Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Labels

27 Juni 2008

Konsep Adil dalam AL-Quran

Oleh: Riwayat

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil,”(QS. Al-Mumtahanah: 8). Berbuat adil adalah sifat mulia yang disukai oleh Allah, Secara konsep keadilah adalah memberikan hak kepada pemiliknya tanpa memihak, tanpa diskriminasi, kemudian meletakkan sesuatu sesuai porsinya. Secara konsep definisi keadilan begitu enak dibaca dan didengar, pertanyaannya adalah apakah keadilan sudah terwujud dalam kehidupan kita? Banyak orang secara konsep mengetahui dan menguasai, bahkan semua yang berhubungan dengan keadilah ia tahu, tetapi dalam tataran kehidupan ia belum mampu mengejawantahkannya. Yang mengatahui konsep keadilan belum mampu menjalankan, apalagi yang buta masalah hokum tentu akan makin jauh dari sikap adil?

Memang, permasalahan muncul bukan pada tataran pemahaman adil secara konsep, melainkan merujuk kepada aspek aplikasi, terkadang seseorang secara konsep paham dan hafal apa itu keadilan, tetapi perbuatannya jauh dari sikap adil itu sendiri. Kenapa hal ini terjadi? kemungkinan kesengajaan, merasa berat untuk berbuat adil.

Atau, tidak berlaku adil karena terpaksa, atau terpaksa berpura-pura masa bodoh terhadap tegaknya suatu keadilan? Terkadang, demi keuntungan pribadi, kelompok, kita rela mengadaikan keadilan, kita rela menzalimi orang lain, bahkan dengan bengis dan tanpa perasaan kita korbankan nyawa orang lain untuk menyembunyikan kebusukan kita, orang yang berusaha berjuang demi keadilan kita bungkam dan kita kebiri.

Tidak itu saja, karena kedengkian dan kebencian kepada suatu kaum atau golongan tertentu membuat seseorang tidak berlaku adil. Ironinya kita sendiri sebagai aparat penegak keadilan, penegak hokum, kita bukan menjadi panutan dalam menegakkan hokum, contoh dalam memancangkan keadilan di bumi ini, malah sebaliknya kita sendiri yang menghianati dan memberangus keadilan di tengah masyarakat, padahal kita di perintahkan oleh Allah untuk berlaku adil dan menjadi saksi yang adil.

Meskipun demikian, kebencian di hati hendaknya tidak membuat kita tidak berlaku adil, di sisi lain, kita tidak dibenarkan menghianati keadilan, bila kita mampu menegakkan keadilan, mampu menjadi saksi yang adil, maka menegakkan keadilan adalah suatu pilihan meskipun pahit,”Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan,” (QS. Al-Maidah: 8).

Terkadang, kita sedih melihat aparat penegak hokum kita, hanya demi keuntungan sedikit, mereka rela menjual hokum, menjual keadilah, membenamkan keadilan dan mengorbankan orang lain demi keuntungan pribadi. Seperti saling suap dan menyuap agar terbebas dari jeratan hokum, padahal penyuap dan penerima suap sama-sama masuk neraka,”orang yang menyuap dan menerima suap sama-sama masuk neraka,”(HR. Bukhari). Dalam hadis yang lain, Nabi Saw. mengatakan bahwa Allah melaknat orang yang menyuap dan meneriam suap,”laknat Allah itu atas orang yang menyuap dan yang menerima suap,”(HR. Al-Khamsah).

Konsep keadilan dalam Al-Quran dan hadis memp[osisikan diri secara jelas tanpa kompromi dan diskriminasi, kita diperintahkan semaksimal mungkin untuk selalu obyektif terhadap keputusan yang akan diambil. Menghindari sikap sentimen kesukuan, kebencian dalam memutuskan suatu perkara sehingga dapat bersikap adil, apabila seseorang berlaku adil maka ia akan lebih dekat kepada kebajikan yang sempurna, sebaliknya jika tidak berlaku adil maka kebajikan akan makin jauh dari kehidupan kita.

Namun, banyak orang merasa tidak mendapatkan keadilah hokum dinegeri ini, walaupun banyak pengadilan, tetapi keadilan masih langka, keadilan masih seperti barang langka yang susah untuk dicari, ada juga yang mengatakan hokum dapat dibeli, siapa yang banyak memberi ujang dialah yang akan mendapat keadilan menurut keinginannya sendiri, sesuai versinya sendiri, keadilan hanya menjadi komodititas bisnis dan mesin penghasil uang.

Adil adalah perintah Allah Swt. “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan,” (QS. An-Nahl: 90). Meskipun berbuat adil bagian dari perintah Allah, tetapi banyak di antara manusia yang mengabaikan berbuat adil, mereka berkecenderungan berbuat kecurangan, kezaliman, kelaliman demi keuntungan pribadi, kelompok, dan golongan tertentu, bahkan demi etnis tertentu. Padahal Allah mengancam bagi para pembelot dari kebenaran dan keadilan dengan ancaman neraka,”Adapun orang-orang yang menyimpang dari kebenran maka mereka menjadi kayu api bagi neraka jahanam,”(QS. Al-Jin: 15).

