Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Labels

02 Juli 2008

PEMBERDAYAAN GURU DAN DOSEN

A. PENDAHULUAN

Pendidikan di era reformasi menghadapi dua tuntutan. Pertama adalah tutuntan masyarakat terhadap mutu pendidikan yang rendah dan belum relevan dengan perkembangan masyarakat. Kedua, problema dalam meningkatkan kualitas manusia manusia sebagai sumber daya yang berkualitas dan professional.

Posisi guru dan dosen merupakan hal yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Selama ini peran guru dan dosen diperlakukan kurang taat asas dalam arti dinyatakan sebagai sosok yang sangat penting, namun tanpa disertai kesediaan untuk menghargai mereka sebagaimana mestinya.

Bidang pengajaran merupakan salah satu bagian yang integral dari system pendidikan di sekolah maupun di perguruan tinggi, menjadi tanggung jawab guru dan dosen. Mengingat pentingnya peranan terbut, berbagai upaya mempersiapkan guru dan dosen yang professional secara bertahap telah dilaksanakan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), organisasi profesi, departemen terkait, dan lembaga pendidikan lainnya.

Oleh karena itu, dapat difahami bahwa peran dan fungsi pendidik dalam membentuk kepribadian peserta didik untuk menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia, serta menyejahterakan masyarakat, kemajuan Negara dan bangsa.

Dalam makalah ini akan dibahas bagaimana hakikat guru dan dosen sebagai pendidik dan pengajar, bagaimana prinsip-prinsip professionalitas mereka, apa standar kompetensi, kualifikasi, dan sertifikasinya, apa hak dan kewajiban, bagaimana penerapan kode etik dan pembinaan karir, dan sanksi mereka pada lembaga pendidikan Islam.

B. HAKIKAT GURU DAN DOSEN SEBAGAI

PENDIDIK DAN PENGAJAR

1. Pengertian Guru dan Dosen

Di Indonesia guru dan dosen termasuk dalam kelompok pendidik berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pada Bab I tentang Ketentuan Umum, yang berbunyi :

Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.[1]

Pada Bab XI tentang Pendidik dan Tenaga Kependidikan pasal 39 ayat 2, dijelaskan bahwa:

Pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.[2]

Kemudian dalam Undang-Undang Guru dan Dosen pada Bab I pasal 1 ayat 1 dan 2, telah dijelaskan bahwa:

Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Dosen adalah pendidik professional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.[3]

Dari uraian di atas dapat difahami bahwa pengertian guru dan dosen tidak banyak perbedaannya. Mereka sama-sama pendidik professional dengan tugas utama mendidik dan mengajar. Mungkin jenjang pendidikan formal saja yang membedakannya, guru di sekolah sedangkan dosen di perguruan tingggi.

2. Guru dan Dosen Sebagai Pendidik

Guru dan dosen adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi bagi para peserta didik dan lingkungannnya. Oleh karena itu, guru dan dosen harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu. Seperti, bertanggung jawab, berwibawa, mandiri, dan disiplin.[4]

Tanggung jawab seorang guru dan dosen tercermin dari sikap mengetahui dan memahami nilai, norma, dan social, serta berusaha berbuat sesuai dengan nilai dan norma tersebut.

Guru dan dosen harus mempunyai wibawa. Hal ini dapat dilihat dari kelebihan dalam merealisasikan nilai spiritual, emosional, moral, social, dan intelektual pribadinya, serta memiliki kelebihan dalam pemahaman ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni sesuai dengan bidang yang dikembangkan.

Ketika mengambil suatu keputusan guru dan dosen harus mandiri (indefendent), terutama yang berkaitan dengan pembelajaran dan pembentukan kompetensi, serta bertindak sesuai dengan kondisi peserta didik dan lingkungan. Jangan hanya menanti perintah dari atasan (kepala sekolah atau rector)

Guru dan dosen juga harus disiplin. Dalam arti mereka harus mematuhi berbagai peraturan dan tata tertib secara konsisten, atas kesadaran professional, karena mereka bertugas untuk mendisiplinkan para peserta didik, terutama dalam pembelajaran.

