Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Labels

26 Juli 2008

EPISTEMOLOGI ILMU DARI SUDUT PANDANG ISLAM DAN SCIENCE SEKULER

  1. Pendahuluan

Epistemologi disebut juga dengan filsafat ilmu, merupakan cabang filsafat yang mempelajari dan menentukan ruang lingkup pengetahuan. Epistemologi berusaha membahas bagaimana ilmu didapatkan, bukan untuk apa atau mengenai apa. Para filsuf aliran Sokratik, atau filsauf-filsuf pertama di Barat pada waktu itu belum memberikan perhatian terhadap filsafat pengetahuan. Dan bukan berarti mereka tidak peduli terhadap filsafat. Kehidupan filsafat di Barat makin menunjukkan kemajuannya.

Aristoteles mengawali metafisikanya dengan pernyataan”setiap manusia dari kodratnya ingin tahu.” Aristoteles meyakini hal tersebut. Keyakinan tersebut tidak hanya untuk orang lain saja, tetapi juga untuk dirinya sendiri. Berbeda dengan Socrates, Socrates telah meniti karirnya sendiri dengan berdasarkan suatu pondasi yang berbeda, ia meyakini bahwa tidak seorang manusia pun mempunyai pengetahuan.[1] Ada kemungkinan manusia tidak mempunyai pengetahuan karena tidak menggunakan inderanya untuk mengenali alam ini manusia akan mengetahui ketika ada rasa kagum. Ketika manusia tidak kagum , maka ia tidak akan pernah mengenal filsaafgat,karena pada dasarnya dari rasa kagumlah filsafat bermula. Rasa kagum sebenarnya bukan muncul dari sesuatu yang sulit, tetapi kekaguman muncul, sering muncul dan tampak sederhana dalam kehidupan manusia.

Manusia sering menganggap bahwa sesuatu yang kelihatan adalah dapat dipahami dengan benar dan seolah-olah ia telah mengetahui keberadaan benda dan materi tersebut secara mendalam. Anggapan manusia bahwa apa yang terlihat dan dilihatnya serta dikenalnya, belum tentau dapat dipahami hakekatanya, belum pasti manusia telah sampai kepada pengetahuan yang ia kenal. Dari sinilah nantinya ada peluang bagi epistemologi untuk menjelaskan kenapa manusia mengetahui, kenapa sesuatu itu menjadi seperti itu.

Epistemologi berusaha menjembatani manusia agar menyadari bahwa sebenarnya pengetahuannya adalah karena ketidaktahuannya. Pengetahuan itu dianggap sah dan benar ketika benar menurut pengetahuan tersebut. Terkadang manusia melakukan trial and error untuk mengetahui sesuatu, degan harapan akan mendapatkan kebenaran.

Bahkan, kalau diperhatikan ternyata pertanyaan-pertanyaan filosof sering muncul dalam kehidupan sehari-hari. Terkadang kalau ada orang bertanya tentang sesuatu yang sudah ada di anggap aneh, bahkanada kesan bahwa sesuatu yang hadir, dianggap telah diketahui keadaannya, padahal belum kenal dan tahu apa hakekat benda itu. Hal tersebut merupakan salah satu persoalan-persoalan pokok dalam epistemologi. Kekaguman merupakan awal munculnya epistemologi.

Kemudian filsafat sebagai sebuah pembuka/ perintis terhadap ilmu-ilmu lain. Demikian juga dengan filsafat pengetahuan, filsafat pengetahuan dianggap luas atau sama luasnya dengan filsafat. Permasalahan anggapan umum/ akal sehat’common sense’.secara kesejarahan gerakan pemikiran reflektif yang mencapai titik kulminasi memunculkan masalah pengetahuan secara terpisah yang dapat ditelusuri secara analitis. Pada tahap awal proses sejarah dan analitis merupakan common sense menemukan dirinya.[2] Manusia pada umumnya menyadari diri bahwa dirinya mempunyai pengetahuan, yang menurutunya pasti dan dianggap benar dan tidak boleh di remehkan.

Anggapan umum mneyadari bahwa manusia sering tertipu, kesalahan, kesalahan dalam menetukan jarak, warna, halusinasi, kesemua itu merupakan hal-hal yang umum terjadi. Tetapi yang perlu di sadari bahwa keyakinan-keyakinan umum dibentuk bukan dari kesalahan-kesalahan. Tetapi banyak manusia yang merasa lebih tenang dengan pandangan umum.

Pengetahuan berusaha memahami benda sebagaimana adanya, lalu akan timbul pertanyaan, bagaimana seseorang mengetahui kalau dirinya telah mencapai pengetahuan tentang benda sebagaimana adanya? Untuk menjawab apakah manusia telah tahu dengan pengetahuannya, maka epistemologi adalah jawabnya. Suatu pikiran tidak akan puas dengan pengetahuan-pengetahuan yang umum, pemikiran yang telah mencapai tingkat refleksi tidak dapat dipuaskan hanya dengan jaminan-jaminan umum. Kepastian yang dicari oleh epitemologi dalam mencari kebenaran apakah manusia sudah benar sesuai dengan tingkat pengetahuan dimungkinkan oleh suatu keraguan. Dengan keraguan inilah akan memberi kesempatan kepada epistemologi untuk menjawabnya.

