Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Labels

02 Juli 2008

PENDANAAN PENDIDIKAN ISLAM

Seorang hamba Allah SWT yang beriman dan bertaqwa kepadaNya, hendaknya menafkahkan hartanya dijalan Allah SWT, demi kepentingan agama dan umat manusia. Sebagai amal ibadah baginya di dunia dan akhirat. Sebagaimana firman Allah SWT:

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Q.S.Al-Baqarah: 261)

Dengan firman Allah SWT, tersebut dapat dipahami dan dimengerti bahwa menafkahkan harta di jalan Allah meliputi belanja untuk kepentingan jihad, pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penyelidikan ilmiah dan lain-lain. Sehingga hamba Allah SWT akan berlomba-lomba untuk menafkahkan hartanya yang telah diberikan oleh Allah SWT. Sebab, Allah SWT telah menjanjikan bahwa orang yang menafkahkan hartanya dijalanNya dengan penuh keikhlasan dan keridhoaan-Nya, maka Allah SWT akan melipat gandakannya. Dalam suatu kata mutiara disebutkan bahwa:

Wahai saudaraku, kamu tidak akan mendapatkan ilmu, kecuali enam perkara: saya akan menerangkannya kepadamu.1). pintar, 2). rakus, 3). Semangat, 4). dirham/dana, 5). menghormati guru, 6). sepanjang zaman.”

Sehingga dapat dipahami dalam menuntut ilmu bukan hanya saja pintar, rakus dalam menuntut ilmu, semangat, menghormati guru dan sepanjang zaman, akan tetapi juga membutuhkan dana baik untuk sarana dan prasarana dalam menunjang pendidikan dan belajar.

A. Hakikat Pendanaan Islam

Setiap organisasi atau lembaga pendidikan khususnya lembaga pendidikan Islam memerlukan biaya dan dana untuk mendukung kegiatan yang akan dilaksanakan agar dapat mencapai tujuan yang akan dicapai. Pengelolaan itu dimulai dari menentukan anggaran dana, pengorganisasian, pengarahan, pengelolaan, pengawasan, dan komunikasi serta kegiatan ketatausahaan dari keuangan itu.

Administrasi keuangan atau pendanaan dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu:

1. Administrasi keuangan dalam arti sempit, yaitu kegiatan pencatatan masuk dan keluarnya uang untuk membiayai organisasi lembaga pendidikan, berupa tata usaha dan pembukuan keuangan.

2. Administrasi keuangan dalam arti luas adalah penentuan kebijaksanaan dalam pengadaan dan penggunaan keuangan untuk melaksanakan kegiatan organisasi kerja lembaga pendidikan dimaksud, berupa kegiatan perencanaan pengaturan, pertanggung jawaban, dan pengawasan keuangan.[1]

B. Dilema Pendanaan Pendidikan Islam

Operasi program pendidikan suatu sekolah memerlukan dana untuk berbagai macam keperluan, pembiayaan gaji, pengadaan sumber daya material yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan program pengajaran sekolah. Permasalahan yang terjadi dalam pendanaan dalam pendidikan Islam adalah gaji guru, tenaga kependidikan lainnya dan tenaga administrasi, biaya pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana, penyelenggaraan pendidikan serta biaya perluasan dan pengembangan.[2]

Sumber pembiayaan suatu sekolah sangat bergantung pada beberapa faktor:

- kondisi masyarakat di mana sekolah berada,

- kebijaksanaan pemerintah di bidang keuangan,

- dana yang dialokasikan tidak sesuai atau tidak memenuhi harapan tinggi dengan yang dibebankan kepada sekolah.