Peranan guru sebagai pendidik dapat dilaksanakan apabila guru memenuhi persyaratan kepribadian. Guru akan mampu mendidik apabila dia mempunyai kestabilan emosi, memiliki rasa tanggung jawab yang besar untuk memajukan peserta didik, bersikap realistis, jujur, terbuka, dan peka terhadap perkembangan, terutama terhadap inovasi pendidikan.[5]

Berdasarkan uraian di atas, maka hakikat guru dan dosen sebagai pendidik harus mempunyai kepribadian yang baik. Seperti berperilaku yang terpuji, memiliki kestabilan emosional dan spiritual. Dengan kata lain, pendidik harus berakhlak yang mulia dalam memberikan contoh kepada peserta didiknya.

3. Guru dan Dosen Sebagai Pengajar

Sehubungan dengan peranan guru sebagai pengajar, maka dia harus menguasai ilmu, antara lain mempunyai pengetahuan yang luas, menguasai bahan pelajaran serta ilmu-ilmu yang berkaitan dengan mata pelajaran yang diajarkannya, menguasai teori dan praktek metode pengajaran, teknologi pendidikan, evaluasi, psikologi belajar, dan lain sebagainya.[6]

Lebih teknis lagi yang dikemukakan oleh Mulyasa tentang beberapa hal yang perlu dilakukan oleh guru dalam pembelajaran, yaitu: membuat ilustrasi; mendefinisikan; menganalisis; mensintesis; bertanya; merespon; mendengarkan; menciptakan kepercayaan; memberikan pandangan yang bervariasi; menyediakan media untuk mengkaji materi standar; menyesuaikan metode pembelajaran; memberikan nada perasaan.[7]

Rumusan tujuan pembelajaran yang sudah dicantumkan di dalam kurikulum formal belum tentu dapat diaktualisasikan tanpa peranan guru dalam pembelajaran di kelas. Hal ini sangat tergantung kepada peranan yang dimainkan oleh guru yang bertindak sebagai “The man behind the gun-nya”.[8]

Khusus bagi dosen, ada tiga tingkatan kewenangan dalam pelaksanaan dharma pendidikan dan pengajaran, yakni: Mandiri; Ditugaskan; dan Membantu. Mandiri adalah dosen yang sudah memilki kewenangan dan tanggung jawab secara penuh dalam praktek pendidikan dan pengajaran. Ditugaskan adalah dosen yang kewenangannya berdasarkan tanggung jawab tenaga pengajar yang lebih senior yang sudah memilki tanggung jawab penuh dalam bidang tugasnya. Sementara membantu adalah dosen yang kewenangannya hanya membantu tenaga pengajar yang lebih senior.[9]

Sebagai pengajar, guru dan dosen harus mempunyai pengetahuan yang luas tentang materi yang akan diajarkannya, metode, pendekatan, dan teknik juga harus dikuasai. Pengelolaan kelas yang baik dalam pembelajaran menjadi seni ketika guru dan dosen mengajar.

C. PRINSIP-PRINSIP PROFESIONALITAS GURU DAN DOSEN

Afnibar dalam bukunya Memahami Profesi dan Kinerja Guru, dia mengutip pendapat Imran Manan yang menyatakan bahwa:

Profesi adalah Kedudukan atau jabatan yang memerlukan ilmu pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh sebagian lewat pendidikan atau perkuliahan yang bersifat teoritis dan disertai dengan praktek, diuji dengan sejenis bentuk ujian baik di universitas atau lembaga yang diberi hak untuk itu dan memberikan kepada orang-orang yang memilikinya (sertifikat, lisence, brevet) suatu kewenangan tertentu dalam hubungannya dengan kliennya.[10]

Selanjutnya, sebagai sebuah profesi pekerjaan tersebut harus mempunyai criteria-kriteria seperti: Pertama, Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam. Kedua, Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya. Ketiga, Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai. Keempat, Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya. Kelima, Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan. Keenam, Memiliki kode etik sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Ketujuh, Memilki klien/objek layanan yang tetap seperti dokter dengan pasiennya atau guru dengan muridnya. Kedelapan, Diakui oleh masyarakat karena memang diperlukan jasanya di masyarakat.[11]