Perlu kiranya kita membuka kembali sejarah kehidupan Rasulullah Saw. Ibnu Ishaq menceritakan,” Rasulullah Saw. Telah berlaku adil pada beberapa barisan sahabat di Hari Badar. Beliau memegang sebuah gelas untuk berlaku adil di antara kaum, kemudian lewat di depan sawad bin Ghazyah [sekutu Bani Adi Bin najar yang keluar dari barisan]. Beliau memukul perut Sawad dengan gelas itu dan berkata,’Luruskan, ya Sawad!’ Setelah itu, Sawad berkata,’Ya Rasulullah, saya sakit oleh Engkau, sedang Allah telah mengutu Engkau dengan hak dan adil, maka biarkanlah saya marah, kemudian membalas perbuatan Engkau-Rasul Saw. Membuka perutnya dan berkata,’Balaslah (aku)!’ Maka Sawd memeluk rasulullah Saw. Lalu mencium perutnya maka beliau bertanya kepada Sawad,’Apa yang membuatmu seperti ini, ya Sawad?’ Ia menjawab,’Ya Rasulullah, sebagaimana Engkau lihat, saya ingin menjadikan pertemuan terakhir dengan Engkau ini, kulit saya bersentuhan dengan kulit Engkau.’ Maka Rasulullah mendoakan kebaikan bagi Sawad.” (Sirah Ibnu Hisyam, 2:456).

Suatu saat, Makhzumiyah mencuri, kemudian dibela oleh Usamah bin Zaid agar bebas dari hukuman potong tangan. Ketika Rasulullah Saw. mengetahui peristiwa tersebut, Rasulullah marah dan berkhotbah,”Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian telah binasa. Jika orang yang terhormat yang mencuri, mereka membiarkannya, sedangkan bila yang mencuri orang lemah mereka tegakkan hokum kepadanya. Demi Allah, seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, niscaya aku potong tangannya,”(HR. Muslim).

Sebagai seorang Rasul Allah, Nabi Muhammad Saw. memberi contoh bagaimana berbuat adil, Beliau melindungi sahabatnya agar tidak terpukul, melindungi darah agar tidak tercecer, melindungi harta mereka agar tidak dijarah, melindungi kehormatan agar tidak dilecehkan, diambil, melindungi hak-hak mereka agar tidak dirampas. Contoh-contoh tersebut hendaknya menjadikan kita lebih dekat kepada sikap untuk konsekuen di jalan keadilan.

Di antara bidang keadilan yang dapat kita temui dalam Al-Quran adalah sebagai berikut sebagai berikut:

Pertama, adil terhadap diri sendiri, dengan cara tidak berbuat yang menjerumuskan diri mendapat azab Allah.”Dan barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri,”(QS. Ath-Thalaq: 1). Padahal kezaliman adalah suatu perbuatan yang bertentangan dengan keadilan. Nabi Ibrahim As dan Hawa berbuat zalim terhadap dirinya, mereka berdua mengakui kalau diri mereka telah berbuat zalim.”Mereka berdua berkata,”Ya Rabb kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri,”(QS. Al-araf: 23). Sebenarnya ketika kita berbuat zalim terhadap diri sendiri, maka sikap zalim kita tersebut termasuk perbuatan tidak adil.

Kedua, adil dalam keluarga, laki-laki menikah lebih dari satu, syarat yang harus dipenuhi adalah sikap adil terhadap mereka, jika sikap adil tidak terpenuhi maka menurut konsep Al-quran, lebih baik menikahi seorang istri saja (QS. An-Nisa: 3). Dalam berkeluarga, beristri keadilan juga menjadi acuan, terutama bila seseorang ingin berpoligami, dalam memberi nafkah keluarga dan anak-anak kita-pun dituntut untuk berlaku adil..

Ketiga, adil terhadap anak yatim.”Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi,”(QS. An-Nisa: 3). Ketika kita dekat dengan anak yatim atau bahkan mengurus kepentingan anak yatim di situ godaan untuk menghianati harta dan amanh-amanah orang lain untuk anak yatim terbuka lebar, untuk Allah berpesan kepada kita agar berhati-hati dan selalu mengutamakan keadilan dfalam mengurus anak yatim.

Keempat, adil terhadap ahli kitab, Ketika para ahli kitab dalam keraguan, kita sebagai umat Islam disuruh oleh Allah untuk menyeru mereka, dan kita disuruh untuk mengatakan beriman pada semua kitab-kitab Allah dan berlaku adil terhadap mereka.(QS. Asy-Syura: 14-15). Kita juga tidak dilarang untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap mereka yang tidak memerangi kita (QS. Al-Mumtahanah: 8). Meskipun kita berbeda dalam keyakinan dengan mereka, tetapi semua itu tidak menyurutkan kita untuk tidak berlaku adil, sebab berlaku adil kepada mereka adalah perintah Allah yang wajib kita laksanakan, memang akan terasa berat untuk melakukannya, tetapi disitulah letak perjuangan kita dalam menegakkan keadilan.

Kelima, adil dalam transaksi perdagangan.”Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil,”(QS. Al-An-am: 152). Terkadang kita meremehkan tentang keadilan dalam menakar dan menimbang, padahal Allah menyuruh kita untuk berlaku adil terhadap hal tersebut. Banyak masyarakat kita terutama yang berdagang dan sering mengguanakan alat Bantu berupa timbangan, mereka sering tergoda untuk mengambil keuntungan dengan mengurangi timbangan dan takaran. Bahkan demi keuntungan yang sedikit kita rela mengorbankan konsumen dengan mengurangi kualitas dan takaran, padahal perbuatan itu dilartang oleh agama kita.

Keenam, adil dalam memutuskan perkara,”Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah keduannya…dengan (keputusanyang ) adil. Dan berlaku adillah sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil,”(QS.Al-Hujarat: 9). Ketujuh, Adil dalam hokum.”Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka dengan adil, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil,”(QS. Al-Maidah: 42). Allahu a’lam bisawwab.

0 komentar:

Popular Posts