Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Labels

05 Agustus 2008

ADMINISTRASI DAN SUPERVISI PENDIDIKAN ISLAM

Oleh: Riwayat


PAI SMPN 21 Padang-
1. Jawaban Soal Nomor Satu

Administrasi, manajemen, leadership, human relation dan man merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.integr Dalam arti kesemu term tersebut tidaka dapat dipisahakn kesemua iu harus terintegrasi. Kata administrasi secara bahasa berasal bahasa latin yaitu terdiri dari kata ad yang berarti ke atau kepada. Sedangkan ministrasi sama artinya dengan serve dalam bahasa Inggris yang mempunyai arti melayani, membantu dan mengarahkan. Dengan demikian kata administrasi dapat diartikan sebagai membantu, menolong dan menggerakkan semua kegiatan untuk mencapai tujuan. Menurut Asnawir secara sempit administrasi dapat diartikan sebagai tata usaha yaitu kegiatan tulis menulis di kantor yang dilakukan secara sistematis, meliputi kegiatan menerima, mencatat, mengagendakan, mengolah menggandakan, mengirim dan menghimpun, menyelenggarakan dokumentasi dan kearsipan, menetapkan system kerja dan standarisasi dalam kerja, serta mengadakan harmonisasi kerjasama antara personil yang ada dalam suatau organisasi.
Pendapat pakar tentang administrasi hampir ada kesamaan, seperti pendapat Suharsimi Arikunto, administrasi adalah usaha bersama sekelompok manusia untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efesien dengan menggunakan segala dana dan daya yang ada. Sedangkan Sondang P. Siagian menyatakan bahwa adminsitrasi pendidikan adalah keseluruhan proses pelaksanaan dari keputusan yang telah diambil dan dalam pelaksanaannya dilakukan oleh lebih dari dua orang , hal tersebut dilakukan untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Asnawir administrasi pendidikan merupakan aplikasi dari ilmu administrasi dalam kegiatan pembinaan, pengembangan dan pengendalian usaha-usaha pendidikan yang diselenggarakan dalam wujud kerjasama sejumlah orang dengan menggunakan segala sarana dan prasarana yang ada baik moral maupun material dan spiritual guna mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efesien. Dari kutpan tersebut dapat dipahami bahwa administrasi pendidikan merupakan usaha untuk mewujudkan ketetapan yang telah disepakati dengan cara yang feketif efesien, dilakukan secara bersama sesuai dengan unit keraj masing-masing. Di sisi lain, administrasi merupakan usaha mengatur, mengendalikan, mengerakkan. Dari pengertian ini dapat dicermati bahwa administrasi merupakan kerja manajemen, dengan demikian inti dari administrasi adalah manajemen. Administrasi dikatakan sebagai inti dari manajemen karena dalam melaksanakan manajemen selalu berhubungan dengan manajemen itu sendiri. Dengan demikian dapat dinayatakan bahwa ketika administrasi tidak ada manajemen maka administrasi tidak akan jalan. Dengan demikian manajemen menentukan hasil dari tujuan administrasi tersebut. Jika tidak ada manajemen yang baik maka administrasi tidak tidak akan berjalan dengan baik, karena pada dasarnya dalam melaksanakan tugas-tugas administrasi membutuhkan manajemen yang baik dan benar sesuai dengan kaidah yang ada.
Berbicara manajemen tidak akan lepas dari kepemimpinan, sebab dalam manajemen terkandung sikap, tingkah laku, perkataan dan perbuatan dan kegiatan yang berhubungan dengan kepemimpinan. Membicarakan manajemen akan selalu terkait dengan kegiatan memimpin. Memimpin identik dengan kegiatan mengendalikan,mengelola dan mempengaruhi seseorang untuk berbuat. Melakukan manajerial dalam pendidikan Islam berarti melakukan perbuatan yang mencerminkan sikap dan tindakan yang mengacu kepada kepemimpinan.

Secara bahasa manajemen berasal dari kata manage yang berarti mengurus,mengatur, melaksanakan, mengelola. Sedang menurut Asnawir manajemen berasal dari kata managio yang berarti pengurusan atau managiare yang berarti melatih dalam mengatur langkah-langkah. Secara bahasa manajemen mengandung arti kerja aktif yang bertanggungjawab, tidak sekedar untuk mengatur diri tetapi juga mengandung unsur sosial untuk memberikan pendidikan manajemen kepada orang lain, terutama kepada bawahannya.
Dari arti secara bahasa tersebut dapat dipahami bahwa manajemen merupakan kerja aktif, lawannya adalah pasif, dengan demikian manajemen adalah aktifitas aktif untuk mencapai sesuatu. Jika dalam sebuah organisasi tidak ada gerak aktif yang terus menerus dan terarah, maka organisasi tersebut belum terdapat manajemen yang baik.
Alam raya yang besar dan luas ini, tentu ada yang mengaturnya, kalau tidak ada yang mengatur mustahil alam ini berjalan secara teratur, terarah, tersusun secara rapi. Adanya alam bergerak secara teratur dan tertata rapi pasti ada yang mengerakkan dan menyusun serta mengendalikannya. Yang mengatur dan mengendalikannya adalah Yang Maha mengatur,Maha Mengerakkan yaitu Allah swt. “Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.”

Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah Swt selalu mengatur makhluk-Nya, tiada henti, secara terus-menerus mengatur dan mengurus segala ciptaan-Nya. Artinya adalah Allah selalu aktif, Allah selalu aktif mengatur makhluk ciptaan-Nya. Hal ini memberikan pelajaran kepada makhluk-Nya. Dalam ayat lain Allah berfirman: “Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.”

Dari ayat tersebut dapat diambil pengertian bahwa mengatur dalam Islam cenderung mengambil kata dari dabbara yang artinya mengatur. Hal ini diperkuat oleh pendapat Ramayulis bahwa hakekat manajemen adalah al-tadbir yang berarti pengatur, kata ini menurut Ramayulis kata al-tadbir mempunyai derivasi dari kata Dabbara artinya mengatur. Dalam ayat lain Allah mempertanyakan, siapakah yang mengatur segala urusan di alam raya dan isinya ini. Pertanyaan tersebut seolah membangunkan pikiran dan otak manusia untuk mempelajari ilmu Allah tentang manajemen alam raya ini. Paling tidak manusia dapat mencotoh manajemen yang dilakukan Allah, meskipun tidak akan pernah manusia mencapai manajemen yang dilakukan Allah, tetapi paling tidak manusia dapat berbuat yang terbaik dalam manajemen sesuai dengan kodrat kemanusiaannya. Allah Berfirman: Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang Kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?" Maka mereka akan menjawab: "Allah". Maka Katakanlah "Mangapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?"

Dari ayat tersebut memperjelas pada hakekatnya manajemen berasal dari Allah, dikatakan berasal dari Allah karena sebelum manusia mengenal kata manajemen-Allah telah lebih dahulu melakukan aktifitas manajerial terhadap semua ciptaan-Nya. Dengan demikian kata manajemen secara hakekat adalah berasal dari Allah, hal ini dapat dipahami dari kekuasaan Allah dalam mengatur alam raya beserta isinya.
Sedangkan manajemen menurut bahasa akan dikemukakan beberapa pendapat, menurut Hersey dan Blanchard manajemen adalah kerjasama melalui orang atau kelompok untuk mencapai tujuan. Dari kutipan tersebut dapat dipahami bahwa manajemen adalah sebuah kerja tim yang berusaha untuk mewujudkan impian dan cita-cita bersama, cita-cita dan impian bersama diwujudkan dengan kerjasama dalam tim yang saling mendukung satu dengan lainnya dalam wadah organisasi yang sama.
Menurut Ramayulis manajemen adalah sebuah proses pemanfaatan segala sumber daya melewati orang lain dengan cara bekerjasama. Dari pengertian ini dapat dicermati bahwa manajemen selalu membutuhkan orang lain dalam proses pencapaian tujuan bersama, artinya dalam manajemen membutuhkan orang lain dalam pencapaian tujuan. Dengan demikian manajemen memerlukan kerjasama lebih dari satu orang dalam rangka proses pencapaian keinginan bersama. Hal ini dapat juga dipahami dari pendapat Frederick Winslow Taylor, bahwa “management is knowing exactly what you want to do and then seeing that they do it in the best and cheapest way” dari pendapat Frederick W. Taylor tersebut dapat dipahami bahwa dalam manajemen mengandung unsur kepemimpinan, pemimpin yang mempunyai konsep yang jelas, kemudian berusaha merealisasikan konsepnya melalui bawahannya.
Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa manajemen adalah suatu proses kegiatan aktif satu dengan lainnya dalam sebuah organisasi, lembaga dalam rangka mewujudkan keinginan dan tujuan bersama. Dengan demikian manajemen pendidikan adalah suatu proses kerjasama aktif dalam sebuah lembaga pendidikan dalam rangka mencapai tujuan lembaga pendidikan. Kerjasama tersebut berdasarkan keimanan kepada Allah, serta kerjasama untuk mencapai ridho Allah. Sehingga segala usaha aktif bersama-sama untuk mencapai tujuan terlaksana dan terarah dalam bingkai keimanan. Karena pada dasarnya Allah menyuruh bekerjasama dalam kebaikan. “dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.”

Dari ayat tersebut dapat diambil pemikiran bahwa manajemen dalam pendidikan Islam lebih mengedepankan kerjasama aktif dengan orang lain, baik di dalam lembaga pendidikan maupun di luar lembaga. Kerjasama tersebut dibingkai dengan semangat ridhoi Allah, semangat kerjasama tim untuk mencapai tujuan Pendidikan Islam yang bernuansa keilahian. Manajemen Pendidikan Islam dalam arti tersebut membedakannya dengan manajemen lain, karena manajemen dalam pendidikan Islam berdasarkan Al-Quran dan Hadis Nabi Muhammad Saw.
Manajemen Pendidikan Islam berdasarkan Al-Quran dan Hadis. Dasar ini menjadi pembeda dengan manajemen lain, manajemen di luar lembaga Pendidikan Islam hanya berdasarkan pemikiran para tokoh manajemen dan idiologi negara tempat lembaga itu berada. Sedangkan manajemen Pendidikan Islam tidak terkait dengan idiologi negara. Ketidakterkaitan manajemen pendidikan Islam dengan idiologi negara karena pada dasarnya manajemen Pendidikan Islam tidak mempunyai kaitan langsung, manajemen Pendidikan Islam menyatu dengan nilai nilai ajaran Islam itu sendiri. Dengan demikian dasar manajemen Pendidikan Islam tidak akan pernah bercampur dengan idiologi manajemen lain, karena semangat manajemen Pendidikan Islam berdasarkan Al-Quran dan Hadis Nabi Muhammad Saw. Di sisi lain, manajemen Pendidikan Islam lebih mengedepankanp kerjsama yang saling menguntungkan untuk mencapai tujuan bersama, karena kerjasama yang dilakukan berdasarkan nilai-nilai kebaikan yang barometernya adalah keridhoan Allah, yang akhir semua tujuan kerjasama tersebut adalah nilai takwa di sisi Allah swt.
Uraian tersebut jelaslah bahwa dalam manajemen erat kaitannya dengan kepemimpinan, dengan adanya kepemimpinan yang baik maka kualitas manajerial akan dianggap baik dan berkualitas. Hal ini mengindikasikan bahwa ketika manajemennya baik dan berkualiats, maka secara langsung mempunyai hubunganyang erat dengan tingkat kualitas kepemimpinan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa manajemen terkait dengan kepemimpinan. Maka dapat diambil pokok pikiran bahwa inti dari manajemen adalah kepemimpinan.
Kepemimpinan akan berjalan dengan baik ketika ada hubungan baik antara atasan dengan bawahan, antara sesama karyawan. Pemimpin yang baik, apabila hubungan sudah terjalin dengan baik maka kepemimpinan seseorang akan baik. Sebaliknya jika hubungan antar sesama tidak baik, maka kepemimpinannya akan tidak baik. Dari hal ini dapat dicermati bahwa hubungan sesama manusia menetukan baik tidaknya dan berhasil tidaknya seorang manajer. Hubungan dimaksud tentu terkait hubungan antara aatasan dengan bawaha dan sebaliknya serta hubungan antara pemimpin dengan pihak diluar kepemimpinannya. Hubungan akan baik jika ada komunikasi yang baik dan efektif. Komunikasi akan baik jika penyampaiannya baik dan dapat dipahami dan dimengerti oleh lawan bicara. Dengan demikian komunikasi merupakan jembatan penghubung antara satu individu dengan individu lain, antara pemimpin dengan anak buahnya. Dapat juga diistilahkan meminjam istialh Asnawir-bahwa komunikasi adalah “olinya” pergaulan. Maksudnya adalah jika komunikasi lancar maka pergaulan juga akan lancar. Hubungan antara atasan dan bawah akan terbangun dengan jika atasan memberi perhatian yang baik sesuai dengan kebutuhan dan prestasi yang diperoleh oleh bawahannya.
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mempunyai rasa empati terhadap bahawannya. Sikap ini hendaknya dimiliki oleh pemimpin dalam rangka menjaga hubungan baik dengan karyawannya. Dengan adanya rasa empati dan mau mendengar kesulitan bawahan di mungkinkan seorang pemimpin berbuat yang terbaik utnuk karyawannya. Di sisi lain, karyawan tersebut juga akan berbuat yang terbaik untuk kemajuan organisasinya. Rasa empati yang tulus akan menyejukkan bagi bawahan. Setelah bawahan merasa aman dan terlindungai maka keadaan ini akan menjadi modal yang hebat bagi pemimpin terutama dalam mengefektifkan berbagai program dan perintah kepada bawahannya.
Dalam hubungannya dengan sama manusia yang sangat perlu menjadi perhatian adalah sikap salaing menghormatai,menghargai, yang kesemua itu dalam islam termasuk bagian dari akhlak mulia. Dengan demikian untuk mendapatkan hubungan baik dengan sesama manusia kuncinya adalah bersikap dan bertingkah laku muliaatau berakhlak mulia. Dengan akhlak yang baik, maka seseorang akan mampu bergaul dengan sesama manusia tanpa ada halangan apapun. Di sisi lain, seorang pemimpin yang ingin suskses dalam hubungannya dengan bawahan hendaknya mempertajam kecerdasan intelektual, emosional dan kecerdasan spiritual, dengan memaksimalkan ketiga kecerdasan tersebut maka peluang besar akan didapatkan oleh seoran pemimpin dalam hubungannya dengan bawahan dan dan pihak lainnya.
Kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual hendaknya menjadi bagian dalam diri seorang pemimpin, sehingga dengan adanya kecerdasan tersebut ia mampu melakukan hubungan yang baik dengan semua kalangan. kalau hal tersebut ada dalam diri seorang pemimpin maka, maka pemimpin tersebut masuk pada jajaran manusia unggul. Dengan mencemati uraian tersebut dapat dipahami bahwa inti human relation terletak pada manusia itu sendiri, jika manusia mampu membawa diri, dan mampu mengasah diri menjadi manusia unggul, manusia paripurna, maka human relation akan berjalan dengan baik, adanya human relation berjalan baik karena adanya manusia. Manusia dalam kontek ini adalah manusia yang mempunyai kualitas. Kualitas manusia dapat ditingkatkan dengan pendidikan.
Dengan demikian alur pemikiran yang dapat dikemukakan adalah bahwa inti dari administrasi adalah manajemen, dan inti dari manajemen adalah kepemimpinan, sedangkan inti dari kepemimpinan adalah human relation, dan intidari human relation adalah man/ manusia.