Anggapan umum/akal sehat mempunyai peranan penting dalam usaha manusia untuk menemukan penjelasan tentang berbagai fenomena alam. Sebagaimana diketahui bahwa ilmu dan filsafat dimulai dengan akal sehat. Berbagai peradaban mempunyai berbagai kumpulan pengetahuan yang berupa akal sehat. Randall dan Buchler mendefinisikan akal sehat sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman secara tidak sengaja yang bersifat sporadis dan kebetulan.[3] Pendapat Randall dan Buchler tersebut dalam satu sisi ada benarnya dan di sisi lain tidak dapat dibenarkan karena untuk mendapatkan akal sehat manusia ada kemungkinan mendapatkannnya dengan sadar dan disengaja. Jadi apabila tidak sengaja hanya dianggap sebagai pengetahuan akal sehat lalu pengetahuan yang dilakukan secara sadar dan sengaja tidak dikatakan sebagai akal sehat?

Ciri-ciri akal sehat menurut Titus adalah sebagai berikut, pertama karena landasannya yang berakar pada adat damn tradisi maka akal sehat cenderung untuk bersifat kebiasaan dan pengulangan. Kedua karen alasannya berakar kurang kuat maka akal sehat cenderung bersifat kabur dan samar-samar. Ketiga karena kesimpulannya ditarik berdasarkan asumsi yang tidak dikaji lebih dalam, maka pengetahuan akal sehat sekedar ilmu yang tidak teruji.[4] Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa akal sehat ternyata tidak dapat dijadikan patokan dalam menentukan suatu kebenaran, akal sehat/anggapan umum ternyata tidak mampu memberi kesan dan kepuasan batin seseorang yang pada awalnya mereka yakin bahwa mereka telah tahu tentang sesuatu yang nyata, tetapi setelah di cermati dari pengetahuan yang didapatkan dari akal sehat, ternyata anggapan umum belum dapat dikatakan sebagai sebuah pengetahuan yang teruji.

Persoalan lain yang muncul tentang epistemologi adalah keraguan/ skeptisisme. Para pendukung skeptisisme keberatan terhadap pelaksanaan epistemologi, karena dianggap mengusulkan sesuatu yang tidak nyata dan bersifat khayal bagi diri sendiri. Posisi seorang skeptis absolut merupakan hal yang paling rapuh di dalam seluruh bidang filsafat. Menurut aliran skeptis absolut pikiran manusia tidak dapat mencapai kebenaran objektif.[5]

Usaha penyangkalannya terhadap penyangkalan merupakan ketidakkonsistenya. Keyakinannya terhadap penyangkalan keyakinan merupakan penyangkalan terhadap keyakinannya sendiri terhadap akal. Meskipun skeptis berusaha menghindar, tetapi kelompok ini secara implisit menunjukkan apa yang dinyatakannya secara eksplisit. Sebagai contoh mereka merasa puas dengan meragukan pikiran mampu menyentuh kenyataan.

  1. Pengertian Epistemologi

Secara etimologis epistemologi berakar kata dari bahasa Yunani episteme yang mempunyai arti pengetahuan atau ilmu pengetahuan. Logos juga berarti pengetahuan.[6] Dari dua pengertian tersebut dapat dipahami bahwa epistemology adalah ilmu pengetahuan tentang pengetahuan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa epistemology membicarakan dirinya sendiri, membedah lebih dalam tentang dirinya sendiri. Epistemology berhubungan dengan apa yang perlu diketahui dan bagaimana cara mengetahui pengetahuan. Lacey mengatakan bahwa epistemologi membahas tentang,”what can we know, and how do we know it,”[7] Sedangkan Qodri Azizy Epistemologi dikatakan sebagai filsafat ilmu. Lebih lanjut Azizi mengatakan epistemologi berkecenderungan berdiri sendiri. Ada juga yang menyatakan bahwa episteme berarti Knowledge atau science, sedangkan logos berarti the theory of the nature of knowing and the means by which we know.[8] Dengan demikian epistemology atau teori pengetahuan didefinisikan sebagai cabang filsafat yang berhubungan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, praanggapan-anggapan dan dasar-dasarnya serta reliabilitas umum yang dapat untuk mengklaim sesuatu sebagai ilmu pengetahuan.

Pembicaran tentang epistemologi akan berkutat pada tataran apa yang dapat diketahui dan bagaimana cara mengetahui. Dengan demikian dalam pembahasan ini akan mengacu kepada beberapa teori tentang pengetahuan itu sendiri. Membahas epistemology tidak akan lepas dari berbagai teori tentang pengetahuan, meskipun dalam realitasnya banyak teori-teori tentang pengetahuan mempunyai perbedaan-perbedaan. Terjadinya perbedaan tersebut akibat adanya perbedaan metode, obyek, sistem dan tingkat kebenarannya yang berbeda.

Menurut Suparlan Suhartono perbedaan tersebut muncul akibat sudut pandang yang berbeda, metode yang bersumber dari rasionalisme dan empirisme.menurut Suparlan dari kedua metode tersebut yang lebih dapat dipercaya tergantung pada jenis dan sifat obyek studi. Sebagai contoh penganut empirisme lebih cenderung kepada teori korespondensi tentang kebenaran, sedangkan penganut rasionalisme identik dengan teori koherensi.[9]

Dari kutipan tersebut dapat diambil pemikiran bahwa kedua aliran tersebut membicarakan tentang hakekat kebenaran, dikatakan membicarakan tentang kebenaran karena pada dasarnya semua pengetahuan membahas dan mempersoalkan kebenaran.

