2. Berdasarkan sabda Rasulullah saw. dalam do’anya ketika beliau shalat malam.[7]
3. Para sahabat yang melihat malaikat saat perang badr. Diceritakan bahwa banyak diantara para sahabat Rasul saw. ketika perang badr yang melihat bala bantuan malaikat. Atau saat para sahabat didatangi tamu yang merupakan jelmaan malaikat Jibril, menanyakan masalah Iman, Islam dan Ihsan.
4. Keimanan ribuan pengikut para rasul terdahulu terhadap malaikat berdasarkan penyampaian rasul-rasul mereka.
b. Dalil Aqli
1. Secara riil akal tidak menolak dan tidak pula menafikan adanya malaikat. Akal tidak akan menolak sesuatu hal kecuali sesuatu itu memiliki sifat penyatuan dua hal yang bertentangan, seperti adanya gelap dan terang secara bersamaan.
2. Bahwa segala sesuatu itu ada berdasarkan adanya bekas dan atsarnya. Maka adanya malaikat bisa dibuktikan dengan adanya atsar malaikat, sebagai berikut:
- sampainya wahyu kepada para rasul dan para nabi, karena wahyu disampaikan oleh malaikat Jibril. Bukti ini menjelaskan bahwa malaikat itu ada.
- wafatnya makhluq dengan dicabut ruh. Ini membuktikan bahwa ada malaikat yang bertugas mencabut nyawa, yaitu malakul maut.
- penjagaan manusia dari kejahatan jin dan syetan selama hidupnya. Mereka hidup disekitar manusia dan menggodanya, sedangkan manusia tidak bisa melihat mereka. Hal ini membuktikan bahwa ada penjaga yang menjaga manusia dari kejahatan mereka, yaitu malaikat.
3. Sesuatu yang tidak bisa dilihat bukan berarti itu tidak ada, karena mata manusia sangat terbatas.

IV. Ikhtitam
Imam Al-Jazâiri berusaha merasionalkan tentang adanya malaikat ini. Namun, setelah kita melihat dalil aqli yang disampaikan Imam Al-Jazâ’iri sepertinya kurang mengena. Jika kita meneliti lebih jauh, dalil yang disampaikan Imam Al-Jazâ’iri ini ujung-ujungnya membutuhkan kepada dalil naqli juga. Menurut hemat saya, saya lebih sepakat kepada para ulama yang menggolongkan malaikat kepada masalah sam’iyât. Memang iman kepada malaikat ini terbatas hanya berdasar dalil nas saja, tidak bisa dirasionalkan. Akal manusia tidak mampu menjangkau pengetahuan alam ghaib, semisal malaikat ini secara fundamental.

Iman kepada malaikat ini relatif tidak ada masalah. Sejak dahulu telah dipercaya bahwa malaikat itu ada. Bahkan pada masa Jahiliyah pun malaikat ini sampai disembah sebagai tuhan. Dan jika kita melihat dalam pembahasan ilmu kalam, masalah malaikat ini tidak begitu rumit seperti halnya permasalahan keimanan lainnya.

Kita meyakini bahwa malaikat adalah simbol keberkahan. Hikmah yang didapat jika kita mempercayai malaikat adalah ketaatan kita kepada Allah sebagai penguasa seluruh alam ini. Jika ada yang bertanya kenapa harus ada malaikat, bukankah Allah tak cukup kuasa untuk melakukan semua tugas yang dibebankan kepada malaikat.(?) Bukankah jika demikian Allah itu membutuhkan kepada yang lain.(?)

Maka jawabnya adalah tidak benar jika Allah tidak berkuasa. Adanya malaikat justru menunjukkan bahwa kuasa Allah itu tak bertepi. Tentulah Allah akan sangat mampu untuk melakukan semua tugas malaikat. Namun, disitulah letak kekuasaan dan kemuliaan Allah. Layaknya seorang penguasa, tentu penguasa tidak akan langsung turun tangan menangani segala urusannya, pembantu merupakan simbol bahwa dia begitu berkuasa. Wallâhu a’lâm
* Bahan urun rembruk rekan-rekan di Keluarga Rumahku Surgaku dalam Kajian Minhajul Muslim. Bertempat di Villa Biru Musalas, Jum’at, 9 Desember 2005.
** Memohon Taufik-Nya, mahasiswa yang lagi in the end.
[1] Dr.‘Audhullâh Jâd Hijâzi, Dirâsât fl al-‘Aqîdah al-Islâmiyyah (Dâr at-Thaba’ah al-Muhammadiyah cet. ke-2, Cairo) hal. 4
[2] Ibid. hal. 10
[3] Lebih lanjut bisa dibaca dalam kitab tafsir Imam al-Qurthubi, al-Jâmi’u li ahkâmi al-Qur’an (Dâr al-Hadits, Cairo) juz awal hal. 250
[4] QS. Al-Nisâ’ (4): 136
[5] Dr. ‘Audhullâh Jâd Hijâzi, op cit. hal. 121
[6] Abu Bakr Jâbir al-Jazâ’iri, Minhaj al-Muslim (Dâr ibn al-Haitsam, Cairo) hal. 20
[7] Lebih jelas bisa dilihat dalam Minhaj al-Musli



0 komentar:

Popular Posts