Dari keterangan di atas, dapat difahami bahwa adanya keterkaitan persyaratan pekerjaan guru sebagai sebuah profesi. Yaitu : Pekerjaan sebagai guru memerlukan pendidikan khusus, hal ini dikelola oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK); Memberi manfaat kepada masyarakat yakni mendidik sumber daya manusia yang berkualitas; Memilki kode etik yaitu kode etik profesi guru; Memilki objek yang jelas yaitu para siswa di sekolah; Melibatkan kegiatan intelektual yaitun dalam proses belajar mengajar; keberadaannya sangat dibutuhkan dab diakui oleh masyarakat dan memilki organisasi profesi, yaitu organisasi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).[12]

Guru adalah jabatan professional yang memerlukan berbagai keahlian khusus. Sebagai suatu profesi, maka harus memenuhi criteria professional sebagai berikut:

1. Fisik, maksudnya adalah guru harus sehat jasmani dan rohani, tidak mempunyai cacat tubuh yang dapat menimbulkan cemoohan atau rasa kasihan dari peserta didik

2. Mental/ Kepribadian, maksudnya adalah guru memiliki kepribadian yang baik; mencintai bangsa dan sesama manusia serta rasa kasih saying kepada peserta didik; berbudi pekerti yang luhur; berjiwa kreatif; mampu menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa; mampu mengembangkan kecerdasan yang tinggi; bersikap terbuka, peka, dan inovatif; menunjukkan rasa cinta kepada profesinya; taat kepada disiplin; dan memilki sense of humor

3. Keilmiahan/Pengetahuan, maksudnya adalah guru harus memahami ilmu pendidikan dan keguruan dan mampu menerapkannya dalam tugasnya sebagai pendidik; memahami, menguasai, dan mencintai ilmu pengetahuan yang diajarkan; memiliki pengetahuan yang cukup tentang bidang-bidang yang lain; senang membaca buku-buku yang ilmiah; mampu memecahkan persoalan secara sistematis; memahami prinsip-prinsip pembelajaran.

4. Keterampilan, maksudnya adalah guru harus mampu berperan sebagai organisator dan fasilitator; mampu menyusun bahan pembelajaran; mampu melaksanakan teknik-teknik mengajar yang baik sehingga tercapai tujuan pembelajaran; mampu merencanakan dan melaksanakan evaluasi pendidikan; dan mampu memahami dan melaksanakan kegiatan pendidikan luar sekolah.[13]

Berdasarkan penjelasan di atas, prinsip-prinsip profesionalitas guru dan dosen merupakan profil guru. Keseimbangan antara penguasaan aspek keguruan dan disiplin ilmu harus dimiliki oleh guru yang professional. Oleh karena itu, guru perlu ditempa kepribadiannya dan diasah penguasaan materinya sehingga menjadi tenaga yang professional.

Dalam Undang-undang guru dan dosen dijelaskan tentang prinsip profesionalitas pada pasal 7 ayat 1 yang berbunyi:

Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:

a. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;

b. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;

c. memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;

d. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;

e. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;

f. memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;

g. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;

h. memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan

i. memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.[14]

Dari sembilan poin prinsip professional dalam Undang-undang di atas, dapat difahami bahwa guru dan dosen harus bekerja menjalankan tugas secara professional. Pemerintah memberikan jaminan perlindungan hukum kepada guru dan dosen ketika ada persoalan dalam menjalankan tugas keprofesionalan di sekolah maupun universitas.

D. KUALIFIKASI, KOMPETENSI, DAN SERTIFIKASI

GURU DAN DOSEN

Kualifikasi akademik adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh guru atau dosen sesuai dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal di tempat penugasan

Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.

Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen. Sedangkan sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga professional.

Pengertian kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi di atas merupakan rumusan yang terdapat dalam UU RI No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Oleh karena itu, guru dan dosen di Indonesia harus memenuhi patuh terhadap apa yang telah diatur dalam undang-undang tersebut.