Amsal Bakhtiar menyatakan bahwa pada hakekatnya epistemeologi adalah berusaha membahas tentang pengetahuan, yang berhubungan dengan apa itu pengetahuan dan bagaimana memperoleh pengetahuan.[10] Dari pendapat Amsal Bakhtiar tersebut memperjelas makna epistemology, yaitu sesuatu yang berhubungan dengan apa pengetahuan dan bagaimana memperoleh pengetahuan. Hal ini menunjukkan bahwa epistemologi berusaha membedah pengetahuan tentang dirinya sendiri dan berusaha mencari metode untuk mendapatkan pengetahuan. Mendapatkan pengetahuan berarti berhubungan dengan mengetahui, menurut Amsal Bakhtiar mengetahui sesuatu pada dasarnya adalah menyusun pendapat tentang suatu obyek dalam akal tentang sesuatu yang berada di luar akal. [11] Pendapat Amsal Bakhtiar merupakan duplikasi dari pendapat Aristoteles yang juga berpendapat seperti itu. Lebih lanjut Amsal menyatakan bahwa penyusunan dalam akal bisa jadi sama dengan fakta di luar akal dan bisa saja berbeda dengan yang diluar akal. Dengan kata lain, apakah gambaran dalam akal akan sama dengan realitas di luar akal. Hal ini akan merujuk kepada hakekat kebenaran.

Ada dua teori tentang kebenaran dan hakekat pengetahuan, dua teori tersebut adalah realisme yang mempunyai pandangan bahwa gambaran atau kopi yang sebenarnya dari apa yang ada di alam nyata (dari fakta atau hakikat).[12] Artinya apa yang digambarkan akal adalah sesuai dengan realitas di luar akal atau diri manusia. Dengan pendapat tersebut aliran realisme berpendapat bahwa pengetahuan dianggap benar ketika sesuai dengan kenyataan. Teori kedua tentang hakikat pengetahuan adalah idealisme. Idealisme meyakini bahwa untuk mendapatkan pengetahuan yang benar-benar sesuai dengan realitas adalah mustahil. Pengetahuan adalah proses mental/psikologis yang bersifat subyektif.[13]

Dengan demikian pengetahuan seorang idealis adalah bersifat subyektif.sedangkan menurut Suparlan Supartono[14] teori kebenaran epistemologi dapat dibagi menjadi tiga yaitu, pertama, teori koherensi teori dibangun berdasarakan hakikat pribadi rasional ilmu pengetahuan, karena bersifat rasional, maka kebenaran ilmiah teoritis dipandang dalam ruang lingkup bertarafabstrak ideal. Ukuran kebenaran diukur berdasarkan tingkat rasional,sejauh dapat diterima oleh akal. Kedua, teori koresponden, teori ini dibangun berdasarkan hakikatempirik ilmu pengetahuan. Karena itu, kebenaran ilmiah teoritis dipandang dalam ruanag lingkup bertaraf konkret realistik. Ukuran kebenaran ditentukan dengan tingkat empirik, sejauh dapat dialami di dalam realita konkret, artinya kebenaran ada jika ada kesesuaian antara idea dengan pengalaman konkret. Ketiga, teori pragmatik, teori ini dibangun berdasarkan hakikat rasional maupun empirik ilmu pengetahuan. Kebenaran ilmiah teoritis dipandang dalam lingkupcdialektis rasional danempirik, akibatnya ukuran kebenaran bersatandardua dengan menekankan pada nilai kegunaan dan dapat dikerjakan/parktis.

  1. Epistemologi Ilmu Menurut Islam

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa epistemology adalah bagaimana mengetahui pengetahuan. Islam menganjurkan bahkan mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu, Nabi Muhammad Saw mengatakan bahwa menuntut ilmu adalah wajib bagi muslim dan muslimat. Dalam hadisnya yang lain Nabi Muhammad mengatakan bahwa menuntut ilmu itu dari ayunan sampai liang kubur. Dari perkataan Nabi Muhammad tadi dapat dipahami bahwa menuntut ilmu sangat penting bagi manusia. Dalam Al-Quran dinyatakan bahwa Allah akan meninggikan derajat orang yang yakin dan berilmu,” Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.[15] Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa menuntut ilmu penting bagi manusia, karena dapat meningkatkan derajat manusia di sisi Allah Swt dan di sisi manusia.

Dalam hadis yang lain Nabi Muhammad Saw menyatakan bahwa kalau manusia ingin bahagia di dunia maka harus dengan ilmu, kemudian siapa yang ingin bahagia di akherat harus dengan ilmu, selanjutnya kalau manusia ingin bahagia dunia dan akherat maka dengan ilmu. Dari pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa ilm,u akan mendukung manusia menuju kebahagiaan dunia dan akherat. Kebahagiaan hakiki akibat ilmu ditentukan bvenar tidaknya manusia dalam mencari kebenaran.

Kebenaran tersebut bermula ketika manusia mampu membaca-tanda-tanda kekuasaan Allah. Di antara sarana untuk mengenal kebenaran adalah dengan membaca dan menulis. Membaca dan menulis yang didasarkan kepada wahyu Allah/Al-Quran.dengan membaca manusia akan mempunyai ilmu pengetahuan. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.[16] Ayat tersebut menganjurkan kepada manusia untuk banyak membaca, apakah membaca yang tersurat maupun membaca yang tersirat. Tujuan dari pembacaan terhadap tanda-tanda/ayat-ayat Allah yang tersurat maupun yang tersirat bertujuan agar manusia mendapatkan kebenaran, mendapatkan ilmu pengetahuan. Ketika manusia mendapatkan pengetahuan maka manusia akan mendapatkan kemuliaan, garansi kemuliaan ini hanya bagi manusia yang yakin kepada Allah dan yang sekaligus mempunyai ilmu.

Al-Quran menyatakan bahwa tidak sama antara orang yang berilmu pengetahuan dengan yang tidak berilmu pengetahuan,” (apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”.[17] Dalam ayat tersebut juga dinyatakan bahwa hanya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. Artinya adalah manusia yang berakal akan mendapatkan pelajaran dan ilmu pengetahuan. Bahkan hanya orang yang berakallah yang dapat memahami ayat-ayat Allah.