Disamping untuk gaji dan pengadaan material, masih banyak lagi dana yang harus dikeluarkan untuk berbagai keperluan, seperti:

1. Ekstensi atau perluasan tahun dan hari sekolah;

2. Perbaikan preservice dan inservice program persiapan,

3. Mengadakan jenjang pilihan karier pada guru,

4. Melaksanakan program pengajaran individual yang didasarkan pada kebutuhan para siswa,

5. Menetapkan kompetensi minimal di dalam keterampilan dasar, dan

6. Menyelenggarakan kursus-kursus tambahan program komputer dan program-program spesialisasi lain.[3]

Pembiayaan pendidikan tidak akan pernah tetap sebab ada beberapa masalah, sehingga pendanaan pendidikan selalu berkembang dari tahun ke tahun. Secara garis besar pembiayaan ini dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu internal dan eksternal.

Adapun faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal atau berada dalam sistem pendidikan yang mempengaruhi besarnya pembiayaan. Faktor-faktor pendidikan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Tujuan pendidikan yang berpengaruh terhadap besarnya biaya pendidikan adalah tujuan intitusional suatu lembaga pendidikan,

b. Pendekatan yang digunakan dalam strategi belajar mengajar,

c. Materi yang disajikan,

d. Tingkat dan jenis pendidikan.[4]

Sedangkan faktor eksternal yang dikemukakan oleh Asnawir dalam bukunya “Administrasi Pendidikan adalah:

  1. Berkembangnya demokrasi pendidikan,
  2. Kebijakan pemerintahan terhadap pendidikan dan dalam pendidikan,
  3. Tujuan akan pendidikan tersebut,
  4. Adanya inflasi, yaitu menurunnya nilai uang pada suatu negara.[5]

Dengan adanya beberapa faktor atau dilema dalam pendanaan pendidikan maka penulis dapat memahami bahwa, banyak permasalah yang membelit dalam proses pendidikan di Indonesia, khususnya pendidikan Islam, yang harus menghadapi dari beberapa faktor tersebut untuk mencapai hasil yang maksimal dan tujuan pendidikan yang baik, bagus, dan sesuai dengan tujuan akhir pendidikan tersebut. Sebab Indonesia dulunya merupakan negara yang pernah dijajah sehingga masyarakatnya dalam penjajahan tidak diboleh untuk mengikuti pendidikan sehingga banyak rakyatnya yang buta huruf dan tidak adanya kebebasan dalam pendidikan. Kebijakan pemerintahan juga akan dapat mempengaruhi pendanaan pendidikan, sebab pendanaan ini bisa dijadikan ajang perpolitikan dalam negara. Banyaknya dan besarnya tuntutan dalam hasil atau output dari suatu lembaga pendidikan yang diharapkan oleh masyarakat dan negara menjadikan pengaruh dalam pendanaan pendidikan baik dalam sarana dan prasarana, strategi pembelajaran, serta berbagai macam tingkatan dalam jenjang pendidikan.

C. Usaha-usaha Pemenuhan Anggaran Pendidikan Islam

Sesuai dengan ketentuan yang tertera dalam GBHN bahwa pembangunan bangsa harus dibiayai terutama dari dana dalam negeri serta ketentuan bahwa pendidikan merupakan tanggungjawab negara, masyarakat dan orangtua, sebagaimana yang diuraikan oleh Ahmad Sabri dalam bukunya “Administrasi Pendidikan”, maka secara garis besar biaya pendidikan bersumber dari empat arah, yaitu:

1. Dari pemerintah, terbagi atas:

a) Pemerintah Pusat yang memikul sebagian besar pengeluaran untuk melaksanakan pendidikan sehari-hari, baik personal maupun non personal,

b) Pemerintah Daerah Provinsi yang asalnya juga dari pemerintahan pusat sebagai subsidi dan dari pajak pendapatan di daerahnya,

c) Pemerintah Daerah Tingkat II, yang berasal dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Tingkat I sebagai uang subsidi serta dana yang merupakan kekayaan daerah.

2. Dari orang tua wali murid berupa SPP dan uang bantuan yang dikumpulkan melalui BP3.

3. Dari masyarakat meliputi berupa dan yang diberikan oleh masyarakat secara tidak langsung tetapi melalui Yayasan atau lembaga swasta.