Profesi guru dan dosen wajib mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikasi untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Dalam hal ini, dapat dilihat dalam Undang-undang Guru dan Dosen pada Bab IV pasal 8, 9, 10, 11, 12, dan 13 untuk guru. Kemudian pada Bab V pasal 45,46,47,48, 49, dan 50 untuk dosen.

Kualifikasi akademik guru diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau diploma empat.Sedangkan kualifikasi dosen diperoleh melalui pendidikan tinggi program pascasarjana yang terakreditasi sesuai dengan bidang keahlian. Dengan bahasa lain guru harus menyandang gelar akademik sarjana (S1) dan dosen minimal magister (S2) atau doctor (S3).

Kariyoto dalam Afnibar menyatakan bahwa ada tiga tingkatan kualifikasi professional guru, yaitu: Pertama, Tingkat capable personal, artinya guru diharapkan memiliki pengetahuan dan sikap yang tepat untuk mampu mengelola proses belajar mengajar. Kedua, guru sebagai motivator, yakni memiliki komitmen terhadap pembaharuan dan penyebar ide pembaharuan yang efektif. Ketiga, guru sebagai developer yang memiliki visi yang jauh ke depan dalam menjawab tantangan dunia pendidikan masa depan.[15]

Dilihat dari Ilmu Pendidikan Islam, maka secara umum untuk menjadi guru yang baik dan diperkirakan dapat memenuhi tanggung jawab yang dibebankan kepadanya, hendaklah dia bertakwa kepada Allah, berilmu, sehat jasmaniyahnya, baik akhlaknya, bertanggung jawab, dan berjiwa nasional.[16]

Kompetensi professional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi kemasyarakatan merupakan kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap guru dalam jenjang pendidikan apapun. Secara teoritis ketiga kompetensi itu mungkin dapat dipisah-pisahkan. Tetapi secara praktis, sesungguhnya ketiganya tidak dapat dipisah-pisahkan atau saling menjalin secara terpadu dalam diri guru. Guru yang terampil mengajar harus memiliki pribadi yang baik dan mampu melakukan pekerjan atau kegiatan social di masyarakat.[17]

Ada sepuluh kompetensi guru dalam melaksanakan tugasnya yaitu: 1). Menguasai bahan. 2). Mampu mengelola program belajar mengajar. 3). Mengelola kelas. 4). Menggunakan media/sumber. 5). Menguasai landasan pendidikan. 6). Mengelola interaksi belajar mengajar. 7). Menilai prestasi belajar siswa untuk kepentingan pengajaran. 8). Mengenal fungsi dan layanan BP. 9). Mengenal administrasi sekolah. 10). Memahami prinsip-prinsip dan hasil penelitian guna keperluan pengajaran.[18]

Dosen yang bermutu ditandai oleh sifat tanggung jawabnya yang tercermin pada perilaku yang rabbaniy, zuhud, ikhlas, sabar, jujur dan kebapakan, dapat mengambil keputusan yang berwibawa secara mandiri dan professional, memiliki keahlian teknis pendidikan, mampu membelajarkan mahasiswa serta menguasai konsep, proses, dan dasar filosofis iptek modern.[19]

Pembinaan dan pengembangan mutu dosen bertolak dari kebijakan mengembangkan kemampuan professional ketenagaan guru meningkatkan mutu layanan akademik dan non-akademik. Tekanannya pada peningkatan keahlian, perluasan wawasan, pembinaan spirit ilmiah, dan pengembangan budaya ilmiah serta kebebasan akademik. Sasaran utamanya adalah peningkatan mutu akdemik dan peningkatan kewenangan akademik. Program utama yang ditempuh dan menjadi temuan penelitian adalah program latihan prajabatan (LPJ); peningkatan keahlian melalui studi lanjut gelar; studi lanjut non-gelar; pengembangan staf melalui pertemuan-pertemuan ilmiah; penataran/loka karya; pengembangan staf melalui peningkatan mutu penelitian; pengembangan staf melalui peningkatan mutu pengabdian kepada masyarakat; dan penugasan-penugasan. [20]