Dalam ayat lain Allah menyatakan, Dan perumpamaan-perumpamaan Ini kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.[18] Dengan demikian orang yang berilmu akan mendapatkan pemahaman dari ayat-ayat Allah. Pemahaman orang-orang berilmu akan menghasilkan kebenaran. Dan kebenaran yang paling dapat dipercaya adalah kebenaran wahyu Allah.

Islam memandang ilmu bukan terbatas pada eksperimental, tetapi lebih dari itu ilmu dalam pandangan Islam mengacu kepada aspek sebagai berikut pertama, metafisika yang dibawa oleh wahyu yang mengungkap realitas yang Agung, menjawab pertanyaan abadi, yaitu dari mana, kemana dan bagimana. Dengan menjawab pertanyaan tersebut manusia akan mengetahui landasan berpijak dan memahami akan Tuhannya. Kedua, aspek humaniora dan studi studi yang berkaitannya yang meliputi pembahasan mengenai kehidupan manusia, hubungannya dengan dimensi ruang dan waktu, psikologi, sosiologi, ekonomi dan lain sebagainya. Ketiga aspek material, yang termasuk dalam aspek ini adalah alam raya, ilmu yang dibangun berdasarkan observasi, eksperimen, seperti dengan uji coba di laboratorium.[19]

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa Islam tidak hanya menggunakan rasionalitas, empirisme saja dalam menemukan kebenaran, tetapi Islam menghargai dan menggunakan wahyu dan intuisi, ilham dalam mencari kebenaran. Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Berkata Qabil: "Aduhai celaka aku, Mengapa Aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu Aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?" Karena itu jadilah dia seorang diantara orang-orang yang menyesal.[20]

Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa untuk mendapatkan ilmu yang benar dapat muncul dari contoh-contoh danfenomena alam yang sengaja Allah ciptakan agar manusia memperhatikan dan mengambil pelajaran. Bahkan dalam Al-Quran dinyatakan bahwa akal saja tidak akan mampu mengambil kebenaran dari ayat-ayat Allah, untuk mencari kebenaran menurut Al-quran tidak dapat mengandalkan akal sebagi satu-satunya jalan untuk memperoleh kebenaran. Al-Quran menyatakan semau tanda-tanda /ayat-ayat Allah tidak ada gunanya keculai bagi mereka yang beriman. Dalam ayat lain Allah memberi dorongan kepada manusia untuk menggunakan inderanya agar mendapatkan pengetahuan dan kebenaran. Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, Kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, Kemudian menjadikannya bertindih-tindih, Maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, Maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan.[21]

Ayat tersebut mengindikasikan bahwatidak semua orang akan mendapatkan kebenaran, hal ini membuktikan bahwa meskipun manusia mempunyai akal tetapi dengan akalnya ia tidak serta merta mendapatkan kebenaran hakiki. Kalau tidak izin Allah dan kehendak Allah maka manusia tidak akan mendapatkan ilmu dan kebenaran. Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah menganjurkan kepada manusia untuk menggunakan panca inderanya untuk memahami ayat-ayat/ tanda-tanda kekuasaan Allah. Dengan demikian panca indera merupakan jalan untuk mendapatkan ilmu dan kebenaran. ”Dia-lah, yang Telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebahagiannya menjadi minuman dan sebahagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu. Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan. Dan dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami (nya).[22]

Al-Quran menganjurkan kepada manusia untuk menggunakan akal untuk memperoleh pengetahuan, dengna berbagai fonomena akal manusia dapat memahami tanda-tanda kekuasaan Allah. Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.[23]

Meskipun Islam menyuruh akal manusia untuk memahami, meneliti ayat-ayat Allah, tetai peran akal dalam eksperimen tidak sebebas-bebasnya. Dalam arti masih ada batas akhir dari kemampuan akal untuk m,encapai kebenaran. Ketika akal manusia tersbentur maka yang berlaku pada saat itu adalah keimanan terhadap wahyu Allah. Dengan demikian adanya anggapan bahwa eksperimen-eksperimen ilmiah sudah mencukupi untuk menemuklan kebenaran tentang adanya Tuhan, sudah cukup untuk menjadi sarana mengenal Tuhan. Padahal Allah mengatakan bahwa Al-Quran adalah sebuah kitab yang tidak ada keraguan di dalamnya dan merupakan petunjuk bagi orang –orang yang bertakwa. Yang membenarkan kitab-kitab yang diturunkan Allah sebelumnya,” Alif laam miin. Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang Telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang Telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka Itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.[24]

Panca indera adalah alat bagi akal untuk mencerap pengetahuan. Akal akan sempurna ketiak diperkaya oleh wawasan yang didapoatkan melalui indera, Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkanmu. apakah kamu dapat menjadikan orang-orang tuli itu mendengar walaupun mereka tidak mengerti. Dan di antara mereka ada orang yang melihat kepadamu, apakah dapat kamu memberi petunjuk kepada orang-orang yang buta, walaupun mereka tidak dapat memperhatikan.[25]

Pengetahuan yang bersifat inderawi dapaty dicerap secara inderawi, sedangkan pengetahuan yang bersifat non inderawi/metafisika hanya dapat diyakini dan dibenarkan dengan keimanan. Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya-lah dikembalikan urusan-urusan semuanya, Maka sembahlah Dia, dan bertawakkallah kepada-Nya. dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.[26](Dia adalah Tuhan) yang mengetahui yang ghaib, Maka dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu.[27] Katakanlah: "Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di gua); kepunyaan-Nya-lah semua yang tersembunyi di langit dan di bumi. alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya; tak ada seorang pelindungpun bagi mereka selain dari pada-Nya; dan dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan".[28] Maha Suci Tuhan yang Telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.[29]