4. Dari dana bantuan atau pinjaman pemerintah luar negeri.

E.Mulyasa dalam bukunya “Manajemen Berbasis Sekolah”, mengemukakan bahwa sumber keuangan dan pembiayaan pada suatu sekolah secara garis besar dapat dikelompokan atas tiga sumber, yaitu:

1. Pemerintah, baik pemerintah pusat, daeraaha maupun kedua-duanya, yang bersifat umum atau khusus dan diperuntukkan bagi kepentingan pendidikan;

2. Orang tua atau peserta didik;

3. Masyarakat, baik mengikat maupun tidak mengikat.

Berkaitan dengan penerimaan keuangan dari orang tua dan masyarakat ditegaskan dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional 1989 bahwa karena keterbatasan kemampuan pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan dana pendidikan, tanggungjawab bersama antara pmerintah, masyarakat, dan orang tua.[6]

Sebagai suatu investasi prioduktif, pembangunan pendidikan harus memperhitungkan dua konsep penting, yaitu biaya (cost) dan mamfaat (benefit) pendidikan. Berkaitan dengan biaya pendidikan itu sendiri terdapat empat agenda kebijaksanaan yang perlu mendapat perhatian serius, yaitu: (1) besarnya anggaran pendidikan yang akan dialokasikan (revenue), (2) aspek keadilan dalam alokasi anggaran, (3) aspek efisiensi dalam pendayagunaan anggaran, serta (4) anggaran pendidikan dan desentralisasi pengelolaan.[7]

Besarnya anggaran dana pendidikan; meskipun dalam dasawarsa terakhir terjadi peningkatan anggaran pendidikan yang cukup besar. Agar peningkatan anggaran pendidikan memiliki dampak positif terhadap pembentukkan SDM perlu dilakukan: pertama, pemerintah perlu melipat gandakan volume APBN itu sendiri, sehingga prinsip alokasi yang berimbang antar sektor, dimungkinkan tercapai. Kedua, peningkatan sistem perencanaan, pemprograman, dan manajemen pendidikan yang lebih efisien agar peningkatan pendayagunaan anggaran yang lebih berdayaguna untuk peningkatan mutu pendidikan.

Pemerataan dan keadilan dalam alokasi anggaran pendidikan; landasan dari aspek ini adalah konsep efisiensi alokatif. Konsep ini menganggap bahwa pembentukkan SDM yang bermutu akan bisa dicapai secara efisien jika biaya pendidikan didistribusikan secara adil antar segmen masyarakat. Setaip warga negara memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutudan untuk itu pemerataan mutu pendidikan adalah agenda kebijaksanaan yang amat mendasar. Untuk mewujudkan mutu pendidikan yang merata, setiap satuan pendidikan perlu didukung oleh anggaran pendidikan yang relatif merata.

Efisiensi dalam pendayagunaan anggaran pendidikan yang dimaksud adalah biaya pendidikan bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan berhasilnya pengembangan kuallitas SDM, besarnya anggaran pendidikan pasti bermamfaat untuk mempercepat upaya peningkatan mutu pendidikan jika didayagunakan secara efisien. Agenda pembiayaan pendidikan ini berkaitan erat dengan dua konsep efesiensi teknis, yaitu (1) efesiensi internal, penggunaan dana yang efektif atas dasar komposisi item-item pengeluaran yang paling tepat (misalnya ketenagaan, sarana prasarana, biaya operasional, pengelolaan, dsb) untuk mencapai produktifitas yang paling tinggi; (2) efesiensi eksternal, yaitu penggunaan anggaraan menurut komposisi jenis atau jenjang pendidikan (dasar, menengah, atas, tinggi, umum, kejuruan, akademis, dan profesional) yang paling memberikan dampak positif terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat.

Kesenjangan dalam memperoleh kesempatan pendidikan dalam masyarakat dipengaruhi oleh pengelolaan pendidikan yang terpusat. Rentang pengawasan dan pengendalian mutu (span of control) pendidikan yang terlalu jauh mengakibatkan terjadinya kesenjangan dalam mutu sumber daya dan pemamfaatannya di sekolah-sekolah yang kurang dapat diperhitungkan dengan cermat.