“The Six M” Menurut George R Terry

“The six M” harus di kuasai oleh para manajer atau yang akan menjadi manajer. Keenam hal tersebut harus dikuasai dan dilakukan oelh seorang administrator. Jika hal tersebut tidak dilakukan maka akan terjadi kemandekan dan kemunduran dalam organisasi yang di pimpinnya. Di sisi lain tujuan yang ingin dicapai tidak sesuai dengan aharaan karena tidak mendayagunakan keenam hal tersebut. Untuk itu perlu seorang manajer memahami dan mengetahu keenam hal tersebut agar dalam melakukan manajerial tidak menagalami gangguan, dan tujuan organisasi tercapai sesuai keinginan.
Untuk memahami kenam hal tersebut akan uraikan sebagai berikut. Pertama, seorang pemimpin harus mampu mengatur manusia (Man). Seorang pemimpin dituntut untuk mampu mempengaruhi dan mengatur bawahannya. Dengan demikian perlu seorang pemimpin memahami psikologi manusia, psikologi massa, komunikasi masa. Dengan bekal pengetahuan tersebut diharapkan seorang manajer atau calon manajer mampu mengatur bawahannya. Di sisi lain, agar pemimpin mampu mengatur dirinya, pemimpin harus mempunyai pengetahuan dan belajar secara terus menerus, sehingga kalau terjadi Sesutu masalah seoarng pemimpin mampu memberikan solusi yang tepat. Manusia dalam kehidupannya dipengaruhi oleh situasi dan kondisi dan domestic.
Sebagai makhluk di ala mini sudah pasti manusia akan dipengaruhioleh lingkungannya, situasi yang mengitarinya, disisi lain manusia juga dipengaruhi leh situasi dan kondisi yang ada pada dirinya sendiri. Tidak itu saja manusia juga dipengaruhi oleh situasi domestic, situasi dalam negeri. Kesemua pengaruh tersebut sedikit banyak akan memberi pengaruh dalam diri seseorang, pekerjaannya pun akan terpengaruh jika kondisi seseorang sedang sakit, situasi lingkungan tidak aman, atau situasi domestic tidak aman, sudah tentu semua itu akan memberi dampak kurang baik terhadap kaulitas kerja.sebagai pemimpin yang arif dan bijak hendaknya menyadari bahwa kondisi anak buahnya setiap saat akan berubah sesuai dengan pengaruh yang ada disekitarnya. Kedua, materi pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu mengelola materi yang dimilikinya, menjaga, memelihara dan kalau perlu memperbaiki, dan bila perlu kalau ada yang sudah usang diganti dengan yng baru.
Mengelola materi yang dipunyai merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh seorang manajer. Ketiga, mampu mengelola perelatan. Seorang manajer yang hebat dan berkualiats mengetahui makna dan manfaat dari mesin, peralatan elektronik, visual, audio,computer, dan elektronik lainnya. Adanya peralatan tersebut sangat membantu mempermudah kerja karyawan dan bahkan dirinya dalam mengatur anak buahnya. Adanya alat elektronik memperingan tugas-tugas manusia. Meskipun benda mati mesinmesin tersebut membutuhkan perawatan dan peremajaan. Adanya perawatan dan peremajaan akan memungkinkan kerja manajerial dan aktifitas lainnya akan terbantu dan terlaksana sesuai harapan, di sisi lain, adanya alat yang baru dan canggih akan mempercepat kerja, kerja menjadi efektif dan efesien.
Keempat, pemimpin atau manajer harus mempunyai banyak metode dalam mengatur dan memrintah adank buahnya, dalam manjerialnya seorang manajer hndaknya tidak hanya terfokus kepada satu metode, tetapi iedalnya seorang manajer harus memiliki sebanyak mungkin metode, atau cara-cara menghadapi bawahannya. Pemimpin atau manajer yang baik adalam manajer yang kaya metode. Manajer harus mempunyai banyak metode untuk memotivasi anak buahnya. Adanya banyak metode dalam memberi motivasi, maka kemungkinan berhasil lebih besar.untuk manajer hendaknya menjadi ruh pengerak jalanya organisasi yang dipimpinnya.
Kelima, manajer harus mampu megelola keuangan. Mengelola keuangan penting, pentingnya mengelolan keuangan Agar penggunaan unag sesuai dengan alokasi yang telah disepakati dan direncanakan.jika uang tidak dikelola dengan baik, maka jalannya sebuah sebuah organisasi akan terganggu. Manajer yang tidak mampu mengelola keuangan dengan baik aan terjebak kepada penyelewengan dan penyalahgunaan keuangan oleh bawahan.dan pada akhirnya manajer akan rugi sendiri. Di sisi lain, ketika uang tidak dikelola dengan baik, maka segala pendaan yang mungkin timbul dariperencanaan sebelumnya tidak adapat terpenuhi karena tidak ada anggaran untuk itu.
Keenam, manajer harus mampu mengelola pasar, manajer hendaknya mengetahui dunia marketing. Mengelola pasar menjadi bagin penting bagi pemimpin dalam ranga menjual produk yang dibuatnya. Pemimpin yang tidak memahami pasar akn selalu merugai, pemimpin sebuah institusi jika tidak mampu menjual produk dari institusinya amak institusi yang ia pimpin tidak akan dikenal orang bahkan dianggap tidak ada. Dengan demikian seorang pemimpin harus mampu menjual produk yang ia buat sekaligus mampu mencari celah market yang baik untuk kelangsungan institusi yang ia pimpin. Market identik dengan menjual jasa atau produk, kalau dalam pendidikan bagaimana pendidikan itu dikenal dan diakui sebagai institusi yang mampu menampung aspirasi dan kebutuhan masyarakat.
Pentingnya Guru dan pelaksana pendidikan mengetahui administrasi pendidikan karena dengan adanay adminsitrasi maka guru dan pelaksana pendidikan akan focus dalam bekerja, dengan adanya administrasi mereka dapat bekerja secara terarah, tersusun dan terencana. Dengan adanya administrasi guru dan orang-orang yagn terkait di dalamnya mampu mengetahui dan mengukur tingkat keberhasilan merekadalam bekerja dan berbuat dalam pengelolaan pendidikan. Keuntungan yang akan didapat diantaranya adalah dapat memberi arah kerja yang jelas sehingga memotivasi guru dan pengelola focus terhadap usaha untuk mencapai tujuan. Di sisi lain dengan mengetahui adminsitrasi pendidikan, guru dan pelaksana pendidikan dapat merencanakan berbagai hal yang dibutuhkan dalam menunjang keberhasilan tujuan pendidikan, lebih dari itu setelah proses pelaksanaan berjalan, kegiatan tersebut dapat diukur tingkat keberhasilan dan kegagalannya. Manfaat lainnya adalah untuk meningkatkan efesiensi dan efektifitas kerja dan operasional pendidikan dalam rangka mencapai tujuan.

2. Jawaban Soal Nomor Dua
Sentralisasi adalah seeluruh wewenang terpusat pada pemerintah pusat. Daerah tinggal menunggu instruksi dari pusat untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan yang telah digariskan menurut UU. Menurut ekonomi manajemen sentralisasi adalah memusatkan semua wewenang kepada sejumlah kecil manager atau yang berada di suatu puncak pada sebuah struktur organisasi. Sentralisasi banyak digunakan pemerintah sebelum otonomi daerah. Kelemahan sistem sentralisasi adalah dimana sebuah kebijakan dan keputusan pemerintah daerah dihasilkan oleh orang-orang yang berada di pemerintah pusat sehingga waktu untuk memutuskan suatu hal menjadi lebih lama.
Desentralisasi pendidikan yang berimplikasi pada otonomi sekolah ternyata mendapat tafsiran yang cukup beragam, baik dari kalangan birokrat pendidikan, praktisi pendidikan, maupun para stakeholders. Bahkan, di daerah rintisan manajemen berbasis sekolah (MBS) yang didanai UNESCO-Unicef pun ada multitafsir tentang otonomi sekolah. Padahal di situ dikembangkan pilar-pilar MBS yang muaranya pada otonomi sekolah. Ada beberapa tafsir yang dapat diidentifikasi dari pemahaman masyarakat terhadap otonomi sekolah. Pertama, tafsir yang cukup elegan karena berangkat dari pemahaman teoretis, yang didukung oleh sejumlah analisis para pakar pendidikan mengenai pentingnya otonomi sekolah. Tafsir ini melahirkan kinerja kepala sekolah dan guru serta Komite Sekolah yang benar-benar mengagumkan. Kepala sekolah dan guru dapat bersinergi secara cantik dengan Komite Sekolah. Bahkan, karena kepiawaian kepala sekolah dan Komite Sekolah, mereka dapat menggerakkan partisipasi masyarakat terhadap pendidikan. Kedua, tafsir yang masih setengah hati. Otonomi sekolah yang digulirkan seluas-luasnya ditangkap oleh sebagian birokrat dan praktisi pendidikan sebagai sesuatu yang utuh. Dalam beberapa hal otonomi sekolah sudah berjalan, tetapi dalam hal lain masih belum. Evaluasi belajar pada semester pertama yang diserahkan sepenuhnya kepada sekolah, misalnya, ternyata masih diadakan dengan model kelompok. Artinya, ada satu kecamatan menyelenggarakan evaluasi dengan soal yang sama, ada pula yang satu gugus. Alasannya untuk meringankan biaya pelaksanaan evaluasi belajar.
Desentralisasi adalah pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan kebijakan kepada manajer atau orang-orang pada level bawah pada suatu suatu organisasi. Pada sistem pemerintahan yang terbaru tidak lagi menerapkan sistem pemerintahan sentralisasi, melainkan sistem otonomi daerah atau otda yang memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengambil kebijakan yang tadinya diputuskan seluruhnya oleh pemerintah pusat. Kelebihan sistem ini adalah sebagian keputusan dan kebijakan yang ada di daerah dapat diputuskan di daerah tanpa campur tangan pemerintah pusat. Namun kekurangan dari sistem ini adalah pada daerah khusus, euforia yang berlebihan dimana wewenang itu hanya menguntungkan pihak tertentu atau golongan serta dipergunakan untuk mengeruk keuntungan para oknum atau pribadi. Hal ini terjadi karena sulit dikontrol oleh pemerinah pusat.
Desentralisasi pendidikan suatu keharusan Rontoknya nilai-nilai otokrasi Orde Baru telah melahirkan suatu visi yang baru mengenai kehidupan masyrakat yang lebih sejahtera ialah pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia, hak politik, dan hak asasi masyarakat (civil rights). Kita ingin membangun suatu masyarakat baru yaitu masyarakat demokrasi yang mengakui akan kebebasan individu yang bertanggungjawab. Pada masa orde baru hak-hak tersebut dirampas oleh pemerintah. Keadaan ini telah melahirkan suatu pemerintah yang tersebut dan otoriter sehingga tidak mengakui akan hak-hak daerah. Kekayaan nasional, kekayaan daerah telah dieksploitasi untuk kepentingan segelintir elite politik. Kejadian yang terjadi berpuluh tahun telah melahirkan suatu rasa curiga dan sikap tidak percaya kepada pemerintah. Lahirlah gerakan separtisme yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, desentralisasi atau otonomi daerah merupakan salah satu tuntutan era reformasi. Termasuk di dalam tuntutan otonomi daerah ialah desentralisasi pendidikan nasional.
Ada tiga hal yang berkaitan dengan urgensi desentralisasi pendidikan yaitu pembangunan masyarakat demokrasi, pengembangan sosial capital, dan peningkatan daya saing bangsa ( H.A.R Tialar, 2002). Desentralisasi adalah suatu sistem sebagai proses otoritas pengambilan keputusan untuk fungsi tertentu dan kuasa yang didelegasikan dari pusat ke daerah atau dari penguasan tertinggi kepda penguasa yang lebih rendah'. Karenanya, ada suatu pengertian suatu mengubah power-base berhubungan kepada konsep desentralisasi. bagaimanapun, desentralisasi menyiratkan kekuasaan digeser kepada unit ' paling rendah' yang mana, di dalam kasus pendidikan, biasanya mempertimbangkan perguruan tinggi atau sekolah, apalagi di perguruan tinggi atau sekolah individu, kuasa mungkin dijaga oleh prinsip dengan tidak ada kuasa diserahkan lain di institusi itu.
Desentralisasi bermaksud menyerahkan kekuasaan kepada daerah, berpindahnya pengambilan keputusan bidang pendidikan dan kekuasaan berhubungan dengan pengambilan dari pusat kepada kepada pemerintah daerah; memahami desentralisasi dalam praktek melalui identifikasi dan pertimbangan dari studi kasus in ternasional yang berbeda berdebat hubungan antara peningkatan sekolah dan otonomi kelembagaan. variasi terminologi pada hakekatnya dihubungkan untuk melihat hasil dari desentralisasi itu sendiri. menurut Alisjahbana menyatakan bahwa desentralisasi pendidikan ini secara konseptual dibagi menjadi dua jenis. Pertama, desentralisasi kewenangan di sektor pendidikan. Desentralisasi lebih kepada kebijakan pendidikan dan aspek pendanaannya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Kedua, desentralisasi pendidikan dengan fokus pada pemberian kewenangan yang lebih besar di tingkat sekolah. Konsep pertama berkaitan dengan desentralisasi penyelenggaraan pemerintahan dari pusat ke daerah sebagai bagian demokratisasi. Konsep kedua lebih focus mengenai pemberian kewenangan yang lebih besar kepada manajemen di tingkat sekolah untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Dua hal ini mungkin sekali pelaksanaannya tergantung situasi kondisinya. Walaupun evaluasi mengisyaratkan belum optimalnya pendidikan Indonesia di bawah kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tersebut, yakni masih berkisar pada tataran desentralisasi pendidikan dengan model pertama, yang merupakan bagian dari desentralisasi politik dan fiskal (financing terhadap pendidikan regional), akan tetapi peningkatan kualitas proses belajar mengajar dan kualitas dari hasil proses belajar mengajar tersebut diharapkan juga berlangsung.
Untuk itulah partisipasi orang tua, masyarakat, dan guru sangat penting untuk mereformasi pendidikan ini, selain memecahkan masalah finansial melalui langkah-langkah yang diformulasi pemerintah baik pusat maupun daerah. Reformulasi konsep pendidikan dan rekonstruksi fondasi pendidikan nasional, utamanya menyangkut hak-hak pendidikan masyarakat dan nilai-nilai dasar pendidikan saat ini mutlak untuk dipikirkan (rethinking) dan direaktualisasi.
Salah satu konsepnya adalah Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang mulai diimplementasikan pada sekolah-sekolah dasar dan menengah di beberapa provinsi, mungkin juga konsep pendidikan "masyarakat belajar" bagi masyarakat akademis seperti digagas Murbandono Hs (1999) yang menurutnya bukanlah utopia. Dengan demikian dalam konteks ini, kebijakan otonomi daerah (melalui diterbitkannya UU No. 32 tahun 2004 dan UU No.33 tahun 2004) dan desentralisasi pendidikan dalam rangka perbaikan pendidikan ini sangat perlu dan mendesak. Berhubung keran demokrasi dan demokratisasi begitu membahana pada masa reformasi sekarang ini, maka reformasi pendidikan mutlak bagi bangsa ini dan dapat segera diwujudkan menyusul semakin pentingnya sektor pendidikan dijadikan prioritas utama pembangunan, dimana pembiayaan dan kewenangan menjadi focus utama dalam reformasi pendidikan tekait dengan desentralisasi pendidikan di era otonomi daerah saat ini.

