Pendidik: Masihkah Ada Harapan Keluar dari Belenggu Ekonomi?
Gaji pendidik dipatok rendah agar posisi tawar-menawar hidupnya lemah, sehingga pilihan hidup ditukar dengan pilihan sebuah partai pemerintah. (Darmaningtyas, 1999:66). Laporan Bank Dunia, minat menjadi pendidik di hampir seluruh negara berkembang berasal dari kelas paling bawah.
Di RRC, calon tenaga pendidik berasal dari siswa bermutu rendah. Celakanya setelah menyelesaikan pendidikan dan menjadi pendidik, mereka harus mengenyam pahitnya menerima gaji rendah. Tingkat pendapatan yang rendah menyebabkan mereka tidak mampu membeli koran, majalah, dan buku-buku. Padahal, semua itu merupakan kebutuhan mutlak seorang pendidik agar pendidik tidak berhenti belajar.
Gambaran lebih jauh lagi kondisi pendidik sebagai berikut: sikap kritis dipasung, hasil penelitian direkayasa, laporan kertas bertumpuk-tumpuk, semua tidak lain untuk menanggung birokrasi yang boros. Memang keadaan ini mulai menuju ke arah perbaikan; desentralisasi pendidikan, penegasan terhadap pentingnya school based management, kurikulum berbasis kompetensi, dan lain sebagainya.
Kesamaan dan Perbedaan, Peserta didik dengan Pendidik
Guna memulai suatu usaha mencapai tujuan pendidikan dan setelah arah pendidikan atau visi dan misi dicanangkan, dibutuhkan pendekatan atau cara kerja, yakni metode. Setelah pendekatan dipancangkan, orang memadukan alat kerja, yakni kurikulum, laboratorium, alat peraga dan ilmu pengetahuan. Untuk menggerakkan alat dibutuhkan pendidik. Pendidik hanya mungkin melaksanakan kerjanya kalau ada peserta didik.
Peserta didik dan pendidik mungkin bertemu kalau ada lembaga pendidikan kendatipun itu hanya berupa kelas pribadi. Agar semuanya berlangsung terus menerus dibutuhkan biaya. Biaya berarti penanaman modal pokok atau investasi modal berjalan. Modal terkumpul karena diusahakan oleh masyarakat. Masyarakat yang terlibat dalam pendidikan adalah pemerintah, orang tua siswa dan peserta didik. Pada gilirannya setelah bekerja peserta didik akan memetik perolehan financial (return of investment) dan non-finansial (harga diri, pengetahuan, kepuasan batin, dan lain sebagainya). Sebagian perolehan finansial akan kembali ke lembaga pendidikan melalui sumbangan atau iuran pendidikan dan orang tua bagi anak-anak mereka.
Keberadaan peserta didik dan pendidik sebenarnya tidak jauh berbeda, jika dilihat dan determinan ekonomi terhadap pendidikan. Peserta didik (dan orang tua peserta didik) masuk dalam lingkaran pendidikan untuk memutus mata rantal kemiskinan - ekonomi, sementara pendidik tetap dengan persoalan sulit — ekonomi (mata rantai kemiskinan). Peserta didik dan pendidik sama-sama menghadapi kesulltan mendapatkan buku pelajaran dan penunjang pendidikan. Mereka juga sama-sama menanggung return of investment yang pahit.
Peserta didik yang tidak memiliki modal sosial yang rnemadai akan mengalaini kesulitan dalam memperoleh pendidikan yang lebih tinggi atau jika bekerja akan kesulitan. Pendidik adalah contoh yang gamblang bagaimana return of investment terasa pahit; investasi biaya pendidikan tidak sebanding dengan pendapatan. Pada gilirannya pendidik dan peserta didik tidak memberikan arti terhadap pembiayaan (sumbangan) pendidikan.
Pendidik menanggung beban moral dan sosial yang tinggi terhadap keberhasilan pendidikan peserta didik, padahal himpitan ekonomi luar biasa berat. Sementara peserta didik memiliki harapan besar terhadap terpotongnya mata rantai kemiskinan. Satu hal ini yang membedakan posisi peserta didik dan pendidik ketika bertemu di dalam kelas. Kedua motif yang berbeda ini tidak terjembatani oleh kondisi sosial-ekonomi yang ada. Bersambung.. (Teguh Triwiyanto, Pemerhati P2KP; Nina)
http://www.p2kp.org/wartaarsipdetil.asp?mid=1992&catid=2&
0 komentar:
Posting Komentar