Pengeluaran biaya untuk seluruh sistem pendidikan, baik negeri maupun swasta, termasuk pula pendidikan luar sekolah yang bersumber dari pemerintah, swasta, dan keluarga.[8] Pemerintah pusat hendaknya lebih berperan dalam menghasilkan kebijaksanaan mendasar dan strategis. Selain itu, kebijaksanaan opersional yang menyangkut variasi keadaan daerah dan pelaksanaan teknis pendidikan diserahkan kepada pejabat daerah bahkan sekolah. Wewenang daerah yang perlu dikembangkan adalah urusan-urusan yang lebih opersional berkaitan dengan penanganan permasalahan di daerah masing-masing.

D. Pengelolaan dan Pertanggung Jawaban Anggaran Pendidikan Islam

Kepemimpinan dan keterampilan manajemen seorang kepala sekolah penting sekali di dalam penggunaan secara tepat berbagai sumber daya, kepala sekolah adalah seorang yang mahir dalam memamfaatkan sumber daya sekolah. Setelah anggaran belanja direncanakan, dipersiapkan dan diterima, seorang kepala sekolah bertanggung jawab untuk mengelola dan memonitor penggunaan berbagai sumber secara efisien dan melakukan evaluasi hasil-hasil program yang berkaitan dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Kepala sekolah sebagai seorang administrator sekolah harus bertanggungjawab terhadap keuangan sekolah yang diterimanya dari berbagai sumber. Reputasi dari administrator itu sangat ditentukan oleh kemampuannya dalam mengelola keuangan. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pengelolaan keuangan sekolah antara lain, pembuatan anggaran belanja, yang di dalamnya terdapat anggaran pendapatan, penerimaan dari masyarakat, penerimaan dari pemeraintah, dan anggaran pengeluaran.[9]

Semua kegiatan yang menyangkut pertanggungjawaban, penerimaan, penyimpanan, dan pembanyaran atau penyerahan uang yang dilakukan bendaharawan sebagai bawahan yang berada dalam naungan kepala sekolah bertanggungjawab kepada pihak-pihak yang berwenang. Bagi unit-unit yang ada di dalam Departemen, mempertanggungjawabkan pengurus keuangan ini kepada BPK melalui departemen masing-masing.

Pemeriksaan ini sangat penting dan bermanfaat sekurang-kurangnya bagi empat fihak, yaitu:

A. Bagi Bendaharawan yang bersangkutan.

- Bekerja dengan arah yang pasti,

- Bekerja dalam target waktu yang sudah ditentukan,

- Tingkat keterampilan dapat diukur dan diharga,

- Mengetahui dengan jelas batas wewenang dan kewajibannya,

- Ada kontorl bagi dirinya terhadap godaan penyalahan.

B. Bagi lembaga yang bersangkutan.

- Dimungkinkan adanya sistem kepemimpinan terbuka,

- Memperjelaskan batas wewenang dan tanggungjawab antar petugas,

- Tidak menimbulkan rasa curiga mencurigai,

- Ada arah yang jelas dalam menggunakan uang yang diterima

C. Bagi atasannya

- Dapat diketahui bagian/keseluruhan anggaran yang telah dilaksanakan,

- Dapat diketahui tingkat keterlaksanaan serta hambatannya,

- Dapat diketahui keberhasilan pengumpulan, penyimpanan, dan kelancaran pengeluaran,

- Dapat diketahui tingkat kecermatan pertanggungjawabannya,

- Untuk memperhitungkan biaya kegiatan tahun yang lampau sebagai umpan balik bagi perencanaan masa yang akan datang.