Pengelolaan pendidikan yang baik akan menghasilkan Indonesia yang baru. Desentralisasi pendidikan merupakan suatu keharusan jika kita ingin cepat mengejar ketertinggalan dari bangsa lain. Melalui pendidkan yang demokratis akan melahirkan masyarakat yang kritis dan bertanggung jawab. Masyarakat yang demokratis akan mampu menciptakan masyarakat madani yaitu masyarakat yang berbudaya tinggi yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan yang mana sangat menghargai hak-hak asasi manusia. Desentralisasi pendidikan perlu dijaga dari kemungkinan terjadi hal-hal negatif seperti desentralisasi kebablasan, misalnya penyerahan tanggung jawab pendidikan kepada daerah for the sake of autonomy. Apabila penyerahan wewenang tersebut hanyalah sekadar memindahkan birokrasi pendidikan dan sentralisasi pendidikan di tingkat daerah, maka desnralisasi tersebut akan mempunyai nasib yang sama sebagaimana yang kita kenal pada masa orde baru.
Dekonsentrasi merupakan gabungan antara sentralisasi dengan desentralisasi, dengan demikian segalakegiatan desentralisasi dan sentralisasi digabung dalam konsep dekonsentrasi. Antara pusat dan daerah secara bersama-sama melakukan adminsitrasi, pusat dan daerah sama-sama melakukan pengelolaan administrasi.

Otonomi menurut UU no 22/1999 tentang otonomi daerah adalah pelimpahan wewenang kepada daerah untuk mengurusi daerahnya ssesuai dengan UU dalam kerangka NKRI. Menurut ekonomi Manajemen dalam otonomi daerah pengambilan keputusan-keputusan dipangkas, cukup di tingkat daerah sehingga menghemat energi dan biaya. Berdasarkan pada UU no 22/1999, prinsip-prinsip pelaksanaan otonomi daearah sebagai sebagai berikut:
1. Pelaksanaan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek-aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah.
2. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggungjawab.
3. Pelaksanaan otonomi luas berada pada daerah tingkat kabupaten dan kota, sedangkan pada tingkat propinsi otonomi terbatas.
4. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara, sehingga tetap terjaga hubungan yang serasi antar pusat dan daerah serta antar daerah.
5. Pelaksanaan otonomi daerah harus meningkatkan kemandirian daerah otonom, dan karenanya dalam wilayah kabupaten dan kota tidak ada lagi wilayah administrasi.
6. Kawasan khusus yang dibina oleh pemerintah seperti atau pihak lain seperti Badan otorita, kawasan pelabuhan, kawasan pertambangan, kawasan kehutanan, kawasan perkotaan baru, kawasan wisata dan semacamnyaberlaku ketentuan peraturan daerah otonom.
7. Pelaksanaan otonomi daerah lebih meningkatkan peranan dan fungsi legislatif daerah, baik sebagai fungsi legislasi,fungsi pengawas maupun sebagai fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintah daerah.
8. Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi dalam kedudukan sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan tertentu yang dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah.
9. Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan tidak hanya dari pemerintah daerah kepada desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan tugas tersebut kepada yang memberi tugas.
Kelemahan sentralisasi
Kelemahaa Sentralisasi dalah administrasi bersifat ororiter, terjadi penyeragam pendidikan, organisasi berjalan kaku, terjadi komunikasi yang berbelit-belit, terjadi pengawasan secara sentral, sehingga ada ekmungkinan menghalangi kreatifitas daerah. Kelemahan otonomi adalah sebagai berikut: persepsi yang tidak sama tentang kewenangan, pembentukan lembaga daerah yang tidak proprosioanl dengan kegiatan dan kewenangannya, penempatan personel cenderung mengarah kedaerahisme dan tidak berdasarkan kualitas dan profesionalisme, tidak tercermin prioritas pembangunan pendidikan sumber daya propinsi, kabupatendan kota.
Kelemahan desentralisasi,
1. Meningkatnya kesenjangan anggaran pendidikan antara daerah,antar sekolah antar individu warga masyarakat.
2. Keterbatasan kemampuan keuangan daerah dan masyarakat (orang tua) menjadikan jumlah anggaran belanja sekolah akan menurundari waktu sebelumnya,sehingga akan menurunkan motivasi dan kreatifitas tenaga kependidikan di sekolahuntuk melakukan pembaruan.
3. Biaya administrasi di sekolah meningkat karena prioritas anggarandi alokasikan untuk menutup biaya administrasi, dan sisanya baru didistribusikan ke sekolah.
4. Kebijakan pemerintah daerah yang tidak memperioritaskan pendidikan, secara kumulatif berpotendsi akan menurunkan pendidikan.
5. Penggunaan otoritas masyarakat yang belum tentu memahamisepenuhnya permasalahandan pengelolaan pendidikan yang pada akhirnya akan menurunkan mutu pendidikan.
6. Kesenjangan sumber daya pendidikan yang tajam di karenakan perbedaan potensi daerah yang berbeda-beda. Mengakibatkan kesenjangan mutu pendidikan serta melahirkan kecemburuan sosial.
7. Terjadinya pemindahan borok-borok pengelolaan pendidikan dari pusat ke daerah.
Keuntungan Desentralisasi, Sentralisasi dan Dekosentrasi
Diantara keuntungan desentralisasi adalah pelaksaan pendidikan dana pengajaran dapat disesuaikan dengan keadaan daerah dan kebutuhan setempat, adanya persaingan yang sehat anatar daerah atau wilayah, sehingga masing-masin terpicu untuk berlomba meningkatkan kualitas pendidikan di daerah masing-masing, kepala sekolah, guru dan pelaksana pendidikan akan bekerja sebaik mungkin. Keuntungan sentralisasi adalah adanya kejelasan tugas dan wewenang dalam pengelolaan administrasi pendidikan, gmulai dari penentuan kebijakan, perencanaan, penentuan struktru dan personalia, urusan kepegawaian penyelenggaraan pembangunan sekolah, penentuan kurikulum, penyelenggaraan ujian, dan lain sebagainya. Keuntungan dekonsentrai sama dengan keuntungan yang ada pada dsentralisasi dan sentralisasi, karena konsep dekosentrasi merupakan gabungan dari konsep sentralisasi dan desentralisasi.

Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat
Undang-undang Republik Indonesia no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional tentang peran serta masyarakat dalam pendidikan yang tertuang pada pasal 54 ayat (1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profisi, pengusaha dan organisasi kemasyarakatan dalam menyelenggarakan dan pengendalian mutu pada satuan pendidikan. Ayat (2) masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber pelaksanaan dan pengguna hasil pendidikan.
Demikian pula pendidikan berbasis masyarakat sebagaimana yang tertuag pada pasal 55 ayat (1) masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan non formal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial dan budaya untuk kepentingan masyarakat ayat (2) penyelenggaraan pendidikan berbasis mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standard nasional pendidikan. Ayat (3) Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggaraan, masyarakat, pemerintah, pemerintah daerah dan / atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; ayat (4) lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan tekhnis, subsidi dana dan sumbe daya lain secara adil dan merata dari pemerintah dan / atau pemerintah daerah.
Dalam pelaksanaan konsep pendidikan berbasis masyarakat (PBM) tersebut ada tiga pokok catatan yang perlu menjadi perhatian penerapan tersebut di madrasah. Pertama, kemampuan ekonomi masyarakat pendukung madrasah masih lemah. Kedua, madrasah terutama madrasah swasta, di naungi oleh yayasan yang acap kali berkultur sangat kaku dan cenderung otoriter. Yayasan berlaku sebagai pemegang otoritas dalam pengelolaan madrasah dalam arti yang luas. Ketiga, para pengelola madrasah kurang memahami secara mendalam dan luas peran serta fungsi mereka. Jelas bahwa mau tidak mau, keterlibatan masyarakat menjadi hal yang tidak dapat di nafikan, bahkan keterlibatan mereka menjadi sangat penting demi kemajuan sekolah. Karena peran masayarakat sangat penting dalam pendidikan.
Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat merupakan impelementasi dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat (Sihombing, U., 2001). Dari konsep di atas dapat dinyatakan bahwa Pendidikan Berbasis Masyarakat adalah pendidikan yang dikelola oleh masyarakat dengan memanfaatkan fasilitas yang ada di masyarakat dan menekankan pentingnya partisipasi masyarakat pada setiap kegiatan belajar serta bertujuan untuk menjawab kebutuhan masyarakat. Konsep dan praktek PBM tersebut adalah untuk mewujudkan masyarakat yang cerdas, terampil, mandiri dan memiliki daya saing dengan melakukan program belajar yang sesuai kebutuhan masyarakat.
Dengan demikian tenaga pendidikan (pihak-pihak terkait) harus melakukan akuntabilitas (pertanggungjawaban) kepada masyarakat. Menurut Sagala, S., 2004 akuntabilitas dapat mengembangkan persatuan bangsa serta menjawab kebutuhan akan pendidikan bagi masyarakat. Pengembangan akuntabilitas terhadap masyarakat akan menumbuhkan inovasi dan otonomi dan menjadikan pendidikan berbasis pada masyarakat (community based education). Untuk mewujudkan output pendidikan yang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat dibutuhkan pendidikan yang bermutu. Apabila kita lihat mutu pendidikan di negara kita saat ini masih menghadapi beberapa problematika. Salah satu problematika pendidikan di Indonesia adalah keterbatasan anggaran dan sarana pendidikan, sehingga kinerja pendidikan tidak berjalan dengan optimal. Persoalan tersebut menjadi lebih komplek jika kita kaitkan dengan penumpukan lulusan karena tidak terserap oleh masyarakat atau dunia kerja karena rendahnya kompetensi mereka.
Mutu dan hasil pendidikan tidak memenuhui harapan dan kebutuhan masyarakat atau mempunyai daya saing yang rendah. Indikator yang menunjukkan rendahnya mutu hasil pendidikan kita adalah kepekaan sosial alumni sistem pendidikan terhadap persoalan masyarakat yang seharusnya menjadi konsen utama mereka, Salah satu platform penting lain yang juga diadopsi dalam rangka reformasi Pendidikan nasional adalah pengembangan Pendidikan berbasiskan Masyarakat ( Community Based Education). Tujuan pengembangan platform Pendidikan berbasis Masyarakat ini, adalah sebagai berikut (1) membantu pemerintah dalam mobilisasi sumber daya manusia setempat dan dari luar serta meningkatkan peranan Masyarkat untuk mengambil bagian lebih besar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi Pendidikan disemua jenjang, jenis dan jalur Pendidikan (2) Mendorong perubahan sikap dan persepsi Masyarakat terhadap rasa kepemilikan sekolah, tanggung jawab kemitraan, toleransi dan kesediaan menerima sosial budaya. (3) Mendukung inisiatif pemerintah dalam meningkatkan dukungan Masyarkat terhadap sekolah, khususnya orang tua dan anggota Masyarkat lainnya melalui kebijakan desentralisasi. (4) Mendukung peranan Masyarakat mengembangkan inovasi kelembagaan untuk melengkapi, meningkatkan, dan mensinergikan dengan peran sekolah, dan untuk meningkatkan mutu dan relevansi, membuka kesempatan lebih besar dalam memperoleh Pendidikan. Implementasi Pendidikan Berbasis Masyarakat Lembaga Pendidikan berbasis Masyarakat pada jalur pendidikan formal dan non formal dapat memperoleh bantuan teknis, Subsidi dana dan Sumber daya lain yang tata cara mengenai bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lainnya tersebut diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri. (1) Bantuan teknis, yaitu penyelenggaraan pendidikan formal dan nonformal berbasis masyarakat dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat berupa bantuan tenaga ahli serta pendidikan atau pelatihan pendidik dan tenaga kependidikan. (2) Subsidi dana penyelenggaraan pendidikan formal dan nonformal berbasis masyarakat yang bersumber dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah berupa biaya operasi. (3) Sumber daya lain dalam penyelenggaraan pendidikan formal dan nonformal berbasis masyarakat dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat berupa pengadaan pendidik dan tenaga kependidikan, saran dan prasarana.