Menurut ketentuan Undang-undang Guru dan Dosen kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogic, maksudnya adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik. Kompetensi kepribadian, maksudnya adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Kompetensi profesional, maksudnya adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Kompetensi social, maksudnya adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efesien dengan peserta didik, sesame guru, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.[21]

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia (Permendiknas RI) No. 18 Tahun 2007 tentang sertifikasi guru dalam jabatan, komponen portofolio meliputi: 1). Kualifikasi akademik, 2). Pendidikan dan pelatihan, 3). Pengalaman mengajar, 4). Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, 5). Penilaian dari atasan dan pengawas, 6). Prestasi akademik, 7). Karya pengembangan profesi, 8). Keikutsertaan dalam forum ilmiah, 9). Pengalaman organisasi di bidang pendidikan dan social, 10). Penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.

Fungsi portofolio dalam sertifikasi guru untuk menilai kompetensi guru dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai agen pembelajaran. Kompetensi pedagogic dinilai antara lain melalui dokumen kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. Kompetensi kepribadian dan kompetensi social dinilai antara lain melalui dokumen penilaian dari atasan dan pengawas, kompetensi professional dinilai antara lain melalui dokumen kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, dan prestasi akademik. [22]

Dari penjelasan di atas, dapat difahami bahwa hubungan kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi sangat erat satu dengan yang lainnya. Ketika guru sudah mempunyai kualifikasi dalam akademik, hendaknya guru dan dosen memiliki kompetensi, kemudian kualifikasi dan kompetensi tersebut diukur atau dinilai dari sertifikasi yang dilakukan oleh pemerintah. Proses yang telah dilalui oleh guru dan dosen tersebut akan menghasilkan tenaga yang professional. Keprofesionalan harus ditunjukkan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi yang telah ditetapkan oleh pemerintah bagi guru dan dosen.

E. HAK DAN KEWAJIBAN/TANGGUNG JAWAB GURU DAN DOSEN

Hak dan kewajiban guru dan dosen sudah diatur dalam pasal 14, 20, 51, dan 60 UU No. 14 Tahun 2005 yang berbunyi:

Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak:

a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan social;

b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;

c. memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;

d. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;

e. memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan;

f. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan;

g. memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam menjalankan tugas;

h. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi;

i. memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;

j. memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatan kualifikasi akademik dan kompetensi; dan /atau

k. memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.

Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban:

a. merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;

b. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;

c. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status social ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;

d. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dank ode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan

e. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berhak:

a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan social;

b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;

c. memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;

d. memperoleh kesempatan untuk meningkatan kompetensi, akses sumber belajar, informasi, sarana dan prasarana pembelajaran, serta penelitian dan pengabdian kepada masyarakat;

e. memiliki kebebasan akademik, mimbar akademik, dan otonomi keilmuan; dan

f. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan menentukan kelulusan peserta didik; dan

g. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi/organisasi profesi keilmuan.

Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berkewajiban :

a. melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat;

b. merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;

c. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetisi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;

d. bertindak objektif dan tidak deskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, kondisi fisik tertentu, atau latar belakang sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;

e. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dank ode etik, serta nilai-nilai agama dan etika; dan

f. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

Tanggung jawab pendidik sebagai mana disebutkan oleh Abd al-Rahman al-Nahlawi adalah, mendidik individu supaya beriman kepada Allah dan melaksanakan syariatNnya, mendidik diri supaya beramal saleh, dan mendidik masyarakat untuk saling menasehati dalam melaksanakan kebenaran, saling menasehati agar tabah dalam menghadapi kesusahan beribadah kepada Allah serta menegakkan kebenaran. Tanggung jawab itu bukan hanya sebatas tanggung jawab moral seorang pendidik terhadap peserta didik, akan tetapi lebih jauh dari itu. Pertanggung-jawabkan atas segala tugas yang dilaksanakannya kepada Allah sebagai mana hadits Rasul.