Ayat tersebut memberikan informasi bahwa ada pengetahuan yang mampu didapatkan oleh manusia, ada juga pengetahuan belum mampu diketahui oleh manusia. Tetapi semua pengetahuan itu telah disedaikan Allah untuk manusia, manusia tinggal mencari pengetahuan tersebut berdasarkan panca indera yang diberikan Allah serta dengan panduan wahyu yang telah Allah turunkan. Dengan demikian ada kemungkinan manusia mengetahui rahasi pengetahuan yang diberikan Allah, permasalahannya hanya terletak pada kemampuan manusia untuk menggunakan panca indera sebagai alat akal dan menggunakan wahyu sebagi sumber pengetahuan dan elemen dasar sebagai pijakan dalam melakukan penelitian dan eksperimen.

Eksperimen pun terbatas kepada pengetahuan bersifat fisika, sedangkan yang bersifat metafisika seprti surga, neraka, malaikat,azab kubur, iblis, mizan, shirat dan peristiwa hari kiamat itu adalah kajian wahyu dan hanya dapat diimani tidak dapat diakal-akali. Dalam arti tidak dapat diteliti dengan panca indera, tetapi hanyadapat diyakini kebenarannya. Islam mengakui adanya kemampua panca indera dan akal untuk mencapai pengetahuan dan kebenaran, tetapi Islam juga tidak menafikan kelemahan panca indera dan akal, di sisi lain, Islam mengakui adanya pengetahuan yang tidak didapatkan manusia melalui panca indera, tidak melalui perenungan, eksperimen, pengetahuan tersebut dapat diperoleh secara langsung tanpa adametode ilmiah, eksperimen, pengamatan dan lain sebagainya, pengetahuan langsung tersebut adalah wahyu. “Sesungguhnya kami Telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana kami Telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan kami Telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma'il, Ishak, Ya'qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. dan kami berikan Zabur kepada Daud.”[30] Ayat tersebut menerangkan bahwa manusia dapat mempunyai ilmu pengetahuan tanpa adanya eksperimen, pengamatan, penalaran, tahap coba-coba maupun metode ilmiah, pengetahuan tersebut adalah pengetahuan yang langsung diberikan Allah kepada manusia.

”Dan tatkala mereka masuk menurut yang diperintahkan ayah mereka, Maka (cara yang mereka lakukan itu) tiadalah melepaskan mereka sedikitpun dari takdir Allah, akan tetapi itu Hanya suatu keinginan pada diri Ya'qub yang Telah ditetapkannya. dan Sesungguhnya dia mempunyai pengetahuan, Karena kami Telah mengajarkan kepadanya. akan tetapi kebanyakan manusia tiada Mengetahui.”[31]

Ayat tersebut memebri gambaran bahwa Allah berhak memberi pengetahuan tanpa harus melakukan penelitian, tanpa eksperimen. Pengetahuan tersebut bersifat kewahyuan yang diberikan kepada manusia yang telah dipilih oleh Allah, dan kebenaran dari pengetahuan tersebut terjamin dari kesalahan. Dalam arti tidak ada semacam eksperimen, pengamatan. Pengetahuan seperti ini bersifat kebenaran hakiki.

Islam mengakui adanya pengetahaun yang didapat melalui mimpi yang benar. Mimpi dalam Islam dapat menjadi sumber pengetahuan, pengetahuan melalui mimpi tidak dapat dicari secara metode ilmiah, metode eksperimen, metode penelitian, maupun pengamatan.” Ya Tuhanku, Sesungguhnya Engkau Telah menganugerahkan kepadaku sebahagian kerajaan dan Telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta'bir mimpi. (Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi. Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah Aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah Aku dengan orang-orang yang saleh.”[32]

Pengetahuan dan kebenaran dalam Islam dapat diperoleh melalui ilham,”Dan (ingatlah), ketika Aku ilhamkan kepada pengikut Isa yang setia: "Berimanlah kamu kepada-Ku dan kepada rasul-Ku". mereka menjawab: kami Telah beriman dan saksikanlah (wahai rasul) bahwa Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang patuh (kepada seruanmu)".[33]

Kebenaran dan npengetahuan dapat diperoleh manusia melalui ilham yang langsung diberikan Allah kepadamanusia yang telah dipilih-Nya. Hal ini menunjukkan bahwa dalam Islam pengetahuamn dan kebenaran tidak harus melalui metode ilmiah, penelitian, tetapi dapat langsung diperoleh manusia melalui ilham. Dalam ayat lain Allah juga memberi ilham kepada ibu Musa, “Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa; "Susuilah Dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya Maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, Karena Sesungguhnya kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul.”[34]

Ayat tersebut secara jelas memberikan fakta bahwa pengetahuan dapat di peroleh manusia melalui ilham yang langsung diberikan Allah kepada manusia yang dikehendakinya. Dengan demikain dapat dipahamai bahwa epistemology dalam islam menyatukan akal dan mengarahkannya untuk mencapai pengetahuan dan kebenaran berdasarkan wahyu, keimanan kepada Allah. Islam mengakui kemampuan akal, panca indera, tetapi Islam juga memngakui ilham, mimpi dan wahyu sebagai sarana mendapatkan ilmu langsung dari Tuhan. Dan pengetahuan dan kebenaran yang didapatkan dari sarana tersebut tidak dapat diperoleh melalui metode ilmiah apapun.