Konsep Manajemen Berbasis Sekolah(MBS)
Manajemen berbasis sekolah pada intinya adalah memberikan kewenangan terhadap sekolah untuk melakukan pengelolaan dan perbaikan kualitassecara terus menerus. Dapat juga dikatakan bahwa manajemen berbasis sekolah pada hakikatnya adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan (stakeholder) yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Tujuan MBS adalah untuk mewujudkan kemerdekaan pemerintah daerah dalam mengelola pendidikan. Dengan demikian peran pemerintah pusat akan berkurang. Sekolah diberi hak otonom untuk menentukan nasibnya sendiri. Paling tidak ada tiga tujuan dilaksanakannya MBS peningkatan efesiensi, peningkatan mutu, peningkatan pemerataan pendidikan. Dengan adanya MBS diharapkan akan memberi peluang dan kesempatan kepada kepala sekolah, guru dan siswa untuk melakukan inovasi pendidikan. Dengan adanya MBS maka ada beberapa keuntugan dalam pendidikan yaitu, kebijakan dan kewenangan sekolah mengarah langsung kepada siswa, orang tua dan guru, sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal, pembinaan peserta didik dapat dilakukan secara efektif, dapat mengajak semua pihak untuk memajukan dan meningkatkan pelaksanaan pendidikan.
Kurikulum Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan(KTSP).
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kebijakan ini berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23/2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dan Peraturan Menteri No. 22/2006 tentang Standar Isi
untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Pada tahun 2010 seluruh
sekolah harus sudah melaksanakan KTSP. Pelaksananan KTSP secara penuh
diharapkan mulai tahun ajaran 2007.
Permendiknas KTSP ditandatangani pada 23 Mei 2006 dan berlaku bagi sekolah
standar nasional maupun sekolah nasional berstandar internasional. Perlu ditegaskan bahwasanya standar pendidikan tidak sama dengan kurikulum. Standar nasional itu meliputi delapan hal, yaitu standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Kini masing-masing sekolah
bisa membuat silabus, kurikulum, dan indikator-indikatornya sendiri, bahkan kepala dinas tidak boleh ikut campur dalam pengembangan KTSP sekolah.
Beberapa ciri terpenting dari KTSP adalah sebagai berikut. Pertama, KTSP
menganut prinsip fleksibilitas. Setiap sekolah diberi kebebasan menambah empat jam pelajaran tambahan per minggu, yang bisa diisi dengan apa saja baik yang wajib atau muatan lokal. Namun fleksibilitas ini mesti diimbangi dengan potensi sekolah masingmasing serta pemenuhan standar isi seperti digariskan Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP). Standar adalah kualitas minimum yang mesti dicapai. Sementara itu, potensi adalah tersedianya SDM dan (pra)sarana yang memadai untuk menyelenggarakan pelajaran tambahan itu. Kedua, KTSP membutuhkan pemahaman dan keinginan sekolah untuk mengubah kebiasaan lama yakni kebergantungan pada birokrat. Peluang bagi sekolah untuk mengurus sendiri tidak hanya untuk manajemen sekolah, tetapi juga rutinitas akademis. Ini perlu waktu lama, karena selama ini sekolah
terbiasa diatur oleh pemerintah. KTSP dikembangkan melalui beberapa hal, antara lain sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, kondisi
sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik. Ketiga, guru kreatif dan siswa aktif. Kurikulum 1994 menghendaki guru lebih kreatif, namun aktivitas guru sebatas mengajarkan apa yang sudah ditetapkan dalam kurikulum. Sementara dalam Kurikulum 2004 atau Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), siswa dituntut lebih kreatif. Guru harus bisa "memaksa" siswa untuk memberi feedback dalam setiap pembelajaran. KTSP
menggabungkan keduanya. Wajar jika mereka yang belum sempat melaksanakan
KBK mendapat kesulitan dalam melaksanakan KTSP.
Keempat, KTSP dikembangkan dengan menganut prinsip diversifikasi. Artinya,
dalam kurikulum ini standar isi dan standar kompetensi lulusan yang dibuat
BSNP itu dijabarkan dengan memasukkan muatan lokal, yakni lokal provinsi,
lokal kabupaten/kota, dan lokal sekolah.Dengan demikian, sekolah akan
berperan sebagai makelar kearifan lokal. Kegagalan kurikulum selama ini
antara lain karena penyeragaman dari Sabang sampai Merauke, padahal
masing-masing daerah berbeda potensinya, sehingga kurikulum nasional tidak
operasional. Dengan kata lain, melalui KTSP diharapkan adanya keseimbangan
antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Kelima, KTSP sejalan dengan konsep desentralisasi pendidikan dan manajemen berbasis sekolah (school-based management). Komite sekolah kini harus bersama guru dalam mengembangkan kurikulum. Selama ini guru patuh pada petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan yang disiapkan oleh birokrat Depdiknas. Sekolah dapat bermitra dengan berbagai pemangku peran (stakeholders) pendidikan, seperti industri, kerajinan, pariwisata, petani, nelayan, dan organisasi atau profesi lainnya. Para pemangku peran ini lazimnya lebih merasakan tantangan dunia sekitar yang memerlukan respon kurikuler.
Keenam, KTSP tanggap terhadap perkembangan iptek dan seni. Inilah tantangan abad sekarang ini. Tanpa antisipasi cerdas terhadap perkara ini,
kurikulum menjadi lunglai mengahadapi teknologi yang serba canggih ini. Walhasil, KTSP berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik dan lingkungan, relevan dengan kebutuhan dan kehidupan, menyeluruh dan berkesinambungan, dan mestinya sejalan dengan prinsip belajar sepanjang hayat.
Ketujuh, KTSP beragam dan terpadu. Walaupun sekolah diberi otonomi dalam pengembangannya, ujung-ujungnya ada ujian nasional(UN) juga. Seyogyanya
tidak ada persoalan bagi sekolah karena yang diujikan adalah kompetensi dasar. Dalam semangat desentralisasi pendidikan, UN penting demi pemetaan kemampuan, bukan penentu kelulusan siswa. Biarkan sekolah menentukan kriteria kelulusan masing-masing, yakni dengan menggabungkan hasil UN dengan ujian sekolah masing-masing.
Perlu ditegaskan bahwa ada sejumlah fungsi UN, antara lain: (1) diagnosis,
yakni untuk mengetahui 'penyakit' yang diderita anak didik untuk menentukan resep yang paling mujarab, (2) diferensiasi, yakni membeda-bedakan kelompok siswa demi penentuan kebijakan yang layak ditempuh, dan (3) uji kompetensi, yakni untuk mengetahui sejauh mana materi ajar dikuasai siswa. Fungsi pertama dan kedua selama ini belum betul-betul dilaksanakan dalam penyelenggaraan UN, sehingga selama ini
belum jelas langkah korektif pemerintah sebagai respons terhadap hasil UN
yang sangat beragam dari kota ke kota, bahkan dari sekolah ke sekolah. Niat pemerintah lewat BSNP memang luhur dan cerdas, namun berdasarkan
kenyataan di lapangan, tidaklah mudah untuk memberdayakan para guru lewat
KTSP ini. Ada anggapan bahwa apa pun kurikulumnya, selama guru, sekolah,
dan pengembang kurikulumnya berpikiran tradisional, kurikulum itu tidak
akan berdampak besar. Pengembang kurikulum menggonggong, guru-guru berlalu
dengan kulturnya. Aliran konstruktif menawarkan solusi untuk menyulap suasana belajar secara 'berani' dan mendobrak kejumudan kurikulum lewat tujuh ayat pendidikan sebagai berikut. Pertama, kurikulum disajikan secara utuh, yakni menekankan konsep besar, lalu diikuti konsep-konsep kecil. Artinya, guru berpegang pada tujuan instruksional umum atau TIU, dan tidak terjebak oleh hal-hal kecil, atau keterampilan-keterampilan dasar, atau tujuan instruksional khusus atau TIK.
Dalam konteks KTSP, pemahaman guru akan standar kompetensi dan standar isi adalah sebuah niscaya. Kedua, kegiatan kurikuler mengandalkan sumber-sumber data primer dan juga materi-materi buatan yang bermakna. Alam sekitar adalah data-data primer yang memiliki potensi untuk dibermaknakan. Dengan begitu, buku teks tidak lagi menjadi sumber utama sebagimana terbiasa pada kurikulum tradisional. Jadi wajar, jika KTSP tidak mesya ratkan adanya buku teks baru. Singkatnya, untuk KTSP, bukunya yang ada saja. Ketiga, siswa diperlakukan sebagai 'pemikir' muda yang belajar merumuskan teorinya sendiri ihwal dunia (baca: materi ajar). Keberanian siswa untuk bertanya dan berdebat adalah indikator keberhasilan belajar. Ini berbeda dengan kelas tradisional yang cenderung menempatkan siswa sebagai 'botol kosong' untuk diisi informasi oleh guru.
Keempat, guru mengajar secara interaktif, yakni antara lain dengan
kepandaian menerjemahkan lingkungan sekitar sehingga dapat dipahami siswa.
Ini berbeda dari guru tradisional yang cenderung berlagak didaktik dalam
menyebarkan informasi kepada siswa. Kebiasaan guru untuk mengejar target kurikuler sesuai dengan GBPP jelas tidak sejalan dengan prinsip konstruktif, sebab sebuah informasi belum tentu materi ajar yang bermakna (meaningful) dan terajarkan (teachable). Kelima, guru mencari tahu sudut pandang siswa untuk memahami kadar
pengetahuan siswa saat ini untuk dijadikan pijakan bagi pelajaran yang
akan datang. Ini berbeda dari kelas tradisional, di mana guru mencari jawaban yang benar untuk memvalidasi pembelajaran siswa. Pembelajaran konstruktivis membangun ketersambungan antara pelajaran sebelumnya dengan pelajaran selanjutnya. Dan ini hanya mungkin jika guru mengetahui sudut pandang siswa.
Keenam, siswa bekerja dalam kelompok. Ini berbeda dari kelas-kelas
tradisional di mana siswa belajar secara mandiri. Justru dalam kelompoklah mereka bersosialisasi dan berkolaborasi, sehingga secara kolektif memperoleh pencerahan lewat social reconstructivism. Bila siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil, guru dan pengembang kurikulum pun berkolaborasi dengan para pemangku peran dalam merumuskan KTSP. Jadi, siswa, guru, bahkan manajemen sekolah mengamalkan ajaran social reconstructivism. Ketujuh, penilaian pembelajaran siswa dilakukan secara terintegrasi dalam pengajaran dan dilakukan lewat observasi guru terhadap proses belajar
siswa dalam kelompoknya dan dengan mencermati portofolio siswa. Mekanisme
ini berbeda dengan pendidikan tradisional yang memisahkan penilaian dari
pembelajaran, dan terlembaga secara formal lewat tes. Dengan demikian,
keberadaan UN sebagai satu-satunya penentu kelulusan siswa memang tidak
relevan dengan semangat konstruktif.
Darai paparan tersebut jelaslah bahwa otonomi pendidikan, kemudian desentralisasi merupakan “embrio” untuk menuju otonomi pendidikan itu sendiri, embrio tersebut nantikan akan terjabar dalam konsep manajemen berbasis sekolah dan manajemen berbasis masyarakat, ridak itu “embrio” otonomi.desentralisasi akan menjadi “bayi” yang di sebut dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Dengan demikian KTSP marupakan akhir dari wujud desentralisasi pendidikan, dimana sekolah mempunyai wewenang yang besar dalam mengolah, mengelola dan memajukan sekolahnya sendiri. Sedangkan pemerintah tidak lagi banyak ikut campur daam urusan pendidikan di setiap daerah kabupaten dan kota.