Artinya :

“ Dari Ibnu Umar r.a berkata : Rasulullah SAW bersabda : masing-masing kamu adalah pengembala dan masing-masing bertanggung jawab atas pengembalanya : pemimpin adalah pengembala, suami pengembala terhadap pengembala anggota keluarga, dan istri adalah pengembala di tengah-tengah rumah tangga suaminya dan terhadap anaknya. Setiap orang di antara kalian adalah pengembala, dan masing-masing bertanggung jawab atas apa yang di-gembalanya”. (H R Bukhari dan Muslim)

Karena luasnya ruang lingkup tanggung jawab pendidikan Islam, maka orang tua memiliki keterbatasan dalam mendidik anak. Tanggung jawab tersebut diamanahkan kepada pendidik yang berada di sekolah. [23]

Dari uraian di atas, hak dan kewajiban/ tanggung jawab guru dan dosen sudah berimbang. Kewajiban yang dibebankan kepada guru dan dosen diiringi dengan pemberian hak yang wajar merupakan upaya yang baik dari pemerintah. Tetapi dalam pelaksanaannya hak-hak yang dicantumkan dalam peraturan belum terealisasi sebagaimana mestinya.

F. KODE ETIK DAN PEMBINAAN KARIR GURU DAN DOSEN

Kode etik dalam pasal 43 ayat 2 UU No 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen dijelaskan berisi norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan.

Kongres XIII PGRI pada bulan November 1973 telah ditetapkan AD dan ART, program umum, program kerja organisasi, dan kode etik guru. Hal ini merupakan catatan sejarah bagi para pendidik di Indonesia, karena pada kesempatan itu dinyatakan perubahan eksistensi organisasi dari serikat sekerja menjadi organisasi profesi.[24]

Kode etik merupakan sejumlah nilai-nilai atau norma-norma sebagai suatu kesatuan yang menjadi pedoman sikap dan tingkah laku para pejabat yang memangku keahlian tertentu dalam menjalankan tugas/pekerjaannya sehari-hari.

Kode etik guru pada garis besarnya mengatur hal-hal seperti: Pertama, mengatur hubungan guru dengan murid; Kedua, mengatur hubungan guru dengan teman sekerjanya; Ketiga, mengatur hubungan guru dengan oraang tua dan masyarakat; Keempat, mengatur hubungan guru dengan jabatan atau profesinya, Kelima, mengatur hubungan guru dengan pemerintah.[25]

Kode etik pendidik dalam pendidikan Islam, sebagaimana yang dikemukakan oleh Al-Kanani yang dikuti oleh Ramayulis adalah menyangkut persyaratan seorang pendidik terdiri atas tiga macam, yaitu: Pertama, yang berkenaan dengan diri pendidik sendiri, persyaratannya terdiri dari sebelas poin. Kedua, persyaratan yang berhubungan dengan pelajaran (paedagogis – didaktis), hal ini terdiri dari dua belas poin. Ketiga, sikap guru di tengah-tengah para muridnya, hal ini terdiri dari sembilan poin.[26]

Tujuan penetapan kode etik guru adalah untuk menjunjung tinggi martabat profesi guru; menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota profesi guru; meningkatkan pengabdian anggota profesi guru dalam pembangunan bangsa dan Negara; meningkatkan kualitas guru; meningkatkan kualitas organisasi profesi guru.[27]

Pembinaan dan pengembangan karier guru dan dosen meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi. Hal ini akan diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan. Semoga apa yang telah direncanakan oleh pemerintah untuk pembinaan dan pengembangan karier dapat direalisasikan dengan baik sesuai dengan aturan yang berlaku.

Analisa yang dapat diungkapkan dalam kode etik dan pembinaan karier guru dan dosen adalah bahwa dengan adanya kode etik dapat menjadi rambu-rambu atau pedoman guru dalam menjalankan tugas keprofesionalannya. Kode etik tersebut disusun dan ditetapkan oleh organisasi profesi guru. Pembinaan dan pengembangan karier guru dan dosen erat kaitannya dengan pendanaan yang ada, maka dalam hal ini guru dan dosen belum dapat memaksakan kehendak agar pemerintah segera untuk merealisasikannya. Padahal pembinaan akan mempengaruhi keprofesionalan dalam menjalankan tugas mereka.

