Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Labels

23 Juni 2008

Pembangunan Ka'bah

Cerita ini diambil dari sejarah yang hampir merupakan
konsensus dalam garis besarnya tentang kepergian Ibrahim dan
Ismail ke Mekah, meskipun terdapat perbedaan dalam detail. Dan
yang memajukan kritik atas peristiwa secara mendetail itu
berpendapat, bahwa Hajar dan Ismail telah pergi ke lembah yang
sekarang terletak Mekah itu dan bahwa di tempat itu terdapat
mata air yang ditempati oleh kabilah Jurhum. Hajar disambut
dengan senang hati oleh mereka ketika ia datang bersama
Ibrahim dan anaknya ke tempat itu. Sesudah Ismail besar ia
kawin dengan wanita Jurhum dan mempunyai beberapa orang anak.
Dari percampuran perkawinan antara Ismail dengan unsur-unsur
Ibrani-Mesir di satu pihak dan unsur Arab di pihak lain,
menyebabkan keturunannya itu membawa sifat-sifat Arab, Ibrani
dan Mesir. Mengenai sumber yang mengatakan tentang Hajar yang
kebingungan setelah melihat air yang habis menyerap serta
tentang usahanya berlari tujuh kali dari Shafa dan Marwa dan
tentang sumur Zamzam dan bagaimana air menyembur, oleh mereka
masih diragukan.

Sebaliknya William Muir menyangsikan kepergian Ibrahim dan
Ismail itu ke Hijaz dan ia menolak dasar cerita itu.
Dikatakannya, bahwa itu adalah Israiliat (Yudaica) yang
dibuat-buat orang Yahudi beberapa generasi sebelum Islam, guna
mengikat hubungan dengan orang Arab yang sama-sama sebapa
dengan lbrahim, kalau Ishaq itu yang menjadi nenek-moyang
orang Yahudi. Jadi apabila saudaranya, Ismail itu moyang orang
Arab, maka mereka adalah saudara sepupu yang akan menjadi
kewajiban orang Arab pula menerima baik emigran orang-orang
Yahudi ke tengah-tengah mereka, dan akan memudahkan
perdagangan orang Yahudi di seluruh jazirah Arab. Pengarang
Inggris ini mendasarkan pendapatnya pada cara-cara peribadatan
di negeri-negeri Arab yang tak ada hubungannya dengan agama
Ibrahim, sebab mereka sudah benar-benar hanyut dalam
paganisma, sedang agama Ibrahim agama murni.

Kita tidak melihat bahwa argumentasi demikian itu sudah cukup
kuat untuk menghilangkan kenyataan sejarah. Jauh beberapa abad
sesudah meninggalnya Ibrahim dan Ismail paganisma Arab tidak
menunjukkan bahwa mereka memang sudah demikian tatkala Ibrahim
datang ke Hijaz dan tatkala ia dan Ismail bersama-sama
membangun Ka'bah. Andaikata waktu itu paganisma sudah ada,
tentu itu akan memperkuat pendapat Sir William Muir.
Masyarakat Ibrahim sendiri waktu itu menyembah berhala dan ia
berusaha mengajak mereka ke jalan yang benar, tapi tidak
berhasil. Apabila ia mengajak masyarakat Arab seperti mengajak
masyarakatnya sendiri, lalu tidak berhasil, dan orang-orang
Arab itu tetap menyembah berhala, tentu hal itu tidak sesuai
dengan kepergian Ibrahim dan Ismail ke Mekah. Keterangan
sejarah itu secara logika bahkan lebih kuat. Ibrahim yang
telah keluar dari Irak karena mau menghindar dari keluarganya,
ia pergi ke Palestina dan Mesir, adalah orang yang mudah
bepergian dan biasa mengarungi sahara. Sedang jalan antara
Palestina dan Mekah sejak dahulu kala sudah merupakan
lalu-lintas terbuka bagi para kafilah. Dengan demikian tidak
pula pada tempatnya orang meragukan kenyataan sejarah yang
dalam garis besamya sudah menjadi konsensus itu.

Sir William Muir dan mereka yang menunjang pendapatnya itu
mengatakan tentang kemungkinan adanya segolongan anak-anak
Ibrahim dan Ismail sesudah itu yang pindah dari Palestina ke
negeri-negeri Arab serta adanya pertalian mereka dalam arti
hubungan darah. Kita tidak mengerti, kalau kemungkinan
mengenai anak-anak Ibrahim dan Ismail ini bagi mereka dapat
diterima, sedang kemungkinan mengenai kedua orang itu sendiri
tidak! Bagaimana akan dikatakan belum dapat dipastikan padahal
peristiwa sejarah sudah memperkuatnya. Bagaimana pula takkan
terjadi padahal sumbernya sudah tak dapat diragukan lagi dan
sudah disebutkan dalam Quran dan dibicarakan juga dalam
kitab-kitab suci lainnya!