3. Jabawan Soal Nomor Tiga

Menurut George R Terry fungsi dari administrasi adalah, planning, organizing, actuating, dan kontroling, (POAC). ada juga yang menyakan bahwa administrasi itu sama dengan manajemen, karena kedua adalah usaha untuk mengelola, dan didalamnya ada pekerjaan memimpin. Maka dalam tulisan ini akan menggunakan kata manajemen. Sebagaimana pendapat Goerge R terry, maka fungsi-fungsi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: perencanaan, pengorganisasian, pengerakan, dan pengawasan. Fungsi manajemen pendidikan islam secara detail akan dibahas sebagai berikut.
1. Fungsi perencanaan, perencanaan adalah sebuah proses yang dilakukan oleh seorang manajer dalam menentukan tujuan dan mengambil langkah-langkah untuk menjamin bahwa tujuan tersebut dapat dicapai. Sedangkan menurut Ramayulis perencanaan adalah langkah pertama yang harus diperhatikan oleh manajer dan para pengelola pendidikan pendidikan Islam. perencanaan merupakan hal penting yang hendaknya ada dalam manajemen pendidikan islam. perencanaan sangat perlu dan harus ada dalam pendidikan islam. jika tanpa ada perencanaan maka keberlangsungan pendidikan Islam akan terkendala. Allah memberikan arahan bahwa setiap orang beriman dan bertakwa hendaknya memperhatikan hari esoknya, memperhataikan apa rencana yang akan dilakukan untuk hari esok. Hal ini dapat dipahami dari firman Allah.
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Dari ayat tersebut tersirat bahwa setiap orang hendaknya memperhatikan apa yang telah direncanakan untuk hari esoknya. Seorang manajer hendaknya memperhatikan perencanaan yang telah dibuatnya. Dalam arti dalam manajemen pendidikan Islam perlu perencanaan dan setelah itu perlu memperhatikan apa yang telah direncanakannya. Hal ini dapat dipahami bahwa pendidikan islam membutuhkan manajemen. Dan inti darai manajemen pada hakekatnya adalah perencanaan, tanpa perencanaan atau salah dalam merencanakan pendidikan Islam akan berakibat buruk terhadap keberlangsungan pendidikan Islam. makna ini dapat dipahami dari firman Allah.
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, Maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan "salam" kepadamu: "Kamu bukan seorang mukmin" (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak. begitu jugalah Keadaan kamu dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, Maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Perencanaan dalam lembaga pendidikan Islam tidak hanya untuk memenuhi target tujuan pendidikan Islam dalam jangak tertentu, tetapi perencanaan pendidikan Islam melampaui batas duniawi. Maksudnya adalah perencanaan pendidikan Islam diarahkan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akherat. Hal ini diperkuat oleh pendapat Ramayulis, bahwa perencanaan pendidikan Islam tidak sekedar diarahkan untuk mencapai kesempurnaan kebahagiaan dunia saja ,tetapi juga kebahagiaan akherat, artinya dalam perencanaan pendidikan Islam perlu mempertimbangkan keseimbangan antara tujuan dunia dan akherat. Hal ini berdasarkan firman Allah.”Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka".

Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa tujuan orang mukmin adalah untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akherat. Permintaan ini adalah permintaan setiap mukmin, kalau ia sebagai manajer tentu ia akan mencari jalan bagaimana tugas sebagai menejer adapat dimanfaatkan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akherat. Hal ini memberi kesan bahwa dalam Islam segala perbuatan selalu diarahkan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akherat. Kebahagiaan tersebut didapatkan dengan cara membuat perencanaan yang matang dan terukur.
Ramayulis menyatakan bahwa dalam manajemen pendidikan Islam perencanaan meliputi, penentuan prioritas, penetapan tujuan, merumuskan prosedur, dan pembagian tugas kepaada individu maupun kelompok. Dari kutipan tersebut dapat dicermati bahwa manajemen perencanaan dalam pendidikan Islam menjadi penentu prioritas, memperjelas prosedur, pendelegasian yang terukur dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam manajemen pendidikan Islam perencanaan mempunyai karakteristik, karakteristik tersebut adalah suatu proses rasional, berhubungan dengan tujuan social, cara, tujuan, proses-proses dan kontrol, perencanaan dalam manajemen pendidikan Islam merupakan rancangan konseptual, dan konsep yang dibuat hendaknya bersifat dinamis dan lentur. Perencanaan dalam manajemen pendidikan, merupakan kunci keberhasilan pada suatu lembaga. Untuk itu perencanaan dalam pendidikan Islam hendaknya meliputi pengetahuan khusus seperti metode ilmiah yang menyeluruh, mengetahui nilai-nilai, dalam hal tentunya nilai-nilai keislaman, dan adanya pemahaman yang bersifat kontinuitas.
Dengan demikian dalam mananjemen pendidikan islam hendaknya memperhatikan perencanaan, karena perencanaan merupakan awal dari segala aspek yang akan dilakukan dalam manajemen pendidikan Islam, selain langkah awal perencanaan merupakan aktifitas untuk memilih berbagai alternative tindakan yang kesemua itu bermuara kepada suatu target yang harus dicapai. Asnawir menyatakan bahwa langkah-langkah dalam perencanaan adalah sebagai berikut:
a. Menentukan dan merumuskan tujuan yang hendak dicapai.
b. Meneliti masalah-masalah atau pekerjaan-pekerjaan yang akan dilakukan.
c. Masalah-masalah atau informasi-informasi yang diperlukan.
d. Menentukan tahap-tahap atau rangkaian tindakan.
e. Merumuskan bagaimana masalah-masalah tersebut akan dipecahkan dan bagaimana pekerjaan pekerjaan itu harus diselesaikan.
f. Menentukan siapa yang akan melakukan dan apa yang mempengaruhi pelaksanaan tindakan tersebut.
g. Menentukan cara bagaimana mengadakan perubahan dalam penyusunan rencana.
Dapat dipahami bahwa perencanaan dalam manajemen pendidikan merupakan kunci utama dalam aktivitas berikutnya, aktivitas lain tidak akan berjalan dengan baik, bahkan mungkin gagal jika tidak didahului oleh perencanaan, maka dalam hal ini dapat dikatakan bahwa perencanaan merupakan “ruh” manajemen. Jika tidak perencanaan, maka semua aktivitas dalam pendidikan Islam tidak akan jalan dengan baik. Sedangkan lainnya hanya bersifat menjalankan saja, meskipun demikian bagian yang lain pun mempunyai peranan yang penting dalam mewujudkan tujuan dari pendidikan Islam.
Dengan demikian manajemen pendidikan Islam hendaknya diawali dengan perencanaan yang jelas dan matang, dengan adanya perencanaan yang matang diharapkan manajemen pendidikan Islam akan berjalan dengan baik. Perencanaan dalam manajemen pendidikan Islam akan berjalan dengan baik jika memperhatikan langkah-langkah perencanaan, seperti menentukan tujuan, meneliti masalah, menentukan tahapan-tahapan, merumuskan bagaimana cara menyelesaikan masalah,menentukan siapa yang akan bertanggungjawab melaksanakan , dan mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan resiko yang akan dihadapi, mengevaluasi kegiatan yang telah dilaksanakan dan terakhir berusaha melakukan perubahan setelah dilakukan evaluasi.
2. Pengorganisasian
Asnawir menyatakan bahwa pengorganisasian adalah aktivitas penyusunan, pembentukan hubungan kerja antara orang-orang sehingga terwujud suatu kesatuan usaha dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Akitivitas mengumpulkan segala tenaga untuk membentuk suatu kekuatan baru dalam rangka mencapai tujuan merupakan kegiatan dalam manajemen, karena pada dasarnya mengatur segala sesuatu yang ada dalam sebuah organisasi maupun suatu lembaga adalah kegiatan pengorganisasian. Kegiatan menyusun berbagai elemen dalam sebuah lembaga pendidikan maupun instansi merupakan kegiatan manajemen yang secara khusus disebut sebagai pengorganisasian, hal ini makin memperjelas bahwa di antara fungsi manajemen adalah menyusun dan membentuk berbagai hubungan kerja dari berbagai unit untuk menjadi sebuah tim yang solid, dari tim yang solid akan memberi kekuatan. Apabila terjadi kesatuan kekuatan dari berbagai elemen sistem untuk mencapai tujuan dalam lembaga maupun organisasi maka manajemen dianggap berhasil. Karena telah mampu menyatukan semua elemen dalam sistem untuk mewujudkan tujuan bersama. Dalam Al-Quran Allah telah memberikan kunci dalam manajemen yaitu untuk bersatu. Adanya kesatuan sistem akan memberi peluang besar untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini dapat dipahami dari firman Allah berikut ini:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam. Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”
Ramayulis menyatakan pengorganisasian dalam manajemen sebagai upaya penetapan struktur peran-peran dengan cara membuat konsep-konsep kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mewujudkan tujuan. Hal ini makin memperjelas posisi pengorganisasin dalam manajemen, konsep pengorganisasian tersebut secara jelas memberikan gambaran bahwa dalam manajemen ada upaya untuk melakukan peran-peran yang berbeda dalam rangka mewujudkan tujuan bersama, meskipun berbeda-beda dalam peran tetapi kesemua peran dan aktivitas tersebut bermuara kepada satu tujuan yaitu pencapaian target-target yang telah disepakati sebelumnya. Pencapaian target-target tersebut merupakan aktualisasi darai konsep-konsep yang telah direncanakan sebelumnya. Hal ini memberi pemahaman bahwa ada semacam gerakan aktif dan berkesinambungan berbagai unsur di dalam lembaga, organisasi maupun institusi untuk melakukan berbagai kegiatan yang terstruktur dan tertata rapi, sehingga terjalin keterkaitan yang saling mendukung untuk mewujudkan hasil akhir, hasil akhir tersebut adalah tujuan.
Ramayulis menyatakan bahwa dalam penetapan berbagai aktivitas untuk mencapai tujuan bersama, dengan rincian-rinciannya, baik berupa tugas-tugas tertentu, pendelegasian wewenang, informasi-informasi horizontal maupun vertikal merupakan kegiatan pengorganisasian. Kegiatan-kegiatan tersebut mengindikasikan kebersamaan yang saling menentukan satu dengan lainnya. Kegiatan yang dilakukan membentuk lingkaran kebersatuan dan membentuk jejaring kerja berkesimbungan. Kebersatuan kerja membentuk sebuah tim kerja yang berdedikasi tinggi terhadap kerja masing-masing. Adanya jejaring kerja tim yang baik akan memberi peluang besar tercapainya tujuan bersama. Adanya kerja sama dengan bermacam jenis kegiatan menuju satu arah tujuan merupakan proses pengorganisasian dalam manajemen pendidikan Islam.
Pengorganisasian dalam manajemen pendidikan Islam adalah penentuan struktur, aktifitas,interaksi, koordinasi, desain struktur, wewenang, tugas secara transparan, dan jelas dalam lemabaga pendidikan baik bersifat individual, kelompok maupun kelembagaan. Dengan demikian pengorganisasian dalam manajemen pendidikan Islam merupakan penetapan berbagai hal untuk mempermudah dalam aktivitas perwujudan perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Penetapan tersebut bukan hanya sekedar pembagian tugas, tetapi penetapan menyeluruh tentang segala sesuatu yang membangun sistem tersebut, sehingga membentuk tim kerja yang akan mewujudkan tujuan pendidikan Islam.
Dari paparan sebelumnya dapat dicermati bahwa pengorganisasian merupakan tindak lanjut dari perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Tindak lanjut dalam bentuk konsep-konsep aplikatif yang nyata dan dapat langsung dikerjakan. Konsep nyata tersebut akan berjalan dengan baik jika memenuhi prinsip-prinsip pengorganisasian. Ramayulis menyatakan prinsip-prinsip tersebut adalah kebebasan, keadilan dan musyawarah. Prinsip tersebut dapat dipahami dari firman Allah:
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
Berdasarkan ayat tersebut pengorganisasian hendaknya dijiwai dengan manajemen yang penuh rasa kasih sayang, pendekatan kasih sayang, kelembutan, tegas, bijaksana, kelembutan hati, kebeningan hati, kejernihan hati, kesabaran, lapang dada, pendekatan religi, konsisten dengan keputusan yang telah dibuat, serta dengan memohon kepada Allah ampunan untuk semua komponen yang berada dalam manajerialnya. Di samping itu prinsip lain yang perlu diperhatikan adalah prinsip amanah, kejujuran, amar ma’ruf nahi mungkar. Allah Berfirman: “Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.” Dalam ayat lain Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang jujur.” Dengan prinsip-prinsip pengorganisasian tersebut diharapkan manajemen dalam pendidikan Islam akan terwujud dalam bingkai ridho Allah. Lebih dari itu manajemen tersebut diarahkan dan dikendalikan dalam nuansa nilai-nilai keislaman yang kental dengan ruh Al-Quran dan Al-Hadis Nabi Muhammad Saw.
3. penggerakan
Manajemen mempunyai fungsi pengerakan, adanya pengerakan yang dilakukan oleh manajer memungkinkan organisasi berjalan dan perencanaan dilaksanakan. Dengan demikian pengerakan yang dilakukan oleh manajer penting dalam manajemen. Manajer yang mampu menggerakan bawahannya tentu mempunyai kiat-kiat tertentu, seperti memberi motivasi, memberi motivasi adalah usaha untuk membangkitkan, usaha membangkitkan merupakan satu di antara asma Allah yaitu Al-Ba’ist yang berarti membangkitkan. Berdasarkan Asma Allah tersebut hendaknya manajer mempunyai sifat tersebut sehingga diharapkan dalam manajerialnya mampu membangkitkan semangat kerja bawahannya. Berkenaan dengan sifat Al-Ba’ist Allah berfirman:
Dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan di siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan umur(mu) yang telah ditentukan[481], kemudian kepada Allah-lah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan.