Sebagai uaraian penutup pada poin ini, perlu sebagai dipahami bahwa pengetahuan dalam Islam berawal dari sebuah keyakinan/ premis keyakinan. Keyakinan akan kebenaran al-Quran sebagai sumber pengetahuan. Dikatakan al-Quransumberpengetahauan karena di antara fungsi al-Quran adalah sebagai petujuk dan pembeda antara yang hak dan yang batil. .

“ (beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.[35]

Ayat tersebut secara jelas memberikan informasi bahwa al-Quran adalah sumber petunjuk kebaikan bagi manusia, penjelas tentang segalaseustau yang tidak dipahami oleh manusia. Penjelas tentang peristiwa masa lalu, masa yang akan datang dan masa metafisika/ akherat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Al-Quran adalah sumber pengetahuan bagi manusia,baik yangbersifat fisika maupun metafisika.

Islam sangat peduli terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, banyak ayat yang memberi motivasi agar manusia berusaha mencari ilmu dan menenliti, hal ini membuktikan bahwa kedudukan ilmu dlam Islam sangat diperhatikan dan diutamakan. Bahkan dalam ayat 11 surat al-Hujarat Allah berjanjai akan meningggikan orang yang beriman dan berilmu.

Agar manusia berilmu Allah memberi pengajaran, di natara ayat yang memberi sinyal pengajaran adalah sebagai berikut:

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.[36]

Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa sumberdari pengetahuan dalam Islam adalah wahyu. Danuntuk mendapatkan ilmu tersebut adalah dengan mempergunakan panca indra dan akal yang kesemua kegiatan tersebut dikendalikan oleh iman dan wahyu.wahyau merupakan puncak segala sumber pengetahaun yang emrupakan manisfestasi dari firman Allah.

C. Epistemologi Ilmu Menurut Science Sekuler

Kata sekuler berasal dari bahasa Inggris yang berarti yang berarti bersifat duniawi, fana, temporal yang tidak bersifat spiritual, abadi dan sacral, kehidupan di luar biara, dan sebagainya.[37] Dari arti kamus tersebut sekuler dapat dipahami sebagai alur pemikiran yang membebaskan diri dari hal-hal yang bersifat religi dan berkecenderungan kepada hal-hal yang bersifat duniawi dan kebendaan. Harun Nasution mengatakan bahwa kata sekulerisme dan sekulerisasi berasal dari bahasa latin, saeculum yang berarti abad, sekuler berarti seabad. Seperti permainan yang terjadi sekali dalam seabad.

Sekuler mengandung arti sebagai hal yang bersifat duniawi, berarti segala kegiatannya, apakah dibidang pendidikan, pekerjaan, profesi dan lain sebagainya tidak ada hubungannya dengan agama. Segala akibat dan permasalahan yang mungkin timbul tidak ada sangkut pautnyadengan ajaran agama maupun kepercayaan yang bersifat spiritual.

B. Wilson mengatakan bahwa sekulerisasi adalah cara hidup yang memisahkan agamadengan urusan Negara, sedangkan sekuleris adalah orang yang berpegang pada sekulerisme dan memparktekkan sekulerisasi dalam kehidupan berbagnsa dan bernegara.[38]

Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa kehidupan meliputi berbagai aspek kehidupan individu, masyarakat, berbangsa,bernegara, pendidikan dan sektor kehidupan lainnya. Sekulerisme berusaha membebaskan manusia dari pemikiran yang terkait dengan keagamaan dan metafisika. Pemikiran sekuler berusaha membebaskan manusia dari hal-hal yang bersifat ukhrowi dan memfokuskan diri kepada hal-hal yang bersifat duniawi dan materi belaka.

Pada awalnya ajaran sekuler lahir dari gerakan protes terhadap social dan politik. Istilah sekuler pertama kali diperkenalkan oleh George Jacub Holyoake pada tahun 1846 Masehi. Meskipun GJ. Holyoake pada awalnya mendapatka pendidikan keagamana, tetapi karena keadaan sosial politik pada waktu ia masih remaja telah merubah dirinya menjadi seorang yang sekuler sehingga akhirnya ia dijuluki sebagai bapak sekulerisme.[39] Dari uraian tersebut terindikasi bahwa seseorang yang agamis pun dapat menjadi orang yang sekuler sejati tatkala tidak mampu mengendalikan diri dan tidak mempunyai kesabaran dan keimanan yang kuat. Kesabaran dan keimanan yang kuat akan membentengi seseorang dari sekulerisme.

Sekulerisme mengalami puncak kekestriman pada pemikiran materialisme historis. Kemudian pada masa sekuleris memoderat agama dianggap sebagai masalah pribadi.[40] Dari kutipan tersebut tergambar bahwa sekulerisme erat kaitannya dengan materialisme dalam dunia filsafat. Dalam pandangan filsafat sekuler prinsip moralitas alamiah, bebas dari wahyu dan supranatural harus dienyahkan dari pemikiran manusia, pemikiran sekuler harus mengedepankan pengetahuan yang berdsarkan kebenaran ilmiah, kebenaran yang bersifat sekuler tanpa ada hubungannya dengan agam maupun metafisika.