D. Bagi Badan Pemeriksa Keuangan

- Ada patokan yang jelas dalam melakukan pengawasan terhadap uang milik negara

- Ada dasar yang tegas untuk mengambil tindakan apabila terjadi penyelewengan.[10]

Keberhasilan suatu sekolah dan lembaga pendidikan secara langsung dipengaruhi oleh ketepatan kepemimpinan kepala sekolah dalam mengusahakan sumber daya material yang ada pada suatu sekolah. Oleh sebab itu peranan kepala sekolah dalam kerangka manajemen, berkewajiban untuk menjabarkan tujuan dan sasaran sekolah ke dalam istilah-istilah yang prakmatik tentang permintaan anggaran yang spesifik; mempersiapkan dan mempertahankan anggaran sekolah; pemantauan dan monitoring terhadap pendayagunaan sumber-sumber yang tersedia, serta evaluasi-evaluasi hasil-hasil pendidikan.[11]

Berkaitan dengan pokok-pokok tanggung jawab seorang kepala sekolah terhadap perencanaan gedung, operasional, dan pemeliharaannya ada satu kerangka kerja konsepsional yang didasarkan pada teori sistem secara umum, mekanisme sekolah hubungannya dengan lingkungan yaitu input, proses, output, dan feedback.

Pengawasan merupakan aktivitas atau fungsi manajemen yang terkait dengan fungsi lainnya seperti perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, penetapan, dan pelaksanaan keputusan. Pengawasan merupakan fungsi derivasi yang bertujuan untuk memastikan bahwa aktivitas tersebut berjalan sesuai dengan tujuan yang direncanakan dengan performa sebaik mungkin. Begitu juga untuk menyingkap kesalahan dan penyelewengan, kemudian memberikan tindakan korelatif.

Fungsi utama pengawasan bertujuan untuk memastikan bahwa setiap pegawai yang memiliki tanggung jawab bisa melaksanakannya dengan sebaik mungkin. Kinerja mereka dikontrol dengan sistem operasional dan prosedur yang berlaku, sehingga dapat disingkap kesalahan dan penyimpangan. Selanjutnya, diberikan tindakan korelatif ataupun arahan dan kepada pakem yang berlaku. Untuk menjalankan fungsi ini harus dipahami aspek psikologi seorang pegawai. Wewenang dan tanggung jawab harus didelegasikan secara adil sesuai dengan kompetensi, tidak memberikan beban yang berlebihan. Sehingga, kinerja menjadi jelek dan tidak mampu merealisasikan tujuan yang telah ditetapkan.[12]

Falsafah dasar fungsi pengawasan dalam Islam muncul dari pemahaman tanggung jawab individu, amanah, dan keadilan. Islam memerintahkan setiap inidividu untuk menyampaikan amanah yang diembannya, jabatan (pekerjaan) merupakan bentuk amanah yang harus dikerjakan Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.” (Q.S. An-Nisa’: 58).

Menunaikan amanah merupakan kewajiban setiap individu pegawai Muslim, ia harus berhati-hati dan bertaqwa dalam pekerjaannya, selalu mengevaluasi diri sebelum dievaluasi orang lain, dan merasa bahwa Allah SWT senantiasa mengawasi segala aktivitasnya. Allah SWT juga telah berfirman:

“Dan tiap-tiap manusia itu Telah kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. dan kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah Kitab yang dijumpainya terbuka."Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu Ini sebagai penghisab terhadapmu". (Q.S. Al-Israa’: 13-14)

Pengawasan internal yang melekat dalam pribadi Muslim akan menjauhkannya dari bentuk penyimpangan, dan menuntunnya konsisten menjalankan hukum-hukum dan syaria’h Allah SWT dalam setiap aktivitasnya, dan ini merupakan tujuan utama Islam. Akan tetapi, mereka hanyalah manusia biasa yang berpotensi melakukan kesalahan. Dalam sebuah masyarakat, salah seorang pasti ada yang cendrung melakukan penyimpangan dari kebenaran, atau mengikuti hawa nafsu. Oleh kerena itu, Islam menetapkan sistem sosio politik untuk menjalankan fungsi pengawasan pelaksanaan hukum dan syaria’t Allah SWT. Pengawasan merupakan tanggung jawab sosial dan publik yang harus dijalankan masyarakat, baik dalam bentuk lembaga formal atau non formal.