Manajerial yang dibingkai dengan Al-ba’ist akan mampu memberikan energi motivasi kepada bawahan secara alamiah religius, dikatakan sebagai alamiah religius karena pada dasarnya manusia mempunyai sifat tersebut, meskipun tidak dalam tataran sempurna seperti Allah, karena manusia tidak akan pernah menyamai Allah, tetapi paling tidak dalam kontek manajerial manusia dapat mencontoh bagaimana Allah memberi motivasi kepada makhluk ciptaan-Nya.
4. Pengawasan
Pengawasan merupakan usaha mengawasi atau pengamatan agar pelaksanaan tidak menyimpang dari rencana yang telah ditetapkan. Menurut Ramayulis pengawasan adalah upaya pengamatan pelaksanaan kegiatan operasional dalam rangka menjamin kegiatan berjalan sesuai dengan ketetapan yang telah ditentukan. Berdasarkan pendapat Ramayulis tersebut pengawasan merupakan usaha mengendalikan agar pelaksanaan tidak menyimpang dari ketentuan yang telah disepakati.
Asnawir menyatakan bahwa pengawasan sangat penting dalam suatu organisasi, karena pengawasan akan membantu kelangsungan administrasi berjalan sesuai dengan harapan. Jalannya administrasi berjalan dengan baik, jika ada pengawasan yang baik, dengan demikian antara pengawasan dengan pelaksanaan administrasi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, karena saling menunjang keterlaksanaan keduanya. Adanya pengawasan dalam pelaksanaan perencanaan maupun adminsitrasi dalam pendidikan Islam memungkinkan mengetahui kelemahan dalam peleksanaan rencana yang telah dibuat sebelumnya.
Pengawasan dalam pendidikan Islam merupakan kegiatan yang dilakukan secara berkelanjutan dalam rangka menjamin terlaksananya kegiatan dengan konsisten, baik material maupun spiritual. Pengawasan dalam pendidikan Islam tidak hanya mengedepankan hal-hal yang bersifat materil saja,tetapi juga mementingkan hal-hal yang bersifat spiritual. Hal ini yang secara signifikan membedakan antara pengawasan dalam konsep Islam dengan konsep sekuler yang hanya melakukan pengawasan bersifat materil dan tanpa melibat Allah Swt sebagai pengawas utama.
Menurut Ramayulis pengawasan dalam pendidikan Islam mempunyai karakteristik sebagai berikut: pengawasan bersifat material dan spiritual, monitoring bukan hanya manajer, tetapi juga Allah Swt, menggunakan metode yang manusiawi yang menjunjung martabat manusia. Dengan karakterisrik tersebut dapat dipahami bahwa pelaksana berbagai perencaan yang telah disepakati akan bertanggung jawab kepada manajernya dan Allah sebagai pengawas yang Maha Mengetahui. Di sisi lain pengawasan dalam konsep Islam lebih mengutamakan menggunakan pendekatan manusiawi, pendekatan yang dijiwai oleh nilai-nilai keislaman.
Secara konsep fungsi manajemen/administrasi sangat bagus dalam rangka meningkatkan kualitas pengelolaan pendidikan Islam. Dengan adanya fungs tersebut, kemudian dilakukan dengan baik maka akan mempercepat tercapainya tujuan pendidikan Islam. Pengelolaan pun akan lebih baik,efektif dan efesien. Apa yang dipaparkan tersebut merupakan idealnya, tetapi relaitas pelaksaannya di lapangan masih jauh dari harapan. Kenyataan tersebut terutama dapat dicermati dan dilihat dalam pengelolaan pendidikan Islam. Hal tersebut terjadi diduga karena masih lemahnya sumberdaya manusianya, dengan kelemahan dari sisi sumber daya manusia maka apapun onsep,siapa pun yang menyusun onsep,tetapai kalau konsep yang hebat dan baik itu diterapkan dan dilakukan oleh orang yang tidak memiliki skill untuk itu maka akan sia-sia dan hasilnya pun akan mengecewakan.
Untuk mengurangidan menanggulangi hal tersebut, maka pihak berwenang terutama Departemen Agama sudah seharusnya terus berbenah diri dalam rangka meningkatkan pelayanan administrasi, dan manajemennya. Di antara yang eprlu dilakukan adalan memebrikan semacam remedial bagai para pegawai, baik berupa pelatihan-pelatihan-pelatihan, maupun dengan mengikutkan mereka dalam seminar-seminar, bahkan kalau mungkin anggarannya para pegawai yang perlu ditingkatkan kemampuannya dikuliahkan. Dengan cara demikian ada kemungkinan dan peluang untuk masa yang datang pengelolaan pendidikan Islam akan baik dan sesuai antara konsep dengan realitas di lapangan.

