Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Labels

02 Juli 2008

PAI SMPN 21 Padang-Dunia ini memang aneh. Di satu pihak ada "anak biasa" dengan sedikit bakat paranormal - yang justru biasa terdapat pada anak balita atau basata (bawah dasa tahun) langsung dianggap "anak indigo". Di pihak lainnya terdapat "anak indigo" yang menolak dianggap "anak indigo" karena hal itu 'ipso facto' memasung dinamika dan hari depannya dengan 'beban kenabian' (messianic burden) yang tidak pada tempatnya. Penolakan tersebut menjadi heboh karena disarati dengan praduga adanya komersialisasi di balik semua pelabelan indigo kepada anak-anak tersebut tadi.

Bahwa anak kecil yang fungsi pinealnya masih normal sehingga dapat memperlihatkan "kemampuan aneh" tidak serta merta memasukkan dia ke kelompok "anak indigo". Anak kecil pada umumnya dapat "melihat kunti" karena fungsi optik pada pucuk kelenjar pinealnya masih berfungsi normal. Persoalannya, orang tua atau orang dewasa pada umumnya suka meremehkan anak kecil dan dunianya. Mereka menganggap anak-anak itu suka mengkhayal dan mengada-ada. Kalau anak seperti itu berkomunikasi dengan "makhluk halus" maka mereka langsung dianggap "ngomong sendiri" atau parahnya bahkan diberi label sadis sebagai "anak autis" . Seperti penjelasan psikiater Dr. Tubagus Erwin Kesuma sendiri bahwa "anak autis" itu omongannya ngaco sedangkan "anak indigo" itu justru omongannya berisi dan tidak jarang malah filosofis dan dapat membuat orang tua mereka kelabakan. Istilah yang pernah saya dengar ialah "the little professor" untuk peran anak seperti itu. Dan merupakan hal yang sangat lumrah bahwa anak balita kadang-kadang mengajukan pertanyaan yang sangat filosofis atau fundamental kepada orang tua mereka. Untuk hal semacam ini tentunya (sangat) banyak orang tua yang dapat mensharingkan pengalamannya.

Anak saya sendiri sewaktu kecil pernah menanyakan kepada tantenya: "Tante, mengapa ayam makannya jagung dan bukan nasi?" Tantenya tidak menanggapi tetapi balik bertanya: "Apa Tony mau makan jagung?" "Ya, mau", jawabnya. Tantenya cuma berpikir bahwa Tony kepingin makan jagung maka ia bertanya soal mengapa ayam makan jagung. Tantenya kemudian cerita-cerita tentang kecerdikan anak yang ingin makan jagung dengan cara bertanya mengapa ayam makan jagung. Case closed ! Benarkah Tony hanya mau makan jagung atau apakah ia sebenarnya mempunyai "genuine curiosity" untuk mengetahui mengapa ayam-ayam puas hanya makan jagung saja dan bukan nasi lengkap dengan lauk-pauknya?

Mama Laurent sendiri menceritakan peristiwa "suara-suara" yang ia dengar di sekolah yang menyuruhnya cepat-cepat keluar dari kelas. Ia heran kenapa suara yang begitu keras tidak terdengar oleh guru dan kawan-kawan sekelasnya. Akibatnya ia ditegur oleh 'juffrouw' dan kena 'straf' 2 hari tidak boleh masuk sekolah. Dua jam setelah itu 300 anak termasuk para gurunya mati semua terkena bom yang dijatuhkan oleh pihak Jerman. Jelas Mama Laurent yang berusia 7 tahun memiliki apa yang disebut "fine hearing" yaitu salah satu kemampuan paranormal. Tetapi apakah ia seorang "anak indigo" juga, siapalah yang tahu? Mungkin omanya hanya tahu bahwa ia mempunyai "bakat khusus" saja. Saat itu belum populer parameter tentang "anak indigo" walaupun pada zaman itu dikenal istilah "magenta kids". Istilah "magenta kids" itupun tentunya populer bukan pada saat Mama Laurent berusia 7 tahun itu melainkan beberapa dekade kemudian.