Ibrahim dan Ismail lalu mengangkat sendi-sendi Rumah Suci itu
dan "Bahwa rumah pertama dibuat untuk manusia beribadat ialah
yang di Mekah itu, sudah diberi berkah dan bimbingan bagi
semesta alam. Disitulah terdapat keterangan-keterangan yang
jelas sebagai Maqam (tempat) Ibrahim; barangsiapa memasukinya
menjadi aman." (Qur'an, 3: 96-97)

"Dan ingatlah, Kami jadikan Rumah itu tempat berkumpul bagi
manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah Maqam Ibrahim itu
tempat bersembahyang, dan kami serahkan kepada Ibrahim dan
Ismail menyucikan RumahKu bagõ mereka yang bertawaf, mereka
yang tinggal menetap dan mereka yang ruku' dan sujud. Dan
ingatlah tatkala Ibrahim berkata: 'Tuhanku, jadikan tempat ini
Kota yang aman dan berikanlah buah-buahan kepada penduduknya,
mereka yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian.' Ia
berkata: 'Dan bagi barangsiapa yang menolak iman akan Kuberi
juga kesenangan sementara, kemudian Kutarik ia ke dalam siksa
api, tujuan yang paling celaka,. Dan ingatlah tatkala Ibrahim
dan Ismail mengangkat sendi-sendi Rumah Suci itu (mereka
berdoa): 'Tuhan, terimalah ini dari kami. Sesungguhnyalah
Engkau Maha mendengar, Maha mengetahui." (Qur,an, 2: 125-127)

Bagaimana Ibrahim mendirikan Rumah itu sebagai tempat tujuan
dan tempat yang aman, untuk mengantarkan manusia supaya
beriman hanya kepada Allah Yang Tunggal lalu kemudian menjadi
tempat berhala dan pusat penyembahannya? Dan bagaimana pula
cara-cara peribadatan itu dilakukan sesudah lbrahim dan
Ismail, dan dalam bentuk bagaimana pula dilakukan? Dan sejak
kapan cara-cara itu berubah lalu dikuasi oleh paganisma? Hal
ini tidak diceritakan kepada kita oleh sejarah yang kita
kenal. Semua itu baru merupakan dugaan-dugaan yang sudah
dianggap sebagai suatu kenyataan. Kaum Sabian1 yang menyembah
bintang mempunyai pengaruh besar di tanah Arab. Pada mulanya
mereka - menurut beberapa keterangan - tidak menyembah bintang
itu sendiri, melainkan hanya menyembah Allah dan mereka
mengagungkan bintang-bintang itu sebagai ciptaan dan
manifestasi kebesaranNya. Oleh karena lebih banyak yang tidak
dapat memahami arti ketuhanan yang lebih tinggi, maka
diartikannya bintang-bintang itu sebagai tuhan. Beberapa macam
batu gunung dikhayalkan sebagai benda yang jatuh dan langit,
berasal dan beberapa macam bintang. Dari situ mula-mula
manifestasi tuhan itu diartikan dan dikuduskan, kemudian
batu-batu itu yang disembah, kemudian penyembahan itu dianggap
begitu agung, sehingga tidak cukup bagi seorang orang Arab
hanya menyembah hajar aswad (batu hitam) yang di dalam Ka'bah,
bahkan dalam setiap perjalanan ia mengambil batu apa saja dan
Ka'bah untuk disembah dan dimintai persetujuannya: akan
tinggal ataukah akan melakukan perjalanan. Mereka melakukan
cara-cara peribadatan yang berlaku bagi bintang-bintang atau
bagi pencipta bintang-bintang itu. Dengan cara-cara demikian
menjadi kuatlah kepercayaan paganisma itu, patung-patung
dikuduskan dan dibawanya sesajen-sesajen untuk itu sebagai
kurban.

Ini adalah suatu gambaran tentang perkembangan agama itu di
tanah Arab sejak Ibrahim membangun rumah sebagai tempat
beribadat kepada Tuhan, sebagaimana dilukiskan oleh beberapa
ahli sejarah dan bagaimana pula hal itu kemudian berbalik dan
menjadi pusat berhala. Herodotus, bapa sejarah, menerangkan
tentang penyembahan Lat itu di negeri Arab. Demikian juga
Diodorus Siculus mcnyebutkan tentang rumah di Mekah yang
diagungkan itu. Ini menunjukkan tentang paganisma yang sudah
begitu tua di jazirah Arab dan bahwa agama yang dibawa Ibrahim
di sana bertahan tidak begitu lama.