4. Jawaban Soal Nomor Empat
Di antara strategi yang hendaknya dilakukan untuk meningkatkan lulusan yang baik, lembaga yang mampu merespon kebutuhan masyarakat, maka perlu memiliki strategi yang berkualitas dan dapat diukur. Strategi tersebut berawal dan didasarkan kepada kemampuan memperbaiki dan merumuskan visi setiap zaman yang dituangkan dalam rumusan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan tersebut dirumuskan dalam program pendidikan yang aplikable, metode dan pendekatia yang partisipatif, guru yang berkualitas, lingkungan pendidikan yang konduktif serta sarana prasarana yang relevan dengan pencapaian tujuan pendidikan. Inti dan strategi tersebut bertolak dari
pandangan terhadap pendidikan sebagai alat untuk membantu atau menolong masyarakat agar eksis secara fungsional di tengalitengah masyanakat sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Untuk mengukur benhasil tidaknya strategi tersebut dapat dilihat melalui berbagai indikator sebagai benikut: 1) Secara akademik lulusan pendidikan tersebut dapat melanjutkan kejenjan pendidikan yang lebih tinggi; 2) Secara moral, lulusan pendidikan tersebut dapat menunjukkan tanggung jawab dan kepeduliannva kepada masyarakat sekitarnya; 3) Secara individual, lulusan pendidikan tersebut semakin meningkat ketakwaannya, yaira manusia yang melaksanakan segala penintah Allah dan menjauhi larangan-Nya; 4) Secara sosial, lulusan pendidikan tersebut dapat beninteraksi dan bersosialisasi dengan masyarakat sekitarnya; dan 5)Secara kultural, ia mampu menginterpretasikan ajaran agamanva sesuai dengan lingkungan sosialnya. Dengan kata lain dimensi kognitif intelektual, afektif-emosional, dan psikomotorik-praktis kultural dapat terbina secara seimbang. Inilah ukuran-ukuran yang dapat dibangun untuk melihat ketetapan strategi pendidikan yang diterapkan.
Secara umum untuk melakukan perbaikan dan meningkatkan kualiats lulusan pendidikan dapat dilakukan memperbaiki berbagai komponen pendidikan, mulai dari input- sumber daya, proses sumber daya, tujuan. Darai segi input sumber daya, mulai dari sumber daya manusia, sarana dan prasarana, sekolah atau perguruan tinggi, perpustakaan, kurikulum, dana, fasilitas fisik dan organisasi. Kesemua itu harus menunjang dan harus ada, dengan adanya input berkualitas diharapapkan out putnya juga berkualitas. Adanya input yang berkualitas akan melakukan kegiatan proses secara efektif dan efesien. Kemudian dari segi proses juga harus dilakukan dengan sebaik-baiknya,input baik, tetapi proses tidak baik , maka out put diduga juga tidak baik. Dengan demikian inpu baik saja tidak ada artinya jika prosesnya tidak baik. Dengan demikian dalam prosenya perlu dilakukan dengan baik, terutama dalam pembelajaran, suasana akademis kesemua proses tersebut harus mendukung tercapainya tujuan pendidikan secara efektif. Pemanfaatan sumber daya yang ada secara maksimal dan efektif aan memungkinkan proses berjalan dengan baik, dengan adanya proses yang baik, maka diharapkan akan menghasilan out put yang baik.
5. Jawaban Soal Nomor Lima
Kata sistem berasal dan bahasa Yunani yaitu systema yang berarti “cara, strategi”. Dalam Bahasa lnggris system berarti “Sistem, susunan, jaringan, cara”. Sistem juga diartikan “sebagai suatu strategi, cara berpikir atau model berpikir.’ Definisi tradisional menyatakan bahwa sistem adalab seperangkat komponen atau unsur-unsur yang saling berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan. Misalnya mobil adalah suatu sistem, yang meliputi komponen-komponen seperti roda, rem, kemudi, rumah-rumah, mesin dan sebagainya. Dalam artian yang luas, mobil sebenarnya adalah suatu subsistem atau komponen dalam sistem transportasi, di samping alat-alat transpor Iainnya, seperti, sepeda, motor, pesawat terbang dan sebagainya.Definisi modem juga tidak jauh berbeda dengan definisi tradisional seperti dikemukakan oleh para pakar, cuma agak lebih terinci. RogerA Kanfman mendefinisikan sistem, yaitu suatu totalitas yang tersusun dan bagian-bagian yang bekerja secara sendiri-sendiri (independent) atau bekerja bersama-sama untuk mencapai hasil atau tujuan yang diinginkan berdasarkan kebutuhan.
Mc Ashan mendefinisikan sistem sebagai strategi yang menyeluruh atau rencana dikomposisi oleh satu set elemen, yang harmonis, merepresentasikan kesatuan unit, masing - masing elemen, yang mempunyai tujuan tersendiri yang semuanya berkaitan terurut dalam bentuk yang logis. Immegart mendefinisikan esensi sistem adalah suatu keseluruhan yang memiliki bagian-bagian yang tersusun secara sistematis, bagian-bagian itu terelasi antara satu dengan yang lain, serta peduli terhadap konteks lingkungannya. Dan pendapat di atasjelas!ah bahwa sistem itu memiliki struktur yang teratur, yang saling terkait dan saling bekerjasama dalam mencapai tujuan.
Sesuatu teori sistem menurut Reja Mudyahardjo mempunyai ciri-ciri sebagai berikut
1) Keseluruhan adalah hal yang utarna dan bagian-bagian adalah hal yang kedua.
2) Integrasi adalah kondisi saling hubungan antara bagian-bagian dalam satu sistem.
3) Bagian-bagian membentuk sebuah keseluruhan yang tak dapat dipisahkan.
4) Bagian-bagian memainkan peran mereka dalam kesatuannya untuk mencapai tujuan dan keseluruhan.
5) Sifat bagian dan fungsinya dalam keseluruhan dan tingkah lakunya diatur oleh keseluruhan terhadap hubungan-hubungan bagiannya.
6) Keseluruhan adalah sebuah sistem atau sebuah kompleks atau sebuah konfigurasi dan energi dan berperilaku seperti sesuatu unsur tunggal yang tidak kompleks.
7) Segala sesuatu haruslah dimulai dan keseluruhan sebagai suatu dasar, dan bagian-bagian serta hubungan-hubungan; baru kemudian terjadi secara berangsur-ansur.
Sedangkan J.W. Getzel dan E.G. Guba menyatakan bahwa pada umumnya stem sosial mempunyai ciri-ciri sebagai berikut; Terdiri atas unsur-unsur yang saling berkaitan antara satu sama lain.Berorientasi kepada tujuan yang ditetapkan, di dalamnya terdapat peraturan-peraturan dan tata tertib berbagai kegiatan. Sebuah sistem terdiri atas beberapa subsistem, setiap subsistem mungkin erdiri dan beberapa sub-subsistem, selanjutnya setiap sub-subsistem mungkin erdiri dan beberapa sub-sub-subsistem, begitu seterusnya sampai bagian itu dak dapat dibagi lagi yang disebut komponen.
Bila diaplikasikan dalam sistem pendidikan maka komponen-komponennya endidikan seperti yang dikemukakan para pakar sebagai berikut: Noeng Muhadjir membagi komponen sistem kepada tiga kategori yaitu;
1) Bertolak dan lima unsur dasar pendidikan, meliputi: yang memberi, yang menerima, tujuan, cara/jalan, dan konteks positif.
2) Bertolak dan empat komponen pokok pendidikan, yaitu kunikulum, subjek didik, personifikasi pendidik, dan konteks belajar mengajar.
3) Bertolak dan tiga fungsi pendidikan, yaitu pendidikan kreativitas, pendidikan moralitas, dan pendidikan produktivitas.
Selanjutnya sistem pendidikan tersebutdapat dibagi atas empat unsur yaitu: Kegiatan pendidikan yang meliputi: pendidikan din sendiri, pendidikan oleh Iingkungan, pendidikan oleh seseorang terhadap orang lain. Binaan pendidikan, mencakup: jasmani, akal dan qalbu. Tempat pendidikan, mencakup: rumah tangga, sekolah, dan masyarakat. Komponen pendidikan, mencakup: dasar, tujuan, peserta didik, materi, metode, media dan evaluasi Menurut Redja Mudyahardja, sistem tersebut ada yang tertutup dan ada yang terbuka.
Sistem tertutup
Sistem yang struktur organisasi bagian-bagiannya tidak rnudah rnenyesuaikan diri dengan lingkungannya, sekurang-kurangnya dalam jangka waktu pendek. Struktur bagian-bagian tersusun secara tetap dan operasinya berjalan otomatis.
Sistem Terbuka
Sistem yang struktur bagian-depannya terus menyesuaikan diri dengan masukan dan lingkungan yang terus-menerus berubah-ubah, dalam usaha mencapai kapasitas optimalnya. Struktur bagian-bagian bersifat lentur bentuk operasinya dinamis, karena bagian-bagian dalam sistem dapat berubah karakteristik dan posisinya. Pendidikan Islam dalam satu sisi bisa dikategorikan sebagai sistem tertutup karena ada prinsip-prinsip dasar dalam sistem tersebut yang sudah baku (tidak berubah dan tidak boleh diubah), tapi dalam sisi lain sistem pendidikan dikategorikan sebagai sistem terbuka karena dalam perkembangannya selalu berkaitan erat dengan berbagai sistem dalam kehidupan masyarakat, seperti sistem ekonomi, potitik, sistem sosial budaya dan masyarakat yang mempengaruhi sistem pendidikan Islam. Sebagai Sebuah Sistem, pendidikan Islam berbeda dengan sistem pendidikan lainnya, bahkan lebih unggul daripada sistem pendidikan non-Islam, sebab pendidikan Islam memiliki dua model, yaitu: (1) model idealistis dan (2) model prakmatis
Model Idealistik
Model idealistik adalah model yang lebih mengutamakan penggalian sistem pendidikan Islam dan ajaran dasar Islam sendiri, yaitu al-Quran dan Hadis yang mengandung prinsip-prinsip pokok berbagai aspek kehidupan, termasuk aspek pendidikan. Menurut Azyumardi Azra, dasar-dasar pembentukan dan pengembangan pendidikan Islam yang pertama dan utama adalah al-Quran dan Sunnah. Model ini menggunakan pola deduktif, dengan menibangun premis mayor (sebagai postilat) yang dikaji dan nash. Bangunan premis mayor ml dijadikan sebagal “kebenaran universal dan mutlak” untuk diterapkan pada premis minornya. Dan proses ini akhimya mendapatkan konklusi mengenai sistem pendidikan Islam. Menurut Abd Mujib prosedur penyusunan model ini sebagai berikut:
1) Digali pemecahan persoalan kependidikan Islam berdasarkan nash secara langsung. Prosedur ini biasanya menggunakan pendekatan ‘naudhu ‘I (tematik), yaitu mengklasifikasi ayat atau hadits menurut kategorinya lalu menyimpulkannya.
2) Digali dan basil interpretasi nash para ahli filosof Islam, seperti konsep manusia menurut al-Farabi, al-Kindi, Ibn Sina, Ibn Maskawaih, lbn Thufail dan sebagainya. Konsep ml berkaitan dengan komponen peserta didik dan pendidik. Ciri utama interpretasi kelompok ini adalah sangat mengutamakan pendidikan intelektual (al- ‘aqi).
3) Digali dan basil interpretasi para SuJI muslim, seperti konsepjiwa dan konsep ilmu menurut al-Ghazali dan Iainnya. Konsep ml berkaitan Jengan komponen peserta didik, pendidik, kurikulum, metode, media, alat pendidikan. Ciri utama interpretasi kelompok ini sangat mengutamakan pendidikan intuisi (al-qaib).
4) Digali dan basil interpretasi para mufassir dan para ahil pendidikan modern, seperti Muhammad Abdub, Rasyid Ridha, lqbal dan sebaginya. Ciri utama kelompok ini adalah basil interpretasi nashnya didukung oleh data ilmiab, seperti yang tertulis di dalam Tafsir al-Manar. Model idealistik ini lebib didasarkan atas kerangka dasar yang diyakini kebenarannya sehingga ia bercorak se Islam mungkin, namun untuk merumuskannya memerlukan metodologi yang tepat dan benar Di Indonesia sebagian pakar pendidikan Islam lemah dalam penguasaan
Model pragmatis
Model pragmatis adalab model yang lebih mengutamakan aspek raktis dan kegunaannya. Artinya, formulasisistem pendidikan Islam itu Jiambil dan sistem pendidikan kontemporer yang telah mapan. Apa saja yang terdapat pada pendidikan kontemporer dapat dikembangkan dalam pendidikan Islam, selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar ang terdapat dalam al-Quran dan Sunah. Model pragmatis dilakukam dengan cara (1) adopsi, yaitu mengambil secara utuh sistem pendidikan non-Islam, (2) asimilasi yaitu mengambil sistem pendidikan non-Islam dengan menyesuaikannya disana sini dan (3) legitimasi yaitu mengambil sistem pendidikan non Islam kemudian dicarikan nash untuk yudisfikasinya.
Menurut Abd Mujib, sistem pendidikan Islam yang didasarkan model ini bersumber dan pemikiran filsafat psikologi pendidikan kontemporer. Sistern pendidikan yang terdapat di dalam aliran progresivisme. esensisal isme, perenial isme, dan rekonstruksionisme. Model pragmatis ini paling banyak diminati pakar pendidikan Islam. Di samping efektivitas dan efisiensinya, model ini telah teruji keunggulannya. Sistem pendidikan Islam yang dikembangkan melalui model memiliki posisi tersendiri bahkan mampu menjadi alternatif bagi pendidikan.
keberadaan sistem pendidikan kontemporer. Sesuai dengan namanya (Islam dan Non-Islam), perbedaan keduanya terletak pada:
Sistem Ideologi
Islam memiliki idiologi al-tauhid yang bersumber dan aI-Qur’an dan Islam seba
Sunnah. Sedangkan non-Islam memiliki berbagai macam ideologi yang dapat membin
bersumber dan isme-isme materialis, komunis, ateis, sosialis, kapitalis dan akhirat.
sebagainya. Dengan begitu maka perbedaan kedua sistem tersebut adalah muatan ideologi yang mendasarinya. Artinya Apabila ide pokok ideologi Islam berupa al-tauhid, maka setiap tindakan sistem pendidikan Islam harus berdasarkan al-tauhid pula makna tauhid bukan hanya sekedar meng-Esakan Tuhan seperti yang dipahami dan oleh kaum monoteis, melainkan juga meyakinkan kesatuan penciptaan (unity of creation), kesatuan kemanusiaan (unity of meinkind), kesatuan
tuntutan hidup (unity of purpose of 1fe). Dengan kerangka dasar al- tauhid ini maka dalam pendidikan Islam tidak akan ditemui tindakan yang dualisme, dikotomis bahkan sekuralis. Sistem pendidikan Islam dalam menghendaki adanya integralistik yang menyatukan kebutuhan dunia dan
akhirat, jasmani dan rohani, materil dan spiritual dan oleh rob tauhid yang tanpa bersyari’
dinafasi dan dijiwai.
Sistem Nilai
Pendidikan Islam bersumber dan nilai al-Qur’an dan Sunnah, sedang dunia dan keh
pendidikan non-Islam bersumberkan dan nilai yang lain. Formulasi ini relevan dengan kesimpulan di atas, sebab dalam ideologi Islam itu bermuatan nilai-nilai dasar al Qur’an dan Sunnah, sebagai sumber asal dan ijtihad Berbeda sebagai sumber tambahan. Pendidikan non-Islam sebenarnya ada jugarnber nilainya, namun sumber nilainya hanya dan basil pemikiran, hasil penelitian para ahli, dan adat kebiasaan masyarakat. Dalam pendidikan Islam nilai-nilai yang diambil dalam al-Quran dan sunah tersebut yang diinternalisasikan kepada peserta didik melalui proses pendidikan.
Orientasi Pendidikan
Pendidikan Islam berorientasi kepada duniawi dan ukhrawi, sedangkan endidikan non-Islam, orientasinya duniawi semata. Di dalam Islam sehidupan akhirat merupakan kelanjutan dan kehidupan dunia, bahkan uatu mutu kehidupan akhirat konsekuensi dan mutu kehidupan dunia. Segala perbuatan muslim dalam bidang apapun memiliki kaitan dengan akhirat. Islam sebagai agama universal berisi ajaran-ajaran yang
dapat membimbing manusia kepada kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan negeri akhirat danjanganlah kamu merupakan kebahagiaan dan kenikmatan), dunia... “. (QS.,al-Mukminun : 77)
Untuk ini Islam mengajarkan kepada umatnya agar senantiasa menjalin hubungan yang erat dengan Allah dan sesama manusia. Dalam hubungan mi Muhammad Saltut melihat bahwa ajaran Islam itu pada dasamya dibagi dalam dua kelompok yaitu aqidah dan syari’ah. Muslim sejati disisi Allah ialah orang yang beriman dan melaksanakan syariah. Barang siapa beriman tanpa bersyari’ah atau sebaliknya bersyariah’ tanpa beriman niscaya tidak akan berhasil. Berdasarkan hal tersebut pendidikan Islam berfungsi untuk menghasilkan manusia yang dapat menempuh kehidupan yang indah di dunia dan kehidupan yang indah di akhirat serta terhindar dan siksaan Allah yang maha pedih.
Berbeda dengan pendidikan Barat yang bertitik tolak dan filsafat pragmatisme, yaitu yang mengukur kebenaran menurut kepentingan waktu, tempat dan situasi, dan berakhir pada batas kehidupan. Filsafat ilmunya adalah kegunaan/utilitas. Fungsi pendidikan tidak sampai untuk menciptakan manusia yang mampu menempuh kehidupan akhirat, akan tetapi terbatas pada kehidupan duniawi.
Negara Barat mempunyai falsafah hidup rasionalis,matrialis dan pragmatis,idiologi ini mempengaruhi pendidikan mereka. Demikian juga pendidikan islam di Indonesia. Pendidikan Nasional berakar dari budaya bangsa Indonesia, yang termaktub dalam Undang-Undang dasar 1945.
Kalau dicermati kedudukan pendidikan Islam dalam system pendidikan nasional adakalanya sebagai mata pelajaran, adakalanya sebagai lembaga. Sebagai mata pelajaran, dapat dicermati dengan adanya istilah” Pendidikan Agama Islam”, istialh ini digunakan untuk nama suatau mata pelajaran di lingkungan sekolah yang dibina oleh Departemen Pendidikan Nasional Pendidikan Agama, dalam hal ini agama islam termasuk dalam struktur kurikulum. Pendidikan Agama islam termasuk kelompok mata pelajaran wajib dalam setiap jalur dan jenjang pendidikan.bahkan setalah terbitnya Undang-Undanag Sistem Pendidikan Nasioanl keberadaan pendidikan Islam diakui oleh pemerintah sebagai mata pelajaran wajib.
Sebagai Lembaga
Apabila pendidikan agama Islam di lingkungan lembaga pendidikan dan yang berada di bawah naungan Departemen Pendidikan Nasional terwujud
sebagai mata pelajaran, maka di lingkungan Departemen Agama terwujud
sebagai satuan pendidikan yang berjenjang naik mulai dan Taman Kanak (Raudhat al-Athfat), sampai ke Perguruan tinggi (Al-Jamiat). Pengertian
Pendidikan Keagamaan Islam disini mengacu kepada satuan pendidikan keagamaan atau lembaga pendidikan keagamaan Islam.
Dalam UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, lembaga pendidikan keagamaan yang diakui eksistensinya hanya yang berada pada jalur pendidikan formal (sekolah). Namun dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Lembaga Pendidikan Keagamaan ini dapat diiaksanakan pada jalur pendidikan non formal (pesantren, madrasah diniyah) dan dalam keluarga (pendidikan in-formal).
Kualitas Pendidikan Islam sudah mulai bagus,hal ini terjadi karena sudah ada kesadaran semua pihak khususnya para pemikir pendidikan Islam, di sisi lain, para praktisi pendidikan Islam juga terus berusaha mengembangakn dan menyempurnakan pelaksaan pendidikan Islam itu sendiri. Darai sust system pendidikan Islam sudah mempunyai kesemptan untuk melakukan berbagai inovasi dalam pendidikan, halini dikarenakan bahwa pendidikan Islm diberi kesempatan luas untuk mengembangan diri. Diibaratkan Sistem Pendidikan Nasional adalah gelas kosong, untuk mengisinay diserahkan kepada lembaga-lembaga pendidikan untuk mengembangan dan mengisinya, apakah diisi dengan corak Kristen, Islam, Budah maupun corak lain, sebatas tidak melanggar Undang Undang Dasar 1495. usaha-usaha yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan sumber daya manusia, memperbaiki kinerja pegawai. Untuk menuju keadaan yang ideal dalam peningkatan kinerja pegawai dalam sisiten yang paling utama adalah perbaikan sumber daya manusia, di sisi lain perlu juga adanya pemimpin yang berkualitasdan professional, sarana dan prasarana lengkap, keuangan yang mendukung, peralatan penunjang yang baik serta pelaksana yang kompeten.dengan adanya perbakan segala lini diharapkan akan ada perbaikan dan perubahan yang lebih baik dalam system pendidikan Islam.