Sekulerisme lahir dari sebuah pertentangan antara ilmu dan agama kristen. Ilmu mengedepankan independensinya yang mutlak, sehingga bersifat sekuler. Kebenaran ilmiah yang diperoleh melalui metode ilmiah telah meghasilkan kemajuan kemajuan ilmu-ilmu sekuler seperti matematika, fisika, dan kimia telah berhasil membawa kemajuan bagi kehidupan manusia.[41] Anggapan ini terdapat kelemahan karena nafikan aspek kemanusiaan dan nilai moral religi. Dengan ladsan ilmiah dan akal mereka mengusulkan agar kebenaran ilmiah menjadi dasar darietika bukan etika yang menjadi dasar ilmiah.pemikiransekuler sangat anti terhadapagama dan lebih mengedepankan aspek rasio dan kecerdasan,berdasarkan prisnsip kemampuan rasio dan kecerdasan mereka menganggap bahwa ilmu pengetahuan mampu mengajarkan aturan-aturan yang berkenaan dengan kebahagiaan. Ilmu menurut paham sekulerisme mampu menghilangkan kebejatan moral dan menghilangkan kemiskinan.[42] Keyakinan bahwa ilmu pengetahuan dapat menghasilkan kebahagiaan, situasi yang mapan dan banyaknya materi dapat menghilangan kebejatan moral dan menghilangkan kemiskinan adalah suatu kebohongan dan sesuatu prinsip yang tidak dapat dipertangungjawabkan secara ilmiah. Dari pendapat mereka sebenarnya paham sekulerisme telah membantah dirinya sendiri. Apakah mungkin kemapanan dan banyaknya materi dapat menghilangkan kemiskinan dan kebejatan moral? Apakah dapat dibuktikan bahwa ilmu mampu membuat prinsip yang mampu membuat situasi yang mapan dan berkecukupan materi sehingga dapat meghilangkan kemiskinan dan kebejatan moral?

Apakah suatu yang mungkin dan masuk akal, ketika pemuja ilmu sekuler menyatakan akan mampu menciptakan kebaikan dan keluhuran moral dengan ilmu yang mereka miliki, ilmu yang secara-terang-terangan melepaskan diri dari agama? apakah ilmu yang bebas nilai akan dapat memberi kebenaran hakiki? Dalam konsep Barat/ sekuler ilmu berhubungan dengan masalah empiri sensula’induktif’, empiri logik ’deduktif. Dalam konsep Barat sesuatu dapat dijadikan ilmu dan dianggap ilmu kalau sudah terbukti secara empiris.

Menurut aliran rasionalisme kebenaran dapat dikatakan benar jika sesuai dengan kenyataan, jadi sesuatu yang dianggap benar harus sesuai dengan kenyataan ataudapat dibyktikan, kalau sesuatu itu tiudak dapat lihat secara nyata maka hal tersebut tidak dianggap benar karena tidak sesuai dengan kenyataan. Aliran ini juga berpendapat bahwa pengalaman dan pengamatan bukan jaminan untuk mendapatkan kebenaran.[43]

Para rasionalisme berprinsip bahwa sumber pengetahuan adalah akal budi. Akal budi akan mampu menemukan kebenaran dan pengetahuan yang kan secara terus menrus mencari kebenaran hingga ke akar permasalahan. Aliran ini berusaha menghilangkan aspek pengamatan inderawi sebagai alat untuk mendapatkan kebenaran, tetapi mereka lebih mengunggulkan akal untuk ˙˙˙˙langnp1053mencapai kebenaran dan pengetahuan.

Tetapi pencarian kebenaran dengan metode rasional menurut Jujun S. Suriasumantri pemikiran rasionalisme dengan deduktifnya menghasilkan kesimpulan yang benar bila ditinjau dari sisi alur logika, tetapi sangat bertentangan kenyataan yang sebenarnya. [44] Dengan demikian metode rasional dalammencari kebenaran mempunyai kelemahan.

Epistemologi sains dalam pandangan sekuler mencoba mencari kebenaran dengan metode ilmiah. Metode ini dianggap valid dalam menemukan kebenaran.dengan metode ilmiah mereka mendapatkan ilmu. Ilmu dapat dikatakan sebagai ilmu kalau telah memenuhi metode ilmiah. Pengetahaun dapat dikatakan sebagai ilmu jika telah memenuhi kaidah ilmiah. Metode ilmiah merupakan ekspresi mengenai cara kerja pikiran. Sehingga nantinya akan menghasilkan pengetahuan yang memenuhi syarat-syarat ilmiah. Metode ilmiah berusaha menggabungkan cara berfiir deduktif dan induktif.[45] Dari kutipan tersebut dapat dipahami bahwa metode ilmiah menggabungkan pemikiran deduktif dan induktif. Penalaran deduktif mengacu kepada rasionalisme sedangkan induktif mengacu kepada empirisme.

Untuk lebih memperjelas uaraian tersebut akan dipaparkan lebih lanjut sebagai berikut: aliran rasionalisme menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan, pengetahuan yang benar dapat diperoleh dan diukur dengan akal manusia. Dengan akal manusia dapat memperoleh pengetahuan dan kebenaran.

Aliran rasionalisme tidak mengingkari kegunaan indra dalam memperoleh pengetahuan, menurut aliran ini indra diperlukan untuk merangsang akal manusia dan memberi bahan-bahan yang menyebabkan akal dapat bekerja dengan baik. Tetapi menurut aliran ini akal dapat menyampaikan manusia kepada kebenaran. Menurut aliran ini keputusan-keputusan tentang kebenaran yang rasional dan dapat dibuktikan dengan konsistensi logis proposisi-proposisi kebenaran tersebut, atau apa yang dikatakan sesuai dengan kenyataan maka itu dianggap sebagai kebenaran. [46]

Dari penjelasan tersebut memungkinkan seseorang mendewa-dewakan akal sebagai puncak dari kepercayaannya terhadap otoritas akal. Tidak itu saja, manusia yang terjebak kepada pendewaan akal akan terjerumus untuk melakukan kesyirikan, ketidak percayaan terhadap kekuasaan Allah, terutaam kebenaran wahyu. Artinya adalah wahyu bisa jadi tidak penting bagi penganut rasionalisme karena akal sudah cukup untuk mengetahui kebenaran dan pengetahuan.