Dalam abad-abad itu sudah datang pula para nabi yang mengajak
kabilah-kabilah jazirah itu supaya menyembah Allah
semata-mata. Tetapi mereka menolak dan tetap bertahan pada
paganisma. Datang Hud mengajak kaum 'Ad yang tinggal di
sebelah utara Hadzramaut supaya menyembah hanya kepada Allah;
tapi hanya sebagian kecil saja yang ikut. Sedang yang sebagian
besar malah menyombongkan diri dan berkata: "O Hud, kau datang
tidak membawa keterangan yang jelas, dan kami tidak akan
meninggalkan tuhan-tuhan kami hanya karena perkataanmu itu.
Kami tidak percaya kepadamu." (Qur'an, 11: 53) Bertahun-tahun
lamanya Hud mengajak mereka. Hasilnya malah mereka bertambah
buas dan congkak. Demikian juga Saleh datang mengajak kaum
Thamud supaya beriman. Mereka ini tinggal di Hijr yang
terletak antara Hijaz dengan Syam di Wadi'l-Qura ke arah timur
daya dari Mad-yan (Midian) dekat Teluk 'Aqaba. Sama saja,
hasil ajakan Saleh itu tidak lebih seperti ajakan Hud juga.
Kemudian datang Syu'aib kepada bangsa Mad-yan yang terletak di
Hijaz, mengajak supaya mereka menyembah Allah. Juga tidak
didengar Merekapun mengalami kehancuran seperti yang terjadi
terhadap golongan 'Ad dan Thamud.

Selain para nabi itu juga Qur'an telah menceritakan tentang
ajakan mereka supaya menyembah Allah yang Esa. Sikap golongan
itu begitu sombong. Mereka tetap bersikeras hendak menyembah
berhala dan bermohon kepada berhala-berhala dalam Ka'bah itu.
Mereka berziarah ke tempat itu setiap tahun; mereka datang
dari segenap pelosok jazirah Arab. Dalam hal ini turun firman
Tuhan: "Dan Kami tidak akan mengadakan siksaan sebelum Kami
mengutus seorang rasul."(Qur'an 17: 15)

Sejak didirikannya Mekah di tempat itu sudah ada
jabatan-jabatan penting seperti yang dipegang oleh Qushayy bin
Kilab pada pertengahan abad kelima Masehi. Pada waktu itu para
pemuka Mekah berkumpul. Jabatan-jabatan hijaba, siqaya,
rifada, nadwa, liwa' dan qiyada dipegang semua oleh Qushay.
Hijaba ialah penjaga pintu Ka'bah atau yang memegang kuncinya.
Siqaya ialah menyediakan air tawar - yang sangat sulit waktu
itu bagi mereka yang datang berziarah serta menyediakan
minuman keras yang dibuat dari kurma. Rifada ialah memberi
makan kepada mereka semua. Nadwa ialah pimpinan rapat pada
tiap tahun musim. Liwa' ialah panji yang dipancangkan pada
tombak lalu ditancapkan sebagai lambang tentara yang sedang
menghadapi musuh, dan qiyada ialah pimpinan pasukan bila
menuju perang. Jabatan-jabatan demikian itu di Mekah sangat
terpandang. Dalam masalah ibadat seolah pandangan orang-orang
Arab semua tertuju ke Ka'bah itu.

Saya kira semua itu datangnya bukan sekaligus ketika rumah itu
dibangun, melainkan satu demi satu, pada satu pihak tak ada
hubungannya satu sama lain dengan Ka'bah serta kedudukannya
dalam arti agama, di pihak lain sedikit banyak memang ada juga
hubungannya.