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Al-Imran: 104).

Allah SWT memberikan peringatan keras kepada kaum Muslimin yang tidak melakkukan aksi atau perubahan ketika melihat tindak kemungkaran Allah SWT berfirman:

“Telah dila'nati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” (Q.S. Al-Maidah: 78-79).

Namun demikian, Islam belum merumuskan kaidah pengawasan yang dan baku serta detail dan bentuk-bentuk pengawasan yang wajib dijalankan pengawasan yang sejalan dengan pengalaman, kondisi sosial atau manajemen yang terdapat dalam masyarakat. Pada masa Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin, yakni sebagai berikut: Pengawasan manajemen dilakukan oleh lembaga negara, masyarakat, dan peradilan manajemen.

Penulis menyimpulkan bahwa pengelolaan sumber daya suatu sekolah dan pembiayaan pendidikan mencakup perhatian yang cermat untuk menyediakan laporan (pertanggungjawaban), pembelian, dan kontrol terhadap prosedur untuk memberikan kepastian bahwa dana yang disediakan telah dibukukan dan dikeluarkan sesuai dengan anggaran. Secara khusus prosedur laporan/pertanggungjawaban telah dipersiapkan dan ditentukan dengan aturan dan petunjuk yang mengatur administrasi berbagai pertanggungjawaban.

E. Pengelolaan dan Penggunaan Dana BOS Pada Lembaga Pendidikan Islam

Pengguna dana BOS di sekolah/madrasah harus didasarkan pada kesempatan dan keputusan bersama antara kepala sekolah/dewan guru dan komite sekolah/madrasah, yang harus didaftarkan sebagai salah satu sumber penerimaan dalam RAPBS, disamping dana yang diperoleh dari Pemda atau sumber lain (block grant, hasil unit produksi, sumbangan lain, dsb). Khusus untuk pesantren Salafiyah, penggunaan dana BOS didasarkan pada kesempatan dan keputusan bersama antara penanggungjawab program dengan penngasuh Pondok Pesantren dan disetujui oleh Kasi PD PonTren (Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren) kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota. Bagi sekolah keagamaan non Islam, dalam penggunaan dana BOS kepala sekolah/penanggungjawab program harus meminta persetujuan dari Kasi PEMBIMAS (Pembimbing Masyarakat) DEPAG Kabupaten/Kota.

  1. Penerimaan dan Pengeluaran
    1. Dana BOS langsung dikirim ke nomor rekening rutin sekolah oleh lembaga penyalur kantor pos/bank.
    2. Pengeluaran dana berdasarkan permintaan penanggungjawab kegiatan harus diketahui oleh kepala sekolah dan disetujui oleh komite sekolah.
    3. Pengambilan dana berikutnya oleh penanggungjawab kegiatan dapat direalisasikan setelah memberikan pertanggungjawaban dana yang diberikan sebelumnya kepada bendahara/guru.
    4. Penerimaan dan pengeluaran dana dicatat dalam pembukuan.
  2. Penggunaan dana

a. Biaya formulir pendaftaran digunakan untuk beli ATK/bahan pengadaan

b. Buku pelajaran pokok dan buku pegangan untuk perpustakaan

c. Ujian sekolah, ulangan umum bersama, dan ulangan umum harian.

d. Membeli bahan- bahan habis pakai, seperti buku tulis, kapur tulis, pensil, bahan praktikum, dan lain-lain

e. Membayar biaya perawatan ringan

f. Membayar honorium guru honorer

g. Memberi bantuan siswa miskin untuk biaya transportasi

h. Khusus untuk Salafiah, dana BOS juga diperkenalkan untuk biaya asrama/pondokan dan peralatan ibadah.[13]

i. Pengembagangan potensi guru: pelatihan, KLKG/MGMP dan KKKS/MKKS

j. Pembiayaan langganan daya dan jasa: listrik, air, telepon, termasuk untuk pemasangan baru jika sudah ada jaringan di sekitar sekolah

k. Pembiayaan perawatan sekolah: pengecatan, perbaikan atap bocor, perbaikan pintu dan jendela, perbaikan mebeler dan perawatan lainnya

l. Pembiayaan kegiatan kesiswaan: program remedial, program pengayaan, olah raga, kesenian, karya ilmiah remaja, pramuka, palang merah remaja dan sejenisnya

m. Pembiayaan seluruh kegiatan dalam rangka penerimaan siswa baru: biaya pendaftaran, pengadaan formulir, administrasi pendaftaran, dan pendaftaran ulang, serta kegiatan lain yang berkaitan langsung dengan kegiatan tersebut.[14]