Perbedaan "anak indigo" dan "magenta kids" sangat nyata. Aura yang dominan berwarna nila (ungu muda) pada "anak indigo" memancar dari "Cakra Ajña" atau cakra mata ketiga yang terdapat di antara kedua alis di kening. Sedangkan "magenta kids" memancarkan sinar ungu yang keluar dari "Cakra Sahasrara" atau Cakra Mahkota yang terletak di ubun-ubun.

Waktu itu fotografi aura belum ada teknologinya dan warna aura hanya mampu dilihat oleh paranormal lain yang memiliki "fine sighting" atau yang telah terbuka "mata ketiga"nya. Jadi sifatnya masih terlalu subyektif dan spekulatif sehingga belum dapat dijadikan acuan positif bagi science. Foto aura sekalipun masih dapat dimanipulasi secara teknis, namun secara obyektif mampu menghasilkan foto secara fisikal dan sekaligus memberikan analisis maknanya menurut literatur yang ada.
Kalau ingin meredefinisikan "anak indigo" maka parameter yang jelas umpamanya selain memiliki satu atau beberapa kemampuan kecerdasan intuitif juga secara aura-fotografi harus tampak dominansi warna nila pada posisi Cakra Ajña anak tersebut.

Selain itu kecenderungan Psikologi atau Psikiatri memberi label "anak indigo" sebagai manusia dengan gejala ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder) jelas-jelas memberi kategori Mental Disorder seperti judul D kedua pada sindrom ADHD tsb. Karena sakit jiwa tentunya harus ditangani oleh seorang Psikiater dan bukan oleh seorang Psikolog. Ironisnya justru seorang Psikiater tidak mampu menyembuhkan penyakit ADHD tersebut sampai sekarang ini. Bahwa dalam kurun penanganan oleh seorang Psikiater kemudian gejala ADHD tersebut mulai tampak berkurang belum tentu menunjukkan efektivitas daripada terapinya. Mungkin juga terjadi secara alamiah justru karena atrofi daripada kelenjar pineal itu sendiri yang menjadi "biang keladi" semua fenomen yang tampaknya abnormal tersebut. Ibaratnya para Psikiater tersebut beruntung lebih karena "saved by the bell" saja ! dibandingkan kehebatan terapinya.

Yang aneh menurut saya adalah fenomen berikut ini. Psikiatri yang termasuk disiplin ilmiah justru memakai praktek-praktek "lebih klenik dari pada klinik" seperti teknik "dowsing" (pendulum) dan "automatic writing".

Kick Andy Show pun terperangkap pada silogisme yang sama. Seakan-akan kalau bicara soal anak indigo maka -- mau tidak mau - tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan dunia paranormal sehingga sampai-sampai merasa perlu mendatangkan paranormal beken yaitu Mama Laurent.

Sebagai kesimpulan sementara dapat dikatakan:

1. Pada umumnya anak balita memiliki kemampuan paranormal yang berhubungan langsung dengan masih berfungsi normalnya "kelenjar-cum-pusat syaraf" yaitu 'pineal body'.

2. Dengan pembiasaan pemakaian secara intensif kecerdasan intelektual sejak masuk sistem sekolah skolastik, maka secara gradual 'pineal body' mengalami atrofi karena jarang dimanfaatkan. Analog dengan otot yang semakin lembek karena jarang dipakai; atau sebaliknya otot semakin kencang-berisi karena sering latihan angkat berat.

3. Dapat terjadi "anak indigo" mengalami kesulitan dalam bidang tertentu dalam lingkup kecerdasan intelektual tetapi tidak dapat langsung dipastikan hal itu merupakan ciri baku.
Vincent Liong tidak suka akan matematika tetapi suka tulis menulis padahal keduanya termasuk lingkup "kecerdasan intelektual" otak hemisfir kiri manusia.

4. Auto-writing dapat terjadi pada saat otak hemisfir kanan mendominasi cara berpikir seseorang. Maka tidak ada korelasi langsung dengan ke-indigo-an seorang anak, apalagi sebagai teknik untuk menyembuhkan anak indigo secara klinis.

5. Auto-writing - apabila tidak diwaspadai - dapat menyebabkan anak mengalami kesurupan. Bila hal ini terjadi maka pihak pengelola klinik menjadi orang yang sangat tidak bertanggungjawab. Apalagi bila mereka tidak mempunyai kemampuan untuk "exorcisme" maka sebaiknya jangan main-main dengan yang dinamakan 'automatic-writing".