Rasionalisme beranggapan bahwa pengalaman atau pengamatan bukan jaminan untuk mendapatkan kebenaran. Karenamenurut mereka realitas yang dapat dicapai validitasnya dapat dicapai tanpa bantuan dari empirisme. Sebagai argumen mereka adalah dengen menerapkan pola pikir deduksi dan intuisi. Yang kedua pola pemikiran tersebut tidak memerlukan metode empirisme.

Rasionalisme juga berprinsip bahwa sumber pengetahuan berasal dari akal budi. Rasionalitas yang dipunyai manusia akan menalar, menemukan sumber-sumber ilmu pengetahuan baru, dan menggagas kebenaran yang berasal dari rasio dan akal budi.

Empirisme berarti pengelaman indrawi. Aliran ini mempercayai bahwa indrawi manusia sebagai sumber utama pengenalan, baik pengalaman lahiriah yang berhubungan dengan dunia dan pengalaman batiniah yang berhubungan dengan pribadi manusia.[47]

Penjelasan tersebut menggambarkan bahwa indra manusia adalah sumber pengetahuan manusia, baik jasmani maupun rohani. Dengan demikian manusia mempunyai kemampuan untuk mendapatkan ilmu dengan indra yang dipunyainya, tidak harus dengan wahyu, keyakinan seperti ini akan mungkin terjadi ketika seseorang mengikuti pola pemikiran aliran empirisme. Karen mereka beranggapan pengalaman adalah guru yang terbaik untuk mendapatkan pengetahuan dan kebenaran.

Penganut empirisme akan mendapatkan pengetahuan tentang dunia berdasarkan apa yang telah diserap oleh indera. Aristoteles merumuskan bahwa tidaka ada sesuatu dalam pikiran, kecuali yang sebelumnya telah diserap oleh indra.[48] Dari pendapat Aristoteles tersebut menyiratkan bahwa manusia tidak mengetahui apapun sebelum indra mereka menyerap sesuatu dari luar dirinya. Dalam arti ketika manusia belum memfungsikan indranya dengan baik maka selama itu manusia tidak berpengetahuan.

Pendapat Aristoleles tersebut juga dianut oleh Joh Locke, Locke menyatakan bahwa semua pikiran dan gagasan manusia berasal dari sesuatu yang telah didapat sebelumnya. Jadi sebelum indra manusia berfungsi dengan baik dalam arti belum merasakan sesuatu maka pikiran manusia seperti tabularasa ’kertas kosong’[49]

Pendapat Locke tersebut memperkuat pendapat Aristoteles, dengan anggapan tersebut dapat dipahami bahwa ketika manusia berhenti menggunakan indranya maka pengetahuannya tidak akan bertambah, seperti ketika manusia tertidur, maka dalam keadaan tersebut manusia tidak mendapatkan pengetahuan.

Dalam pandangan sekuler pengetahuan berawal dari keraguan, dengan keraguan tersebut manusia berusaha membangun sebuah pengetahuan, yang mereka teliti dengan kerangak berfikir ilmiah, dengan pola deduktif maupun induktif.

D. Penutup

Dari uraian tersebut dapat di simpulkan epistemologi pada hakekatnya adalah membahas tentang pengetahuan, apa itu pengetahuan, dan bagaimana memperoleh pengetahuan. Epistemologi menurut Islam adalah pengetahuan dikatakan pengetahuan jika pengetahuan itu menjadi ilmu yang bermanfaat bagi manusia untuk kebagiaan hidup di dunia dan akherat, bermanfaat bagi diri dan orang lain serta dengan ilmu pengetahuan tersebut mendekatkan dirinya kepada Allah. Untuk mendapatkan ilmu menurut islam adalah dengan mempergunakan panca indra, akal dan hati untuk melihat, mencermati dan menneliti ayat-ayat Allah baik yang qauniyah maupun yang qauliyah, yang tersirat dan tersurat. Dean semua itu dibingkai dengan keimanan dan kendali wahyu.

Epistemologi menurut sekuler adalah pengetahuan di anggap sebagai iolmu jika dapat dibuktikan kebenaranya, ada kesesuaian antara konsep kerangka dalam akal dengan realitas di luar akal. Jadi segala sesuatu pengetahuan akan dianggap ilmujika dapat dibuktikan dengan metode ilmiah, dengan pola deduktif serta ada kesesuaian dengan konsep didalam akal dengan kenyataan di luar akal. Menurut paham sekuler sesuatu dianggap ilmu tanpa harus memperhatikan manfaat ilmu bagi manusia, yag pasti dapat dibuktikan dengan metode ilmiah maka hal itu dianggap ilmu. Sumber pengetahuan menurut paham sekuler adalah akal, akal adalah segala sumber pengetahuan manusia. Selain akal sumber pengetahuan manusia adalah melalui pengoptimalan panca indra, semakin banyak mempergunakan panca indar maka manusia akan makin banyak pengalaman dan dari pengalaman tersebut akan di proses di otak yang pada akhirnya akan menjadi pengetahuan. Pengoptimalan akal dan panca indra juga dilakukan dalam rangka menemukan kebenaran dan ilmu dengan menggunakan metode ilmiah. Dengan metode ilmiah manusia dapat menemukan kebenaran dan ilmu.

0 komentar:

Popular Posts