Tatkala Ka'bah dibangun menurut gambaran yang ada dalam khayal
kita - tidak lebih Mekah hanya terdiri dari kabilah-kabilah
Amalekit dan Jurhum. Sesudah Ismail menetap di sana dan
bersama-sama dengan ayahnya memasang sendi-sendi rumah itu,
barulah Mekah mengalami perkembangan. Untuk beberapa waktu
yang cukup lama kemudian ia menjadi sebuah kota atau yang
menyerupai kota. Kita katakan menyerupai kota, karena Mekah
dengan penduduknya waktu itu masih membawa sifat sisa-sisa
keterbelakangan dalam arti yang sangat bersahaja. Beberapa
penulis sejarah tidak keberatan dalam menyebutkan, bahwa Mekah
itu masih terbelakang sebelum semua urusan berada di tangan
Qushayy pada pertengahan abad kelima Masehi itu. Sukar bagi
kita akan dapat membayangkan suatu daerah seperti Mekah dengan
Rumah Purbanya yang dianggap suci itu akan tetap berada dalam
suasana hidup pengembaraan. Padahal sejarah membuktikan bahwa
persoalan Rumah Suci itu berada di tangan Ismail dalam
lingkungan keluarga Jurhum selama beberapa generasi kemudian.
Mereka tinggal di sekitar tempat itu, di samping Mekah masa
itu memang tempat pertemuan kafilah-kafilah dalam perjalanan
ke Yaman, Hira, Syam dan Najd. Juga hubungannya dengan Laut
Merah yang tidak jauh dari tempat itu merupakan hubungan
langsung dengan perdagangan dunia. Sukar akan dapat
dibayangkan adanya suatu daerah dalam keadaan demikian itu
akan tetap tanpa ada pendekatan dari dunia lain dari segi
peradabannya. Beralasan sekali dugaan kita, bahwa Mekah, yang
sudah didoakan oleh Ibrahim dan ditetapkan Allah akan menjadi
suatu daerah yang aman sentosa, sudah mengenal hidup stabil
selama beberapa generasi sebelum Qushayy.

Meskipun sudah dikalahkan oleh Amalekit, Mekah masih di tangan
Jurhum sampai pada masa Mudzadz bin 'Amr ibn Harith. Selama
dalam masa generasi ini perdagangan Mekah mengalami
perkembangan yang pesat sekali di bawah kekuasaan orang-orang
yang biasa hidup mewah, sehingga mereka lupa bahwa mereka
berada di tanah tandus dan bahwa mereka perlu selalu berusaha
dan selalu waspada. Demikian lalainya mereka itu sehingga
Zamzam menjadi kering dan pihak kabilah Khuza'a merasa perlu
memikirkan akan turut terjun memegang pimpinan di tanah suci
itu.

Peringatan Mudzadz kepada masyarakatnya tentang akibat hidup
berfoya-foya, tidak berhasil. Ia yakin sekali bahwa hal ini
akan menghanyutkan mereka semua. Kemudian ia berusaha menggali
Zamzam lebih dalam lagi. Diambilnya dua buah pangkal pelana
emas dari dalam Ka'bah beserta harta yang dibawa orang sebagai
sesajen ke dalam Rumah Suci itu. Dimasukkannya semua itu ke
dalam dasar sumur, sedang pasir yang masih ada di dalamnya
dikeluarkan, dengan harapan pada suatu waktu ia akan
menemukannya kembali. Ia keluar dengan anak-anak Ismail dari
Mekah. Kekuasaan sesudah itu dipegang oleh Khuza'a. Demikian
seterusnya turun-temurun sampai kepada Qushayy bin Kilab,
nenek (kakek) Nabi Muhammad yang kelima.

Fatimah bint Sa'd bin Sahl kawin dengan Kilab dan mempunyai
anak bernama Zuhra dan Qushayy. Kilab meninggal dunia ketika
Qushayy masih bayi. Kemudian Fatimah kawin lagi dengan Rabi'a
bin Haram. Kemudian mereka pergi ke Syam dan di sana Fatimah
melahirkan Darraj. Qushayy semakin besar juga dan ia hanya
mengenal Rabi'a sebagai ayahnya. Lambat-laun antara Qushayy
dengan pihak kabilah Rabi'a terjadi permusuhan. Ia dihina dan
dikatakan berada di bawah perlindungan mereka, padahal bukan
dari pihak mereka Qushayy mengadukan penghinaan itu kepada
ibunya.

"Ayahmu lebih mulia dari mereka," kata ibunya kepada Qushayy.
"Engkau anak Kilab bin Murra, dan keluargamu di Mekah
menempati Rumah Suci."

Qushayy lalu pergi ke Mekah, dan menetap di sana. Karena
pandangannya yang baik dan mempunyai kesungguhan, orang-orang
di Mekah sangat menghormatinya. Pada waktu itu pengawasan
Rumah Suci di tangan Hulail bin Hubsyia - orang yang
berpandangan tajam dari kabilah Khuza'a. Tatkala Qushayy
melamar puterinya, Hubba, ternyata lamarannya diterima baik
dan kawinlah mereka. Qushayy terus maju dalam usaha dan
perdagangannya, yang membuat ia jadi kaya, harta dan
anak-anaknya pun banyak pula. Di kalangan masyarakatnya ia
makin terpandang. Hulail meninggal dengan meninggalkan wasiat
supaya kunci Rumah Suci di tangan Hubba puterinya. Tetapi
Hubba menolak dan kunci itu dipegang oleh Abu Ghibsyan dari
kabilah Khuza'a. Tetapi Abu Ghibsyan ini seorang pemabuk.
Ketika pada suatu hari ia kehabisan minuman keras kunci itu
dijualnya kepada Qushayy dengan cara menukarnya dengan minuman
keras.