G. SANKSI-SANKSI JABATAN GURU DAN DOSEN

PADA LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM

Menurut ketentuan UU RI No. 14 Tahun 2005 dijelaskan sanksi terhadap guru dan dosen yang tidak menjalankan tugas dan kewajibannya pada pasal 77 dan 78 secara bertahap berupa: teguran, peringatan tertulis, penundaan pemberian hak gurudan dosen, penurunan pangkat, pemberhentian dengan hormat, atau pemberhentian tidak dengan hormat.

Dalam pendidikan Islam, guru dan dosen telah diberikan amanah oleh orang tua atau wali peserta didik. Oleh karena itu, tugas dan tanggung jawab harus dilaksanakan dengan baik. Tanggung jawab dalam Islam bernilai keagamaan, berarti kelalaian seseorang akan dipertanggungjawabkan di hari akhir. Selain itu juga bernilai keduniawian, berarti kelalaian seseorang dapat dituntut di pengadilan sesuai dengan aturan yang berlaku.[28]

Sanksi yang terberat bagi guru dan dosen adalah sanksi yang diberikan oleh masyarakat. Jabatan atau profesi guru dan dosen sangat mulia di mata masyarakat sebagai pendidik dan pengajar. Kedudukan tersebut dapat berubah menjadi hina ketika guru dan dosen melakukan tindakan yang melanggar aturan agama atau etika yang berlaku dalam masyarakat.

H. PENUTUP

Dari uraian di atas, dapat difahami bahwa keprofesionalan guru dan dosen tercermin dari hakikat sebagai pendidik dan pengajar. Kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi yang telah diatur melalui undang-undang harus diterima dengan lapang dada oleh guru dan dosen dan dilaksanakan guna mencapai tujuan pendidikan. Kode etik guru merupakan pedoman norma yang mengikat dalam menjalankan tugas keprofesionalan. Sanksi yang diberikan kepada guru dan dosen juga telah diatur berdasarkan undang-undang, namun dalam pendidikan Islam sanksi yang diberikan tidak hanya berkaiatan dengan urusan duniawi saja, tetapi kesalahan tersebut harus dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.

Makalah ini belum mencapai kesempurnaan, kesalahan dan kekurangan menjadikan keterbatasan pemakalah. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari peserta diskusi sangat diharapkan untuk kesempurnaan isi makalah ini. Semoga apa yang dilakukan tersebut mendapat ridha dari Allah. A


[1] Redaksi Sinar Grafindo, UU SISDIKNAS 2003 (UU RI No. 20 Th. 2003), (Jakarta: Sinar Grafindo, 2006), Cet. Ke-3,

[2] Ibid,

[3] Redaksi Tamita Utama, Undang-Undang Nomor 14 Tentang Guru dan Dosen Serta Standar Nasional Pendidikan Tahun 2005 (Jakarta: Tamita Utama, 2006),

[4] Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007),

[5] Oemar Hamalik, Pendidikan Guru, Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004),

[6] Ibid.,

[7] Mulyasa, op., cit, h. 39-40

[8] Syafruddin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, (Padang: IAIN IB Press, 1999), Cet. Ke-1

[9] Sanusi Uwes, Manajemen Pengembangan Mutu Dosen, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), Cet. Ke-1,

[10] Afnibar, Memahami Profesi dan Kinerja Guru, (Jakarta: The Minangkabau Foundation, 2005), Cet. Ke-3,

[11] Ibid., h.

[12] Ibid.,

[13] Oemar Hamalik, op., cit,

[14] Redaksi Timita Utama, op., cit,

[15] Afnibar, op., cit, h

[16] Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), Cet. Ke-2,

1 komentar:

Unknown mengatakan...

.
Izinkan kami mempromosikan usaha foto copi kami.
Silahkan kunjungi
https://boomfotocopy.wordpress.com/
Terimakasih admin sebelumnya

Popular Posts