6. Tidak setiap anak yang dikaruniai Allah dengan kharismata khusus dapat langsung dikategorikan sebagai "anak indigo". Maksimal ia dapat dikategorikan sebagai anak berbakat paranormal saja.

7. Tidak setiap anak berbakat paranormal dibebankan "missi mesianik" untuk menjadi "healer" atau "prophecy maker" atau semacam itu. Semuanya juga tergantung niat ingsun anak itu sendiri untuk membangun corak masa depannya sendiri secara bebas tanpa beban pelabelan indigo kepada mereka.

8. Anak yang terlanjur diberi label "anak indigo" - dengan contoh gamblang seperti pada kasus bocah ajaib Anissa -- anak yang asertif dan sewaktu-waktu dapat bersikap sangat "mature" serta mampu berbahasa Inggeris tanpa kursus maupun environment yang mendukungnya. Nasib anak ini kini sangat tragis karena ia kehilangan masa kanak-kanaknya yang indah dan ceria dan tidak dapat sekolah di TK karena terlanjur diberi label "anak indigo" dengan "mental disorder" sehingga memerlukan jenis "pendidikan khusus" yang sesuai -- namun nyatanya tidak tersedia di negeri ini. Korban semacam ini hendaknya jangan diperbanyak lagi oleh pihak manapun! Bila tidak mampu membangun minimal janganlah merusak !

9. Anak indigo tidak ada urusannya dengan kepercayaan sektoral tentang "reinkarnasi". Sama sekali belum ada bukti ilmiah tentang korelasi keindigoan dengan reinkarnasi. Bisa terjadi kemampuan daya tangkap pineal seseorang sedemikian kuat/kencang sehingga mampu mengakses memori-etnik-kolektif masa lampau sendiri, atau dari orang lain. Seperti halnya mereka juga memiliki kemampuan untuk mengakses informasi masa yang akan datang. Manusia pada dasarnya ialah "spiritus in carne" (roh yang membadan) sehingga sebagai roh, maka roh manusia mampu mengakses masa depan sama mudahnya dengan mengakses masa lampau.
Karena memiliki "kepekaan khusus" maka kemampuannya kelihatannya luar biasa sementara "manusia bisa" lainnya -- seperti kita-kita ini - yang pinealnya tidak berkembang atau dioptimalkan fungsinya sebagai alat pemancar (transmitter) dan alat penerima (receiver) informasi, tidak mampu mengakses memori kolektif masa lampau, apalagi informasi masa depan.
Minimal inilah penjelasan yang sedikit "lebih ilmiah" karena berbasis biologis-neurologis (endokrinologis) dari dispilin ilmu eksakta dibandingkan dengan "penjelasan agamis-metafisis" dengan "argumen reinkarnasi" yang bersifat "cult system". Saya tidak anti reinkarnasi -- namun paling tidak wacana tersebut sampai detik ini belum memiliki dasar penalaran ilmiah apapun. Bagaimana seandainya kemampuan manusia paranormal (termasuk anak indigo) ternyata merupakan kemampuan teknis menembus code-code DNA yang memuat semua storage informasi gentik nenek moyang seseorang? Bukankah hypnotisme juga mampu melakukan "penembusan" seperti itu? - namun dengan side effect yang luar biasa "menguras tenaga" pada pihak yang terhipnotis?

10. Apa yang saya saksikan sebagai oret-oretan yang dibuat "anak indigo" Aryo Hanindyojati (12 tahun) sama sekali bukan pictograph aksara kuno Cina. Pictograph Cina yang paling kunopun terlihat sangat logis dan bentuknya biasa-biasa saja. Anggapan bahwa dirinya reinkarnasi serdadu Cina kuno mungkin saja spekulatif dan jangan-jangan injeksi pihak ketiga yang kemudian dilahapnya mentah-mentah.

Semoga lewat tulisan ini kita dapat mengarah kepada definisi "anak indigo" yang lebih fair kepada anak-anak yang disinyalir memiliki ciri-ciri seperti itu.(by Johan)

0 komentar:

Popular Posts