6. Jawaban soal Nomor enam
Inti Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005
Pengesahan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen tentu merupakan kabar gembira bagi tenaga pendidik di negeri ini. Dengan menabalkan guru sebagai sebuah profesi yang setara dengan profesi-profesi lainnya segera terbayang taraf kesejahteraan yang seimbang dengan jerih payah dan pengabdian guru di dunia pendidikan.
Namun demikian, implementasi UU ini tidaklah semudah membalik telapak tangan. Sebab, kabar buruk dari dunia pendidikan terdengar demikian jelas. Pertama, hampir separuh dari lebih kurang 2,6 juta guru di Indonesia tidak memiliki kompetensi yang layak untuk mengajar. Katakan saja, kualifikasi dan kompetensinya tidak mencukupi untuk mengajar disekolah. Dari sini kemudian diklarifikasi lagi, guru yang tidak layak mengajar atau menjadi guru berjumlah 912.505, terdiri dari 605.217 guru SD, 167.643 guru AMP, 75.684 guru SMA, dan 63.962 guru SMK.
Kedua, tercatat 15 persen guru mengajar tidak sesuai dengan keahlian yang dipunyainya atau budangnya. Dengan kondisi demikian, berapa banyak peserta didik yang mengenyam pendidikan dari guru-guru tersebut? Berapa banyak yang dirugikan? (Kompas, 5/1/2006).
Ketiga, fakta lain, menunjukkan bahwa mutu guru di Indonesia masih jauh dari memadai. Berdasarkan statistik 60% guru SD, 40% guru SLTP, 43% SMA, 34% SMK dianggap belum layak untuk mengajar di jenjang masing-masing. Selain itu 17.2% guru atau setara dengan 69.477 guru mengajar bukan bidang studinya. Bila SDM guru kita, dibandingkan dengan negara-negara lain, maka kualitas SDM guru kita berada pada urutan 109 dari 179 negara berdasarkan Human Development Index (Satria Dharma, http://suarakita.com/artikel.html).
Sudarminta (2001) mengatakan, dari sisi guru sendiri rendahnya mutu guru tampak dari gejala: 1) lemahnya penguasaan bahan yang diajarkan; 2) ketidaksesuaian antara bidang studi yang dipelajari guru dan yang dalam kenyataan di lapangan dijabarkan; 3) kurang efektifnya cara pengajaran; 4) kurangnya wibawa guru di hadapan murid; 5) lemahnya motivasi dan dedikasi untuk menjadi pendidik yang sungguh-sungguh; semakin banyak yang kebetulan menjadi guru dan tidak betul-betul menjadi guru; 6) kurangnya kematangan emosional, kemandirian berpikir, dan keteguhan sikap sehingga dari kepribadian mereka sebenarnya tidak siap sebagai pendidik; dan 7) relatif rendahnya kapasitas intelektual calon guru dan para guru.
Untuk memenuhi kualifikasi profesi, guru mesti mengikuti uji kompetensi dan sertifikasi dengan sistem portofolio. Dalam UU No. 14/2005 disebutkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik (berijazah S1 atau D4) serta punya kompetensi dan sertifikat pendidik. Untuk sertifikasi ini, 10 komponen portofolio guru akan dinilai oleh perguruan tinggi penyelenggaran sertifikasi. Model sertifikasi seperti ini jamak dilakukan di negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Australia.
Langkah dan tujuan melakukan sertifikasi guru adalah untuk meningkat kualitas guru sesuai dengan kompetensi keguruannya. Dalam UU No. 14/2005 juga dijelaskan beberapa hal yang dapat dikelompokan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas atau mutu guru antara lain: [1] sertifikasi guru, [2] pembaruan sertifikat, [3] beberapa fasilitas untuk memajukan diri, [4] sarjana nonpendidikan dapat menjadi guru. Semua guru harus mempunyai sertifikat profesi guru, sebagai standar kompetensi guru.
Aspek sertifikasi guru yang akan diuji adalah mengacu pada kompetensi dasar yang harus dimiliki guru, yaitu kompetensi profesional, persoalan, kepribadian, dan sosial. Pertama, kompetensi profesional. Aspek pada kompetensi ini berkaitan dengan kemampuan mengajar, meliputi kemampuan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran, kemampuan dalam menganalisis, penyusunan program perbaikan dan pengayaan, kemampuan dalam membimbing dan konseling. Kemampuan dalam bidang keilmuan, terkait dengan keluasan dan kedalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang akan ditransformasikan kepada peserta didik, pemahaman terhadap wawasan pendidikan, dan kemampuan memahami kebijakan-kebijakan pendidikan.
Kedua, kompetensi persolan. Aspek pada kompetensi ini berkaitan dengan aktualisasi diri dan menekuni profesi, jujur, beriman, bermoral, peka, luwes, humanis, berwawasan luas, berpikir kreatif, kritis, refletif, mau belajar sepanjang hayat.
Ketiga, kompetensi kepribadian. Aspek pada kompetensi ini berkait dengan kondisi guru sebagai individu yang kepribadian yang utuh, mantap, dewasa, berwibawa, berbudi luhur dan anggun moral, serta penuh keteladanan.
Keempat, kompetensi sosial, aspek pada kompetensi ini berkait dengan kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efesien dengan peserta didik, sesama pendidik dan tenaga kependidikan, kemampuan menyelesaikan masalah, dan mengabdi pada kepentingan masyarakat.
Undang-Undang Guru dan Dosen merupakan kebijakan untuk meningkatkan kualitas kompetensi guru, diantaranya adalah setiap guru harus memiliki kualifikasi Strata 1 atau D4, dan memiliki sertifikat profesi. Dengan sertifikat profesi ini pula guru berhak mendapatkan tunjangan profesi sebesar 1 bulan gaji pokok guru. Di samping UUGD juga menetapkan berbagai tunjangan yang berhak diterima guru sebagai upaya peningkatan kesejahteraan finansial guru. Kebijakan dalam UUGD ini pada intinya adalah meningkatkan kualitas kompetensi guru seiring dengan peningkatkan kesejahteraan mereka. Sudah barang tentu, setelah cukup lama melakukan sosialisasi UUGD ini, patut mulai dipertanyakan apakah sertifikasi akan secara otomatis meningkatkan kualitas kompetensi guru, dan kemudian akan meningkatkan mutu pendidikan? Adakah jaminan bahwa dengan memiliki sertifikasi, guru akan lebih bermutu?
Dengan demikian inti dari UU Guru dan Dosen adalah usaha untuk meningkatkan profesionalitas Guru dan Dosen, di sisi lain inti dari undang-undang tersebut adalah untuk mengangkat taraf hidup guru dan dosen. Karena selama ini gaji guru dan dosen sangat rendah dibanding dengan profesi lainnya di Indonesia apalagi di kawasan Asia.

Pelaksaan Sertifikasi Guru PAI di Sumatera Barat
Menurut saya sertifikasi di Sumatera Barat masih banyak kelemahan-kelemahan,kelemahan tersebut dapat di cermati dari segi pengelolaan. Terutam dalam hal manajemen kearsipan dan pendataan, pendataan ada terkesan kurang hati-hati dan cermat hal ini dapat dipahami darai masih adanya para guru yang menggunakan sertifikat palsu, sertifikat yang dibeli tanpa ada kerja dan usaha untuk itu. Kendala-kendala lain pelaksaan sertifikasi adalah banyak guru-guru agama yang tidak memenuhi syarat untuk mengikuti sertifikasi. Diantara syarat yang mengahalangi para guru PAI untuk iktu sertifikasiadalah tidak mempunyai ijazah strata satu/ S1, parahnya mereka rata-rata sudah berumur di atas lima puluh tahun. Kalaupun untuk kuliah mereka merasa tidak mampu, dengan berbagai alas an. Di sisi lain, kalaupun ada guru PAI yang mempunyai ijazah S1 merekatidak mempunyai data untuk di susun dalam portopolio, SK hilang, kegiatan yang tidak ada surat keterangan, guru yang tidak mampu menyusun portopolio, dan masih banyak lagi kendsala yang dihadapi oleh guru PAI di Sumatera Barat.
Di sisi lain, sertifikasi menimbulkan dilemma, seperti ada guru yang tidak S1 lulus sertifikasi, ada juga guru yang baru beberapa tahun mengajar lulus sertifkasi, sedangkan yang sudah lama mengajar malah tidak lulus. Kejadian ini merupakan alibi bahwa masih lemahnya system penyaringan sertifikasi guru, terlepas pakah mereka sudah mengetahui tata cara melakukan sertifikasi tetapi yang jelas fakta ini terjadi di lapangan. Hal ini dapat dicermati dengan masih adanya guru-guru yang lulus sertifikasi, tetapi belum memenuhi kualifikasi. Hal ini terjadi terutama pada awal sertifikasi di Sumatera Barat.
Ada juga kasus, dimana guru tidak tahu bagaimana menyusun portopolio, menyususn bahan-bahan yang akan dimasukkan untuk syarat sertifikasi. Kendala lain yang penulis lihat adalah banyak guru yang ikut sertifikasi, tetapi tidak mempunyai arsip-arsip untuk menyusun portopolio. Kendala lain yang di alami oleh para guru Agamana adalah tidak jelasnya informasi tentang sertifikasi tersebut, sehingga banyak guru yang tidak paham dan tida mengetahaui tata cara ikut sertifikasi. Di sisis lain, banyak guru yang bingung, terutama para guru yang di ditugsakan di sekolah milik Diknas, sekolah milik Diknas, bukan Depag, mereka merasa ragu, apakah akan mendapaftar ke Diknas atau mendapaftar ke Depag.
Dari berbagai permasalah tersebut perlu dicari jalan keluar, diantaranya adalah perlunya system pendataan dan penyaringan yang lebih ketat dan akurat, tidak hanya bersifat fromalitas, tetapi bagaimana para pelaksana mempu mendeteksi arsip-arsip palsu, atau sertifikt yang diguakan palsu. Untuk mengatasi guru yang belum paham tentang tata cara menyusun portopolio, maka perlu sosialisasi lebih lanjut dan intensif sehingga para guru ang ingin ikut sertifikasi tidak menghadapi berbagai kendala. Bahkan sertifikasi hendaknya mendahulukan kualitas secara nyata, baik secara tes tertulis, hasil karya dan realitas pembelajaran dilapangan. Dengan melihat secara langsung dan memperhatikan hasil kerja akan terasa lebih adil, di sisiain, sertifikasi diutamakan yang kerja lamameskipun belumS1, tetapi secara kerja mereka telah mampu dan professional, hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa profesionalitas tidak hanya diukur dari ijazah.

7. Jawaban Soal Nomor Tujuh
Untuk memahami supervise pendidikan perlu memahami supervisi itu sendiri. Supervisi mempunyai arti pengawasan. Sedangkan orang yang melakukan supervise disebut supervisor atau pengawas. Supervisor atau pengawas dianggap jabatan yang secara ideal diduduki oleh seseorang yang mempunyai keahlian dibidangnya. Kelebihan keunggulan bukan saja dari segi kedudukan tetapi juga dari skill ayng dipunyainya. Menurut Kimbal Wiles supervise adalah bantuan dalam mengembangkan situasi belajar yang lebih . sedangkan menurut Brigs dan Justman supervise adalah usaha sistematis untuk mendorong secara berkelanjutan dan mengarahkan pertumbuhan, dan pengembangan para guru agar berbuat lebih efektif dalam pencapaian tujuan pendidikan. Sedangkan menurut Hadari Nawawi supervise adalah pelayanan yang disediakan oleh pemimpin untuk membantu para guru agar menjadi guru yang professional, cakap dan termpil sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Menurut Asnawir supervise adalah usaha pembinaan kearah perbaikan situasi pendidikan, pembinaan tersebut dapat berwujud bimbingan atau tuntutan dalam rangka peningkatan mutu prosesbelajar. Diantara tugas supervise menurut Wiles adalah, meliputi tugas perencanaan, tugas administrasi,, melakukan partisipasi secara langsung dalam pengembangan kurikulum, melaksanakan demonstrasi mengajar untuk para guru, serta melaksanakan penelitian.
Kemudian cirri supervise pendidikan adalah, merumsukan masalah, mengumpulkan data, mengolah data, emnyimpulkan hasil penelitian, melakukan penilian, melakukan perbaikan, melakukan bantuan dan bimbingan, dan melakukan kerjasama secara kekeluargaan.
Di samping itu, Ngalim Purwanto menyatakan usaha-usaha yang dapat dilakukan dalam supervise adalah, membangkitkan dan merangsang semangat guru dan pegawai sekolah untuk melaksanakan tugas, berusaha mengadakan dan melengkapi perlengkapan termasukmacam-macam media instruksional, bersama-sama guru berusaha mengembangkan, mencari metode yang baik untuk pembelajaran, membina kerjasama yang baik dan harmonis dengan guru dan pegawai, berusaha mempertinggi mutu pengetahuan guru dan pegawai, seperti workshop, seminar, training dan lain sebagainya.
Secara ideal pekerjaan supervise sangat baik dan mulia karena membantu sesama,tetapi dalam realitas di lapangan idealitas tersebut hilang. Supervisi yang ada di sekolah-sekolah dewasa ini lebih berkecenderungan melakukan inspeksi, bukan suoervisi, mereke berusaha melakukan dan mencari-cari kesalahan pegawai dan guru. Padahal supervise bukan polisi, apalagi jaksa, tetapoi supervisor adalah pegawai yang diangkat dan dianggap cakap dalam bidang pendidikan, dengan kemampuan tersebut mereka dapat membantu para guru dan pegawai yang tidak tahu tentang segala hal yang berhubungan dengan pendidikan. Supervisor di lapangan saat ini masih ada yang belum paham akan tugas dan tanggungjawabnya, sehingga yang terjadi adalah selalu mencari-cari kesalahan guru dan pegawai, kemudian memarahainya dan mencatat di buku laporannya. Sikap tersebut tanpa ada tindaklanjut dan pembinaan, yang ada hanya mencarai kesalahan dan memarahi guru dan pegawai yang mereka anggap salah. Ada juga pengawas yang kerjanya ke sekolah hanya masuk keruang kepala sekolah, sedangkan bertemu dengan para guru tidak. Apakah dengan alas an tidakcukup waktu, karena sibuk,atau karena takut kalau ditanya guru tentang pembelajaran, atau bahkan takut karena di minta oleh guru untuk memberi contoh mengajar yang baik.
Itulah di antara realitas yang terjadi di lapangan, kenapa hal tersebut terjadi, di antara sebabnya adalah salah penempatan, para kepala sekolah atau guru yang akan pension mereka biasanya diletakkan sebagai pengawas, jadi jabatan sebagai pegawas bukan berdasarkan kualitas dan profesioanlnya, tetapi karena pertimbanagan umur dank arena akan pensiun. Kasarnya kalau sudah tua, atau akan pensiun mereka “diparkirkan” di jabatan pengawas. Kebijakan dan anggapan salah seperti inilah yang menjadi latar belakang kenapa kerja para supervisor/ pengawas manduldan salah kaprah. Maka tidak heran jika banyak pengawas yang takut masuk ke kelas dan bertemu guru karena mereka memang tidak mampu untuk mengajar. Ada juga pengawas yang datang hanya ingin tekan absent dan “amplop”.

0 komentar:

Popular Posts