Khuza'a sudah memperhitungkan betapa kedudukannya nanti bila
pimpinan Ka'bah itu berada di tangan Qushayy sebagai orang
yang banyak hartanya dan orang yang mulai berpengaruh di
kalangan Quraisy. Mereka merasa keberatan bilamana masalah
pimpinan Rumah Suci berada di tangan pihak lain selain mereka
sendiri. Pada waktu Qushayy meminta bantuan Quraisy, beberapa
kabilah memang sudah berpendapat bahwa dialah penduduk yang
paling kuat dan sangat dihargai di Mekah. Mereka mendukung
Qushayy dan berhasil mengeluarkan Khuza'a dari Mekah. Sekarang
seluruh pimpinan Rumah Suci itu sudah di tangan Qushayy dan
dia diakui sebagai pemimpin mereka.

Seperti sudah kita kemukakan, beberapa orang berpendapat,
bahwa sampai pada waktu pimpinan Mekah berada di tangan
Qushayy, bangunan apapun belum ada di tempat itu, selain Ka
bah. Alasannya ialah, karena baik Khuza'a atau Jurhum tidak
ingin melihat ada bangunan lain di sekitar Rumah Tuhan itu,
juga karena pada malam hari mereka tidak pernah tinggal di
tempat itu, melainkan pergi ke tempat-tempat terbuka.
Ditambahkan pula bahwa setelah Qushayy memegang pimpinan Mekah
ia mengumpulkan Quraisy dan menyuruh mereka membangun di
tempat itu. Dengan dipelopori oleh Qushayy sendiri dibangunnya
Dar'n-Nadwa sebagai tempat pertemuan pembesar-pembesar Mekah
yang dipimpin oleh Qushayy sendiri. Di tempat ini mereka
bermusyawarah mengenai masalah-masalah negeri itu. Menurut
kebiasaan mereka, setiap persoalan yang mereka hadapi selalu
diselesaikan dengan persetujuan bersama. Baik wanita atau
laki-laki yang akan melangsungkan perkawinan harus di tempat
ini pula.

Dengan perintah Qushayy orang-orang Quraisy lalu membangun
tempat-tempat tinggal mereka di sekitar Ka'bah itu, dengan
meluangkan tempat yang cukup luas untuk mengadakan tawaf
sekitar Rumah itu dan pada setiap dua rumah disediakan jalan
yang menembus ke tempat tawaf tersebut.

Anak Qushayy yang tertua ialah Abd'd-Dar. Akan tetapi Abd
Manaf adiknya, sudah lebih dulu tampil ke depan umum dan sudah
mendapat tempat pula.

Sesudah usianya makin lanjut, kekuatannyapun sudah berkurang
dan sudah tidak kuat lagi ia mengurus Mekah sebagaimana
mestinya, kunci Rumah itupun diserahkannya kepada Abd'd-Dar,
demikian juga soal air minum, panji dan persediaan makanan.
Setiap tahun Quraisy memberikan sumbangan dari harta mereka
yang diserahkannya kepada Qushayy guna membuatkan makanan pada
musim ziarah. Makanan ini kemudian diberikan kepada mereka
yang datang tidak dalam kecukupan. Qushayy adalah orang yang
pertama mewajibkan kepada Quraisy menyiapkan persediaan
makanan. Dikumpulkannya mereka itu dan ia sangat merasa bangga
terhadap mereka ketika bersama-sama mereka berhasil
mengeluarkan Khuza'a dari Mekah. Ketika mewajibkan itu ia
berkata kepada mereka:

"Saudara-saudara Quraisy! Kamu sekalian adalah tetangga Tuhan,
keluarga RumahNya dan Tempat yang Suci. Mereka yang datang
berziarah adalah tamu Tuhan dan pengunjung RumahNya. Mereka
itulah para tamu yang paling patut dihormati. Pada musim
ziarah itu sediakanlah makanan dan minuman sampai mereka
pulang kembali."(/husein haikal/media isnet)

0 komentar:

Popular Posts