Penggunaan dana BOS untuk tranportasi dan uang lelah bagi guru PNS diperbolehkan hanya dalam rangka penyelenggaraan suatu kegiatan sekolah selain kewajiban jam mengajar. Besaran/satuan biaya untuk keperluan di atas harus mengikuti batas kewajaran. Pemerintahan daerah diharapkan mengeluaran peraturan terhadap peraturan batas kewajaran tersebut di daerah masing-masing dengan mempertimbangkan faktor geografis dan faktor lainnya.

  1. Dana BOS tidak boleh digunakan untuk

a. Disimpan dalam jangka waktu lama dengan maksud dibungakan

b. Dipinjamkan kepada pihak lain

c. Membayar bonus, transportasi, atau pakaian yang tidak berkaiatan dengan kepentingan murid

d. Membangun gedung/ruangan baru

e. Membeli bahan/peralatan yang tidak mendukung proses pembelajaran

f. Menanamkan saham

g. Membiayai segala jenis kegiatan yang telah dibiayai secara penuh/memcukupi dari sumber dana pemerintah pusat atau daerah, misalkan guru kontrak/guru bantu dan kelebihan jam mengajar.[15]

Penulis memahami dalam pengelolaan dan penggunaan dana BOS pada Lembaga Pendidikan Islam yang merupakan dana bantuan untuk operasi sekolah hendaklah sesuai dengan apa yang telah ditetapkan pemerintah dan dipertanggungjawabkan dengan baik, sehingga tidak menyimpan dari tujuan dana BOS itu sendiri.

Penutup

Kesimpulan

Islam menyuruh umatnya untuk menafkahkan hartanya dijalan Allah SWT, sebagaimana telah dikemukakan firman dalam Q.S. Al-Baqarah: 261. menafkahkan disini dapat dipahami untuk dana bantuan lembaga pendidikan, rumah sakit, jihad, dan lain-lain sebagainya. Sehingga lembaga pendidikan dapat beroperasi dengan lanyak dan baik. Lembaga pendidikan tersebut dapat mengarahkan dan membawa anak didiknya sesuai dengan tujuan akhir yang telah direncanakannya, baik tujuan umum dan khusus.

Bantuan dana dari pemerintah, masyarakat, dan dari anak didik hendaknya digunakan dengan sebaik mungkin. Penggunaan dana ini tidak lepas dari bimbingan dan berada dibawah pengawasan yang telah dibentuk baik, kepala sekolah, bendahara, komite, dan lembaga yang lainnya. Sehingga pendanaan dapat dikontrol baik dana masuk, sumber dana pendidikan dan keluarnya dapat diketahui serta dapat dipertanggunjawabkan.

Saran

  1. Lembaga pendidikan hendaknya dapat menanggulangi dana pendidikannya sendiri, walaupun awal mulanya dari bantuan pemerintah, anak didik. Kemandirian ini dapat berupa mendirikan suatu manajemen berbasis kompetensi, membangun koperasi, agar tidak selalu mengharapkan bantuan dari pihak lain secara utuh.
  2. Bagi lembaga pendidikan yang telah mendapatkan bantuan dana hendaknya memperhatikan dalam penggunaan dana bantuan yang telah diberikan sebab dana itu merupakan amanat umat. Oleh sebab itu yang mendapat bantuan harus betul-betul mengontrol sumber dan keluarnya dana dengan sebaik mungkin.

0 komentar:

Popular Posts